Virus Corona

Masih Ada Masyarakat Tak Percaya Covid-19, Anis Matta: Frustasi karena Tidak Dikasih Peta Jalan

Apalagi terjadi lonjakan pasien positif Covid-19, setelah pemerintah mengumumkan penerapan new normal atau Adatapsi Kebiasaan Baru (AKB).

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta saat mendatangi Kantor Redaksi Tribun Network di Jakarta Pusat, Kamis (20/8/2020). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketaatan masyarakat Indonesia dalam mematuhi protokol kesehatan kembali dipertanyakan.

Hal itu tak terlepas dari grafik laju penyebaran Covid-19 yang tak kunjung mereda.

Apalagi terjadi lonjakan pasien positif Covid-19, setelah pemerintah mengumumkan penerapan new normal atau Adatapsi Kebiasaan Baru (AKB).

3 Kali Rapid Test Non Reaktif tapi Saat Tes PCR Positif, Ini Kata Jubir Satgas Penanganan Covid-19

Melihat kasus tersebut, ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat semakin kurang patuh akan protokol kesehatan, sehingga membuat kasus positif baru terus melonjak.

Satu di antaranya adalah masih banyak masyarakat yang kurang percaya Covid-19 itu membahayakan jiwa.

Bahkan, tak sedikit masyarakat yang beranggapan Covid-19 tak benar-benar ada.

Anis Matta Bilang Ada Dokumen yang Prediksi Bakal Muncul Virus Lagi pada 2023 dan 2026

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta menilai masyarakat telah sampai pada tingkat frustasi.

Hal itu disebabkan pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di mana masyarakat diharuskan berkegiatan dari rumah.

"Orang sampai pada tingkat frustasi. Kita lockdown pada Maret."

Ada Transfer Pengetahuan dan Teknologi dengan Sinovac, Erick Thohir: Bio Farma Bukan Tukang Jahit

"Orang frustasi. Ada efek spasial, efek luar."

"Kalau rumah Anda misalnya kecil, Anda berada terus di situ, kebayang tidak?" kata Anis Matta dalam wawancara khusus dengan Tribunnews, Kamis (20/8/2020).

Anis Matta mengatakan, meski terus berada di rumah, justru biaya hidup menjadi naik.

Tak Ingin Gabung KAMI, PA 212: Beda Perahu Satu Tujuan

Misalnya biaya listrik naik, atau penggunaan data internet naik.

"Makanya saya bilang, orang sampai tingkat frustasi karena orang tidak dikasih peta jalan," ucapnya.

Menurut Anis Matta, diperlukan kebijakan yang dapat menggabungkan antara protokol kesehatan dengan pergerakan masyarakat.

JADWAL Lengkap Liga Primer Inggris Musim 2020-2021, Big Match di Pekan Kedua

Jangan memberikan pilihan seperti buah simalakama (serba salah), karena ujungnya sama-sama mati.

Supaya pemerintah tidak salah, ia menilai diperlukan klaster scientist.

"Harus ada cara untuk menemukannya, jangan mempertentangkan antara pergerakan publik dengan protokol kesehatan, kita mesti mencari jalan tengah."

"Itu tugas klaster tadi. Karena kalau harus memilih tidak ada jalan yang bagus," paparnya.

Prediksi Bakal Muncul Virus Lagi pada 2023 dan 2026

Dunia sedang dilanda krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19.

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta menilai, tidak ada definisi akhir dari krisis yang diakibatkan oleh penyebaran virus.

Anis Matta menyamakannya dengan isu teroris yang hingga saat ini masih ada dan tidak ada akhirnya.

 DAFTAR 46 Daerah dengan Jumlah Kasus Aktif Covid-19 di Bawah 10 Persen, Semoga Tetap Terjaga

"Jadi ini satu jenis krisis yang tidak ada definisi akhirnya."

"Maksudnya tidak ada satu situasi nanti berakhirnya begini."

"Sejak 2001 misalnya Anda mendengar isu teroris, selesai tidak isu itu? tidak," kata Anis Matta dalam wawancara khusus dengan Tribunnews, Kamis (20/8/2020).

 Persentase Kematian Akibat Covid-19 di 21 Provinsi Ini di Bawah Rata-rata Dunia, Termasuk Jakarta

Menurutnya, ada faktor yang membuat situasi lebih berat daripada hari ini, yaitu menurunnya sistem global.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi kekacauan global, pertama pandemi.

"Misalnya ada satu dokumen yang saya baca, yang mengatakan bahwa kemungkinan 2023 dan 2026 ada lagi virus lain."

 Ini Resep Sukses Bali Redam Keganasan Covid-19, Disiplin Hingga Inisiatf

"Karena pada dasarnya virus itu berhubungan dengan kehidupan kita, di mana manusia terkonsentrasi dalam jumlah besar."

"Makanannya berupa hewan ini didekatkan kepada dia, potensi itu pasti terjadi," tuturnya.

Kedua, climate change, perubahan iklim.

 Polda Metro Jaya Periksa Hadi Pranoto Senin 24 Agustus 2020, Pertimbangkan Panggil Anji Lagi

Dia mengungkapkan sesuai ramalan WHO, mungkin ada krisis pangan dalam dua tahun ke depan.

Dia mengatakan, sebagian besar dari musibah-musibah yang saat ini dihadapi faktornya adalah perubahan iklim, terlepas perdebatan perubahan iklim teori konspirasi atau tidak.

"Faktanya, jumlah bencana alam lebih banyak, banjir lebih banyak, tsunami lebih sering, kekeringan, kebakaran hutan, dan seterusnya."

 Tak Kunjung Jera, Pelanggar PSBB Transisi di Jakarta Timur Bakal Dihukum Jadi Asisten Petugas PPSU

"Australia misalnya, kebakaran kemarin luar biasa."

"Artinya jumlah ini lebih banyak dan mendisrupsi secara ekonomi, sosial, dan secara politik," paparnya.

Ketiga, konflik geopolitik, terutama konflik Amerika-Cina.

 DAFTAR 13 Lokasi Pariwisata yang Boleh Beroperasi Selama Masa PSBB Transisi di Jakarta, Berkurang 10

Anis Matta mengatakan konflik kedua negara tersebut memilili dampak multidimensi.

Ia menyebutnya dengan istilah perang supremasi.

Jadi satu bangsa ini muncul menyebabkan kematian yang lain, incumbent ini harus bertahan. Caranya dia harus menghabisi penantang ini.

 Erick Thohir Pastikan Bahan Baku Vaksin Covid-19 dari Sinovac Tiba di Indonesia Mulai November 2020

"Sekarang mana yang kalah incumbent atau penantang, kita tidak tahu. Tapi sampai kapan berakhirnya kita tidak tahu."

"Tapi mereka berperang menggunakan semua sarana, perang dagang, teknologi, hingga budaya," bebernya.

Keempat, faktor teknologi. Anis Matta mengatakan saat ini semua dipaksa berhijrah ke sistem digital.

 Tiga Gubernur Ini Dinilai Bisa Bertarung di Pilpres 2024 Jika Lolos Ujian Pandemi Covid-19

Namun, banyak instansi pemerintahan yang tidak siap dengan digitalisasi ini, karena tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai.

"Ketika kita hijrah ke situ korbannya berapa banyak."

"Jadi keempat faktor ini adalah faktor disrupsi, yang sekarang ini terjadi sekaligus."

 Faisal Basri Prediksi Kementerian Keuangan Suatu Saat Menyerah Jadi Pemadam Kebakaran

"Krisis ini bersifat sistemik, multidimensi, dan berlarut, lama waktunya," papar Anis Matta.

Anis Matta mengatakan, dalam satu analisa sistem global, setiap 80 hingga 100 tahun ada perubahan.

"Misalnya abad ke-16 itu abadnya Portugis, abad ke-17 yang dominan Belanda, abad ke-18 dan ke-19 itu yang dominan Inggris, abad ke-20 itu Amerika."

 Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, DPRD Kota Bekasi: Tutup Tempat Hiburan Malam!

"Sekarang dominasi ini akan bertahan atau tidak, kita tidak tahu," ulasnya. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved