Media Sosial
RCTI Trending soal Gugatan UU Penyiaran, Kominfo: Publik Terancam Tak Bebas Live di Medsos
Masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.
Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.
• Komunitas Pesepeda Brompton Tolak Usulan Anies Road Bike Masuk Jalan Tol Dalam Kota
Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran, tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.
Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.
Ada pun RCTI dan iNews TV yang mengajukan uji materi itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
• Indef: Kebijakan Pertamina Efektif Tekan Kerugian di Tengah Pukulan Industri Minyak dan Gas Dunia
Kominfo: siaran internet masuk penyiaran timbulkan masalah hukum
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewakili Presiden dalam sidang uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyatakan layanan video over the top (OTT) apabila dimasukkan dalam klasifikasi penyiaran justru akan menimbulkan masalah.
"Untuk mengklasifikasi layanan OTT sebagaimana bagian dari penyiaran akan menimbulkan permasalahan hukum, mengingat penyiaran telah diatur dengan sangat ketat dan rigid dalam satu regulasi," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Ia menuturkan, layanan OTT beragam dan luas sehingga pengaturannya kompleks dan saat ini tidak hanya dalam satu aturan.
• Rengasdengklok Dipilih sebagai Lokasi Deklarasi Cellica-Aep Pilkada Karawang 2020, Ini Alasannya
Peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan jenis layanan OTT yang disediakan, di antaranya Undang-Undang Telekomunikasi, Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pers, Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perdagangan, Undang-Undang Hak Cipta hingga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ramli menegaskan, layanan OTT di Indonesia terus berkembang, apabila diatur terlalu ketat akan menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif dan ekonomi digital nasional.
"Mengatur layanan OTT secara ketat juga akan menghadapi tantangan hukum dalam penegakkan-nya karena mayoritas penyedia layanan OTT saat ini berasal dari yurisdiksi di luar Indonesia," tutur Ramli.
Ia menyebut hingga saat ini tidak terdapat negara yang mengatur layanan audio visual OTT melalui internet dimasukkan menjadi bagian penyiaran.
• Enam Poin Penting Surat Edaran Pertunjukan Musik Langsung untuk Restoran-Kafe di DKI Jakarta
Pengaturan layanan audio visual OTT diatur dalam peraturan yang terpisah dengan penyiaran yang linear.
Ada pun RCTI dan iNews TV yang mengajukan uji materi itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. (Antaranews)