Breaking News
BREAKING NEWS: Tarif Baru Iuran BPJS Kesehatan Per 1 Juli 2020 Naik Hingga 50 Persen
Tarif baru iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku hari ini, Rabu (1/7/2020). Berapa rinciannya, simak infonya di sini
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tarif baru iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku hari ini, Rabu (1/7/2020).
Aturan mengenai kenaikan tarif program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Kenaikan kali ini berlaku untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I dan II.
• Menko PMK Bilang Iuran BPJS Kesehatan Seharusnya Rp 137.221 Jika Berdasarkan Hitungan Aktuaria
Sementara itu, kelas III tidak mengalami kenaikan iuran lantaran disubsidi oleh pemerintah.
"Untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan, kebijakan pendanaan Jaminan Kesehatan, termasuk kebijakan iuran perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan serta dengan memperhatikan pertimbangan dan amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 P/HUM/2020," tulis aturan tersebut.
• Iuran BPJS Kesehatan Naik, Jokowi Diminta Tertibkan Para Pembantunya
Berikut kenaikkan iuran BPJS Kesehatan dijelaskan dalam Perpres
1. Kelas I naik dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000 per bulan.
2. Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan.
3. iuran peserta kelas III segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) jadi Rp 42.000 per bulan.
Namun, pemerintah menyubsidi kepesertaan kelas III dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,1 triliun ke BPJS Kesehatan.
Dalam skemanya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membayarkan iuran BPJS Kesehatan bagi 132,6 juta orang, yang terdiri dari 96,5 juta jiwa ditanggung pemerintah pusat dan 36 juta dibayarkan oleh pemerintah daerah.
• Ini 4 Fakta Prediksi Wabah Corona Berakhir Juni 2020 Meleset Total Termasuk Penjelasannya
Subsidi tersebut sejumlah Rp 16.500 per orang sehingga peserta kelas III tidak mengalami kenaikan iuran, tetap per bulan sejumlah Rp 25.500 per orang.
Jumlah kategori ini tercatat sebanyak 21,6 juta jiwa.
Kenaikan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tertuang dalam Perpres 75 Tahun 2019 yang putusannya dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Dalam perpres itu, setiap kelas dalam perpres tersebut mengalami kenaikan iuran menjadi Rp 160.000, Rp 110.000, dan Rp 42.000.
Iuran BPJS Naik, Peserta BPJS Kesehatan Dijamin Tak Lagi Ditolak Rumah Sakit,
Pihak Istana menjamin peserta BPJS Kesehatan tidak akan ditolak rumah sakit lagi.
Mengenai peserta BPJS Kesehatan tidak ditolak rumah sakit lagi, diyakini Pelaksana Tugas Deputi II Kantot Staff Presiden, Abetnego Tarigan.
Walau iuran BPJS Kesehatan naik, ia yakini peserta BPJS Kesehatan tak lagi ditolak rumah sakit, seiring pelayanan BPJS Kesehatan tetap dilakukan perbaikan.
"Dulu kan misalnya (ada masalah) sistem informasi ketersediaan tempat tidur RS. Sekarang kan sudah sistemnya online. Enggak ada lagi orang ditolak-tolak," kata Abetnego saat dihubungi, Kamis (14/5/2020).
• Iuran BPJS Kesehatan Naik, Jokowi Diminta Tertibkan Para Pembantunya
• Tengku Zulkarnain Posting Kisah Firaun Pemimpin Zalim, Sebelumnya Sempat Soroti BPJS Kesehatan
• Penjelasan Lengkap Istana Soal Kenaikan Iuran BPJS, Negara Juga dalam Situasi Sulit, Mohon Dipahami
Selain sistem informasi, pelayanan di RS juga menurut dia terus ditingkatkan.
Sehingga proses antrean dan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan lebih cepat.
"Saya harus ngecek lagi, tapi ada 10 langkah yang akan terus diperbaiki dalam pelayanan kecepatan di dalam BPJS kita ini," kata dia.
Oleh karena itu, Abetnego menegaskan kenaikan iuran ini memang dalam rangka untuk memperbaiki keseluruhan operasional dari BPJS kesehatan yang belakangan ini mengalami defisit.
"Jangan sampai kita mempertahankan (tarif) yang lama tapi terus ada keributan defisit, yang akhirnya justru memperlambat kita di dalam proses-proses penyelesaian tanggung jawab kita ke rumah sakit," kata dia.
Abetnego menyadari kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit karena dampak pandemi virus corona Covid-19.
Namun, ia mengingatkan bahwa negara juga saat ini dalam masa sulit.
"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini,” ujarnya.
Diberitakan, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik, dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.
Sementara Iuran peserta mandiri kelas II meningkat, dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000.
Kemudian, Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Penjelasan Lengkap Istana Soal Kenaikan Iuran BPJS, Negara Juga dalam Situasi Sulit, Mohon Dipahami
Ini penjelasan lengkap pihak istana soal kenaikan tarif iuran BPJS yang belakangan banyak dikecam berbagai pihak.
Tak semua peserta BPJS mengalami kenaikan iuran, hanya peserta mandiri yang mengalaminya.
Meski demikian masyarakat yang mau menggugat keputusan tersebut dipersilahkan.
Pelaksana Tugas Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan menyebut, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah memperhitungkan ability to pay atau kemampuan membayar masyarakat.
Hal itu berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kementerian Keuangan.
“Kalau dari sisi keuangan, memang dari Kementerian Keuangan mengatakan, perhitungan itu juga sudah memperhitungkan terkait dengan ability to pay dalam melakukan pembayaran,” kata Abetnego Tarigan.
Tarif iuran BPJS mengalami kenaikan untuk peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Abetnego pun mempersilahkan peserta kelas I dan II untuk turun ke kelas III jika memang keberatan dengan kenaikan iuran.
"Kan orang diberi kebebasan untuk movement, pindah," kata dia.
Abetnego menyadari kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit karena dampak pandemi virus corona Covid-19.
Namun, ia mengingatkan bahwa negara juga saat ini dalam masa sulit.
"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini,” ujar dia.
Abetnego pun menegaskan, kenaikan iuran BPJS ini dalam rangka perbaikan jaminan kesehatan nasional.
Karena itu, seiring dengan kenaikan iuran, BPJS juga akan meningkatkan layanannya kepada masyarakat.
Silahkah Gugat Presiden
Pihak Istana tidak mempermasalahkan masyarakat jika ingin menggugat Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan ke Mahkamah Agung.
"Setiap warga negara berhak menggunakan hak-haknya termasuk juga menggugat kebijakan pemerintah di dalam melalui mekanisme yang ada," kata Abetnego Tarigan
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berniat menggugat Perpres 64/2020 itu.
Komunitas ini juga yang menggugat kenaikan BPJS dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Perpres itu kemudian dibatalkan oleh MA. Kendati demikian, Abetnego menegaskan, Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA berbeda dengan Perpres 64 Tahun 2020.
Meski sama-sama mengatur kenaikan iuran BPJS, perpres terbaru yang diterbitkan Jokowi turut mengatur subsidi iuran bagi peserta kelas III.
"Berbeda kan, karena ada bantuan iuran," ujar dia.
Kenaikan iuran dalam perpres terbaru juga sedikit lebih kecil dibandingkan perpres yang dibatalkan MA.
Meski begitu, Abetnego enggan berandai-andai apakah ia optimistis kali ini MA tak akan membatalkan kenaikan iuran BPJS.
"Saya enggak mau berandai-andai ya, tapi kalau nanti misalnya ada warga yang mau menggugat, ya itu hak setiap warga negara untuk menggunakan hak gugatnya," kata Abetnego.
Berikut rincian kenaikan iuran dalam Perpres 64/2020 yang baru diterbitkan Jokowi:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah untuk kelas III berkurang menjadi Rp 7.000 sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres 75 Tahun 2019 dan dibatalkan MA sebagai berikut:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 160.000, dari semula Rp 80.000
Iuran peserta mandiri kelas II naik menjadi Rp 110.000, dari semula Rp 51.000
Iuran peserta mandiri kelas III naik menjadi Rp 42.000, dari semula Rp 25.500
Anggota DPR Ini Minta Dibatalkan
Sementara itu Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kebijakan penyesuaian besaran iuran BPJS Kesehatan.
Lewat perpres tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah diminta untuk membatakan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Ada beberapa alasan fundamental mengapa perpres itu perlu dibatalkan," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (15/5/2020).
Sejumlah alasan yang disebutkan Saleh di antaranya adalah Perpres 64/2020 dianggap tidak mengakomodasi anjuran yang telah disampaikan DPR.
Menurut dia, DPR keberatan jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Sebab, kemampuan ekonomi masyarakat dinilai masih rendah sehingga belum tepat untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
“Waktu itu, kita merasakan belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Kan aneh sekali, justru pada saat pandemi Covid-19 ini pemerintah malah menaikkan iuran," kata Saleh.
"Padahal, semua orang tahu bahwa masyarakat dimana-mana sedang kesusahan," ucapnya.
Berikutnya, kata Saleh, pemerintah dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75/2019 soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, putusan MA bersifat final dan mengikat bagi siapa pun dan semestinya pemerintah tidak boleh membuat peraturan yang sama seperti yang telah dibatalkan.
Menurut dia, hal ini merujuk pada Pasal 31 UU No 5 Tahun 2004 tentang MA.
"Pasal ini mengamanatkan dua hal. Pertama, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Kedua, kalau sudah dibatalkan tidak boleh dibuat lagi. Apalagi, substansinya sama, yaitu kenaikan iuran," tutur Saleh.
Saleh pun menilai kenaikan iuran ini belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan.
Sebab, menurut dia, belum ada proyeksi kekuatan keuangan yang jelas dari BPJS Kesehatan setelah menaikkan iuran.
(Kompas.com/Mutia Fauzia)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik Mulai Hari Ini" dan "Iuran BPJS Naik, Istana Jamin Tak Ada Lagi Penolakan Pasien" dan "Istana: Kenaikan BPJS Sudah Perhitungkan Kemampuan Membayar Masyarakat",