Ada Balita Hasil Perkawinan Aulia Kesuma dan Suami yang Dibunuhnya, Vonis Mati Dipertanyakan
Kuasa hukum Aulia Kesuma mempertanyakan vonis mati mengingat kliennya punya anak kecil hasil perkawinannya dengan korban.
Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Aulia Kesuma mempertanyakan vonis mati mengingat kliennya punya anak kecil hasil perkawinannya dengan korban.
Meski menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), kuasa hukum terdakwa kasus pembunuhan berencana, Aulia Kesuma (46) dan anaknya Geovanni Kelvin, yakni Firman Candra, mempertanyakan vonis mati yang diberikan hakim kepada kedua kliennya itu.
"Sebab banyak hal meringankan, yang tidak dimasukkan majelis hakim dan jaksa dalam putusan dan tuntutannya. Salah satunya adalah adanya anak hasil perkawinan dari korban Edi Chandra Purnama dan terdakwa satu yakni Aulia Kesuma, yang kini berusia 4 tahun," kata Firman Candra, usai sidang di PN Jaksel, Senin (15/6/2020).
• Divonis Mati, Begini Reaksi Terdakwa Pembunuhan Suami dan Anak Tiri, Aulia Kesuma dan Geovanni
Menurut Firman, dengan vonis mati terhadap Aulia Kesuma, maka sang balita yang sudah kehilangan ayah kandungnya, kini terancam kehilangan ibu kandungnya yang dipidana mati.
"Jadi nanti, anak 4 tahun ini siapa yang mengasuh? Ayah kandungnya sudah jadi korban pembunuhan, lalu ibu kandungnya juga terancam pidana mati. Ini seharusnya jadi hal meringankan bagi terdakwa Aulia," kata Firman.
"Kenapa kita selalu berbicara kematian dan tidak berbicara soal kehidupan. Sebab di kasus ini, ada kehidupan anak 4 tahun yang dipertaruhkan. Ini mestinya jadi pertimbangan hakim, tapi nyatanya tidak. Jadi ada apa ini?," ujar Firman.
• Tuntutan Hukuman Mati untuk Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, Alasan Pembunuhan Terlalu Sadis
Firman menilai bahwa vonis pidana mati majelis hakim kepada kedua kliennya terlalu kejam dan sadis.
"Sebagai kuasa hukum, saya melihat, vonis ini terlalu sadis. Sebab semua negara sudah menghapuskan hukuman mati untuk kasus apapun. Dalam deklarasi universal hak asasi manusia, hukuman mati dihapuskan. Tapi kenapa majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerapkan itu sebagai hukuman," kata Firman Candra.
Ia mengatakan diluar itu sejak awal pihaknya meminta menghadirkan Aki, yang menurutnya adalah perencana utama kasus ini. Aki sendiri kata Firman menjadi DPO polisi dan belum tertangkap.
"Sejak awal kami meminta jaksa penuntut umum menghadirkan Aki ini. Ia adalah perencana utamanya dan belum tertangkap," kata Firman.
• Update Sidang Perdana Eksekutor Pembunuhan Ayah dan Anak Diwarnai Isak Tangis Keluarga Korban Pecah
Dari catatan Warta Kota, Aki adalah dukun santet yang diminta Aulia menyantet dua korban, namun gagal.
Dari sanalah, Aki menyarankan Aulia menggunakan cara lain untuk menghabisi suami dan anak tirinya, Pupung dan Dana.
"Kemudian banyak hal yang meringankan klien kami, tapi tidak oleh majelis hakim tidak dimasukkan di dalam putusan," kata Firman.
Diantaranya adalah jatah pihaknya untuk menghadirkan saksi yang meringankan.
"Kami punya dua saksi yang meringankan, termasuk saksi ahli untuk dihadirkan dalam sidang. Tapi jatah kami itu setelah kami minta ke majelis hakim tidak dikabulkan dengan alasan pandemi Covid-19," kata Firman.
Pihaknya pun kata Firman menerima dengan harapan vonis untuk kliennya tidak hukuman mati.
"Tapi ternyata vonisnya pidana mati, yang dimana sekali lagi semua negara di dunia sudah menghapus ini. Lalu kenapa Indonesia bersikeras memakai ini. Padahal dalam deklarasi universal hak asasi manusia sudah menghapus itu," kata Firman.
Karenanya kata Firman, pihaknya akan menyurati Presiden RI dan Komisi III DPR. "Agar hukuman mati ini dihapuskan. Karena sudah melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia," katanya.
Seperti diketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhirnya menjatuhkan vonis pidana mati terhadap dua terdakwa Aulia Kesuma (45) dan anaknya Geovanni Kelvin, otak pembunuhan terhadap ayah dan anak yakni Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili (54), dan M Adi Pradana alias Dana (23), dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Sidang digelar secara teleconference melalui layar proyektor yang dibentangkan di ruang sidang PN Jakarta Selatan.
Aulia merupakan istri muda Pupung dan ibu tiri Dana. Motif pembunuhan terhadap Pupung dan Dana, diketahui bahwa Aulia ingin menguasai rumah korban. Sebab Aulia terjerat utang di dua bank hingga Rp.10 Miliar.
Saat putusan dibacakan bergantian oleh majelis hakim, Aulia yang mengenakan jilbab biru, di layar proyektor tampak serius mendengarkan. Begitu juga dengan Geovanni, yang kadang di layar proyektor hanya bagian atas kepalanya saja yang ditampakkan.
Aulia dan Geovanni tampak berada di tempat terpisah di layar proyektor.
Ketika Ketua Majelis Hakim Yosdi menyatakan bahwa hukuman terhadap keduanya adalah pidama mati, ekspresi wajah Aulia makin lesu dan pasrah.
• Kasus Pembunuhan Ayah dan Anak, Jaksa Sebut Terdakwa Aulia Sempat Berhubungan Badan dengan Korban
Ia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya dan diusapkan atau ditutupkan ke wajahnya beberapa saat. Pandangannya semakin kosong. Satu tangannya kemudian diletakkan di dahinya beberapa saat. Entah apakah itu tanda ia pasrah atau mencoba berpikir mencari upaya agar lolos dari hukuman mati.
Sementara itu Geovanni, tampak lebih sering menyembunyikan wajahnya di layar proyektor selama sidang berlangsung. Begitu juga sewaktu majelis hakim menjatuhkan vonis mati terhadap dirinya. Ia semakin menundukkan kepalanya sehingga hanya rambut dan dahinya saja yang tampak di layar proyektor.
Seperti diketahui Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati kepada Aulia Kesuma dan anaknya Geovanni.
• TUJUH Terdakwa Kasus Pembunuhan Ayah dan Anak Disidang, Dua Tersangka Lagi Masih Buron
"Terdakwa satu yakni Aulia Kesuma dan terdakwa dua yakni Geovanni Kelvin, terbukti sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal.340 KUHP. Karenanya menjatuhkan hukuman kepada masing-masing terdakwa dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Yosdi dalam pembacaan putusannya di PN Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Menurutnya perbuatan keduanya diakui oleh para terdakwa dan dilakukan secara sadar. Bahkan yang memberatkan, untuk memuluskan aksinya Aulia menyewa dua ekskutor dan melibatkan 3 pelaku lainnya dalam merencanakan.
"Lalu juga terdakwa membawa jenasah ke Sukabumi dan membakarnya di sana," kata Yosdi.
Upaya ini kata Yosdi diakui kedua terdakwa untuk meghilangkan jejak atas perbuatan keji mereka..
JPU Sigit Hendradi menyambut baik putusan hakim yang sesuai dengan tuntutannya dalam sidang sebelumnya yakni pidana mati kepada Aulia dan Geovanni. "Sebab terdakwa pantas menerima itu atas apa yang diperbuatnya," kata dia.(bum)