Buronan Kejaksaan Agung

Buronan Djoko Tjandra Ditangkap, Komjen Listyo Sigit: Ini Menjawab Keraguan Publik kepada Polri

Penangkapan Djoko Tjandra tak terlepas dari kerjasama police-to-police antara Polri dengan Kepolisian Diraja Malaysia

Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive.com/Rangga Baskoro
Djoko Tjandra saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020) malam. 

WARTAKOTALIVE.COM, MAKASAR -- Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa proses hukum terhadap terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, akan terus berlanjut setelah ia ditangkap pada Kamis (30/7/2020) malam.

"Kedepan kasus tersebut akan kami lanjutkan, sebagaimana yang kami sampaikan, secara transparan dan efektif," kata Listyo di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020).

Penangkapan Djoko Tjandra disebut Listyo bahwa Polri berkomitmen dalam penegakkan hukum, sekaligus untuk menjawab keraguan publik pasca mantan anggotanya, Brigjen Prastijo Utomo terbukti membantu pelarian Djoko Tjandra.

Setelah Menangi Anugerah Musik Bali 2020, Nadia Nevita Rilis Lagu Selalu Menunggu

Komjen Listyo Sigit: Penangkapan Tjoko Tjandra Atas Perintah Langsung Presiden Kepada Kapolri

"Tentunya ini untuk menjawab keraguan publik selama ini, apakah Polri bisa menangkap yang bersangkutan? Dan hari ini kita menunjukkan komitmen kita, bahwa Djoko Tjandra bisa kita amankan dan kita tangkap," tuturnya.

Penangkapan Djoko Tjandra tak terlepas dari kerjasama police-to-police antara Polri dengan Kepolisian Diraja Malaysia guna membawa orang yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 940 miliar itu.

"Dalam kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada Kepolisian Diraja Malaysia dalam proses penjemputan Djoko Tjandra," kata Listyo.

Djoko Tjandra merupakan buronan terpidana kasus hak tagih Bank Bali pada 1999. Namanya kembali mencuat setelah ia mengajukan PK pada 11 Juni 2020.

Update Dugaan Prostitusi Vernita Syabilla, soal Uang Rp30 Juta dan Temuan Kondom di Kamar Hotel

Sebulan sebelumnya, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking bertemu dengan Lurah Grogol Selatan Asep Subahan untuk mengurus pembuatan e-KTP guna keperluan melarikan diri dari Jakarta.

Anita juga diketahui melobi Brigjen Prasetijo Utomo untuk membuat surat jalan dari Jakarta ke Pontianak. Prasetijo juga ketahuan memfasilitasi penerbitan surat bebas Covid-19 atas nama Joko Tjandra.

Akibatnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memecat Asep dan Prasetijo dicopot dari jabatannya oleh Kapolri Jenderal Idham Azis. Sementara Anita ditetapkan sebagai tersangka.

Anies Baswedan Ajak Warga Doakan Tenaga Medis Pasien Covid-19: Tugas Mereka Penuh Sangat Berisiko

Akhir kisah pelarian Djoko Tjandra

Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra buron selama 11 tahun.

Namun, pelariannya itu akhirnya terhenti setelah pihak kepolisian menangkapnya di Malaysia.

Kini buronan kasus korupsi Bank Bali itu tengah dijemput langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Prabowo

Djoko Tjandra akan tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma pada Kamis (30/7/2020) malam ini.

Djoko Tjandra diberangkatkan ke Indonesia menggunakan pesawat khusus.

Ia diperkirakan akan tiba pada pukul 22.00 WIB.

Dilansir dari Tribunnews, dari tayangan langsung TV One, hingga pukul 22.30 WIB, Djoko Tjandra belum tiba di tanah air.

Perjalanan kasus Djoko Tjandra melalui lika-liku yang panjang.

 Ketika Sang Cucu Pakubuwono XII Tantang Gibran di Pilkada Solo, Lawan Dinasti Politik

 Survei SMRC:73 Persen Warga Percaya Erick Thohir Mampu Pimpin Tugas Komite Pulihkan Ekonomi Nasional

Dikutip dari Kompas.com, skandal cessie Bank Bali bermula saat bank tersebut kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di BDNI, Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tiara pada 1997.

Saat itu, krisis moneter melanda sejumlah negara termasuk Indonesia.

Total piutang di ketiga bank tersebut mencapai Rp 3 triliun.

Akan tetapi, hingga ketiga bank itu masuk perawatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan tersebut tak kunjung cair.

Dilansir dari liputan khusus Kontan, di tengah keputusasaannya, Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli akhirnya menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP).

Saat itu, Djoko Tjandra menjabat sebagai direktur.

Sementara, Setya Novanto yang kala itu sebagai Bendahara Umum Partai Golkar menjabat sebagai Direktur Utamanya.

Perjanjian kerja sama pun diteken pada 11 Januari 1999 oleh Rudy Ramly, Direktur Bank Bali Firman Sucahya dan Setya Novanto.

 Dapat Dukungan 21.063 Suara, Pasangan Tukang Jahit dan Ketua RW ini Siap Lawan Gibran di Pilkada

 Selesaikan Edit 4 Video Sebelum Ditemukan Tewas, Ayah Editor Metro Tv Sebut tidak Mungkin Depresi

Disebutkan bahwa EGP akan menerima fee sebesar setengah dari piutang yang dapat ditagih.

Bank Indonesia dan BPPN akhirnya setuju untuk menggelontorkan uang sebesar Rp 905 miliar.

Namun, Bank Bali hanya kebagian Rp 359 miliar, sedangkan Rp 546 miliar sisanya masuk ke rekening PT EGP.

Kasus Terkuak

Kasus itu kemudian terkuak ketika pakar hukum perbankan, Pradjoto, mengendus adanya korelasi dengan pengumpulan dana untuk memajukan Habibie sebagai presiden.

Kejanggalan tersebut terlihat dari total fee yang diterima EGP.

Tak hanya itu, proses cessie juga tak diketahui BPPN.

Padahal, BDNI saat itu sedang dirawat oleh BPPN.

Cessie tersebut juga tak dilaporkan ke Bapepam dan Bursa Efek Jakarta, meski Bank Bali telah melantai di bursa.

Penagihan kepada BPPN pun ternyata tetap dilakukan Bank Bali, bukan EGP.

Kepala BPPN saat itu, Glenn MS Yusuf, menyadari sejumlah kejanggalan tersebut.

Ia akhirnya membatalkan perjanjian cessie.

Pada 27 September 1999, Kejaksaan Agung mulai mengusut perkara pidana Djoko Tjandra.

Awalnya, Djoko sempat ditahan oleh kejaksaan pada 29 September 1999-8 November 1999.

Namun setelah itu, ia berstatus tahanan kota hingga 13 Januari 2000.

Awal Februari 2000, kasus pidana itu mulai bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Meski sebelumnya Kejaksaan Agung sempat menahan Djoko pada 14 Januari hingga 10 Februari 2000, Djoko akhirnya kembali menyandang status tahanan kota pada 10 Februari berkat ketetapan Wakil Ketua PN Jakarta Selatan.

Selanjutnya, pada 6 Maret, putusan sela PN Jakarta Selatan menyatakan dakwaan jaksa terhadap Djoko tidak dapat diterima.

Ia pun dilepaskan dari tahanan kota.

Dalam rentang April-Agustus 2000, jaksa penuntut umum (JPU) Antasari Azhar mengajukan dakwaan berupa dugaan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Djoko Tjandra pun dituntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.

Namun majelis hakim yang diketuai Soedarto dan Muchtar Ritonga serta Sultan Mangun sebagai anggota itu justru melepaskan Djoko Tjandra dari segala tuntutan.

Perbuatan Djoko Tjandra dinilai bukan sebagai perbuatan pidana, melainkan perdata.

Antasari pun mengajukan kasasi ke MA.

Namun, majelis hakim agung MA kembali melepaskan Djoko Tjandra dari segala tuntutan.

Putusan itu diambil dengan mekanisme voting karena adanya perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap, dengan hakim Artidjo Alkostar.

Pada Oktober 2008, Kejagung mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA.

MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Djoko Tjandra Kabur 

Namun, sehari sebelum putusan, tepatnya pada 10 Juni 2009, Djoko berhasil melarikan diri dengan menggunakan pesawat carter ke Port Moresby, Papua Nugini.

Bahkan, pada 2012, pihak Papua Nugini memberikan status kewarganegaraan kepada Djoko Tjandra.

Diberitakan Kompas.com, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Ajukan PK

Belakangan, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kecolongan oleh Djoko Tjandra.

Sebab, ia mendapat informasi bahwa Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia sejak tiga bulan lalu.

Djoko Tjandra muncul setelah sebelas tahun buron.

Selama ini, Djoko Tjandra diketahui kerap berada di Malaysia atau Singapura.

Tak hanya itu, Djoko Tjandra juga telah mengajukan PK ke PN Jaksel.

"Yang melukai hati saya, saya dengar Djoko Tjandra bisa ditemui dimana-mana, di Malaysia dan Singapura. Tapi kita minta kesana-sini juga tidak bisa ada yang bawa." 

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini. Baru sekarang terbukanya," ucap Burhanuddin seperti yang diberitakan Kompas.com, Senin (29/6/2020) lalu.

Proses sidang PK yang diajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun terus bergulir.

PN Jaksel sudah menggelar sidang tersebut sebanyak tiga kali, yaitu pada 29 Juni 2020, 6 Juli 2020, dan Senin (20/7/2020) lalu.

Namun, Djoko Tjandra tak menghadiri satu pun sidang tersebut dengan alasan sakit.

Dilansir Kompas.com, Djoko kemudian meminta agar sidang digelar secara virtual.

Majelis hakim pun kembali menunda sidang dan dijadwalkan untuk digelar kembali pada 27 Juli 2020 lalu.

Kini, Djoko Tjandra akhirnya ditangkap dan diberangkatkan kembali ke Indonesia dari Malaysia.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Buronan Djoko Tjandra Berhasil Ditangkap, Ini Lika-Liku Perjalanan Kasusnya
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved