Media Sosial

RCTI Trending soal Gugatan UU Penyiaran, Kominfo: Publik Terancam Tak Bebas Live di Medsos

Masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.

Istimewa
ILUSTRASI media sosial 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - RCTI trending di Twitter terkait masalah permohonan uji materi Undang-Undang Penyiaran.

Jika permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.

Dan, hal itulah yang membuat warganet hari ini ramai-ramai mengomentari RCT yang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran.

Salah satunya, akun twitter @dennysiregar7: 

Panik panik..

Media mainstream, bahkan televisi spt @OfficialRCTI panik hadapi pergeseran. Media sosial yang tadinya dipandang sbg anak bawang, bisa jadi mesin penghancur media dgn kapital besar..

Selamat datang, perubahan..

 Megawati: Kalau Saya Dengar Ada Kader yang Melakukan Kekerasan pada Perempuan, Saya Pecat

 Kasus Penembakan di Kelapa Gading, Eksekutor Sempat Nongkrong di Warung Depan Ruko Korban

Ada juga @FiersaBesari yang menulis: RCTI udah enggak OKE.

Sedangkan komika yang terjun menjadi sutradara film @ernestprakasa menulis singkat mengomentari kasus RCTI: JRENG JRENG!

Sementara itu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut, apabila permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/8/2020). 

 Lima Muda-mudi Meregang Nyawa Usai Pesta Miras, Polisi Tangkap Tersangka Penjual Miras

Artinya, kata Ahmad M Ramli, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin.

Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Selanjutnya, perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana.

Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Komunitas Pesepeda Brompton Tolak Usulan Anies Road Bike Masuk Jalan Tol Dalam Kota

Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran, tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.

Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.

Ada pun RCTI dan iNews TV yang mengajukan uji materi itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

 Indef: Kebijakan Pertamina Efektif Tekan Kerugian di Tengah Pukulan Industri Minyak dan Gas Dunia

Kominfo: siaran internet masuk penyiaran timbulkan masalah hukum

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewakili Presiden dalam sidang uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyatakan layanan video over the top (OTT) apabila dimasukkan dalam klasifikasi penyiaran justru akan menimbulkan masalah.

"Untuk mengklasifikasi layanan OTT sebagaimana bagian dari penyiaran akan menimbulkan permasalahan hukum, mengingat penyiaran telah diatur dengan sangat ketat dan rigid dalam satu regulasi," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Ia menuturkan, layanan OTT beragam dan luas sehingga pengaturannya kompleks dan saat ini tidak hanya dalam satu aturan.

 Rengasdengklok Dipilih sebagai Lokasi Deklarasi Cellica-Aep Pilkada Karawang 2020, Ini Alasannya

Peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan jenis layanan OTT yang disediakan, di antaranya Undang-Undang Telekomunikasi, Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pers, Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perdagangan, Undang-Undang Hak Cipta hingga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ramli menegaskan, layanan OTT di Indonesia terus berkembang, apabila diatur terlalu ketat akan menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif dan ekonomi digital nasional.

"Mengatur layanan OTT secara ketat juga akan menghadapi tantangan hukum dalam penegakkan-nya karena mayoritas penyedia layanan OTT saat ini berasal dari yurisdiksi di luar Indonesia," tutur Ramli.

Ia menyebut hingga saat ini tidak terdapat negara yang mengatur layanan audio visual OTT melalui internet dimasukkan menjadi bagian penyiaran.

Enam Poin Penting Surat Edaran Pertunjukan Musik Langsung untuk Restoran-Kafe di DKI Jakarta

Pengaturan layanan audio visual OTT diatur dalam peraturan yang terpisah dengan penyiaran yang linear.

Ada pun RCTI dan iNews TV yang mengajukan uji materi itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. (Antaranews)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved