Buronan Kejaksaan Agung

Jaksa Agung: Red Notice Djoko Tjandra Harusnya Berlaku Sampai Ketangkap, tapi Nyatanya Begitu

Kejaksaan Agung masih mendalami informasi soal keberadaan buron kelas kakap itu di Malaysia.

Penulis: |
TRIBUNNEWS/DENNIS DESTRYAWAN
Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2019). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, diduga mendapatkan surat jalan dari suatu instansi untuk bepergian di Indonesia.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkap di surat jalan itu, Djoko Tjandra melakukan perjalanan dari DKI Jakarta menuju Pontianak.

Keberangkatan menggunakan pesawat udara pada 19 Juni 2020, dan kembali tanggal 22 Juni 2020.

Masyarakat Boleh Gelar Salat Idul Adha di Masjid dan Lapangan, Asal Terapkan Protokol Kesehatan

Menanggapi surat jalan itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku tidak tahu-menahu.

"(Saya) tidak tahu surat jalan itu," kata Burhanuddin, ditemui di lingkungan Kantor Kejaksaan Agung, Rabu (15/7/2020).

Pihaknya masih menelusuri bagaimana cara Djoko Tjandra bisa membuat KTP elektronik di Indonesia.

Keluarkan Surat, Menteri Kesehatan Ganti Istilah PDP, ODP, dan OTG

Kejaksaan Agung masih mendalami informasi soal keberadaan buron kelas kakap itu di Malaysia.

Sejauh ini informasi tersebut beredar, lantaran selama proses permohonan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Selatan, Djoko Tjandra belum pernah hadir dan mengaku sedang berobat di negeri tetangga itu.

"Kami baru informasi (Djoko Tjandra di Malaysia), kami belum bergerak lagi. Nyatanya KTP-nya malah diperiksa juga," kata dia.

Jokowi: Perkiraan Puncak Penyebaran Covid-19 di Indonesia Agustus Atau September

Sampai saat ini, ST Burhanuddin tidak mengetahui siapa yang mencabut red notice Djoko Tjandra.

Berdasarkan informasi yang dia ketahui, red notice akan berlaku hingga seorang buronan tertangkap atau meninggal dunia

"Sampai saat ini, belum ada titik temu."

Berkurang 67 Orang, Masih Ada 1.115 Pasien Positif Covid-19 di Secapa TNI AD

"Yang sebenarnya red notice itu tidak ada cabut mencabut."

"(Masa berlaku red notice) selamanya sampai ketangkap. Tetapi nyatanya begitu," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait polemik keberadaan Djoko Soegiarto Tjandra.

Kurangi Beban Anggaran, Jokowi Segera Bubarkan 18 Lembaga dan Komisi

Djoko merupakan buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Menjadi buronan Kejaksaan Agung selama sekira 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba terdeteksi sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

 Jokowi Ungkap 7 Perusahaan Asing Relokasi Pabrik ke Indonesia, 5 Diantaranya Asal Cina

“Dari mana data bahwa dia 3 bulan di sini? Tidak ada datanya kok,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/6/2020).

“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada."

"Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Djoko Tjandra) di mana."

 Berakhir 2 Juli 2020, Anies Baswedan Sedang Pertimbangkan Nasib PSBB Transisi di Jakarta Selanjutnya

"Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga."

"Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” ungkapnya.

Yasonna pun menyerahkan data-data kronologi status daftar pencarian orang (DPO) Djoko Soegiarto Tjandra kepada pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Kronologi Status DPO

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan 6 poin kronologi status Djoko Soegiarto Tjandra, yang masuk daftar pencegahan dan DPO.

Pertama, runut Arvin, ada permintaan pencegahan atas nama Djoko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 April 2008. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan.

"Kedua, red notice dari Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra (terbit) pada 10 Juli 2009," jelas Arvin.

 UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 30 Juni 2020: Pasien Positif 56.385, Sembuh 24.806 Orang

Ketiga, lanjut Arvin, pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama 6 bulan.

Keempat, permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan (WN Papua Nugini) pada 12 Februari 2015.

Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

 Anis Matta Minta Pemerintah Atasi Tiga Jebakan Ini Jika Indonesia Tak Ingin Jadi Negara Gagal

Kelima, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol, red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," papar Arvin.

Keenam, pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung.

 Berkas Tuntutan Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Ternyata Tak Pernah Sampai ke Meja Jaksa Agug

Sehingga, nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan,” beber Arvin. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved