Kabar Artis

Sebut Negara Harus Punya Panca Indra Hukum Lengkap, Sujiwo Tedjo: Bukan Cuma Mata Hukum, Cuk!

Sujiwo Tedjo pun berharap agar keadilan di negeri ini bisa tegak untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penguasa.

Editor: Feryanto Hadi
kompas.com
Aktor Sujiwo Tejo berpose di sela wawancara promo film Kafir di Redaksi Kompas.com, Jakarta, Jumat (27/7/2018). Film horor besutan Azhar Kinoi Lubis ini akan tayang di bioskop 2 Agustus mendatang.(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Tuntutan hukuman satu tahun penjara terhadap penyiram air keras penyidik senior KPK Novel Baswedan mendapat perhatian masyarakat luas.

Tidak hanya para sarjana hukum, tokoh nasional, yang herap dengan alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberikan tuntutan minimal kepada orang yang telah membuat mata kiri Novel Baswedan buta itu.

Masyarakat juga mempertanyakan rasa keadilan terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia bahkan menyebut, tuntutan minimum tersebut juga tidak berkesuaian dengan hukum yang ada.

Bantah Jadi tembok Pembatas, Raul Lemos Cuma Ingin Aurel dan Azriel Hormati Ibu Kandungnya

Cerita Sedih Dokter, Kerap Jadi Korban Fitnah, Insentif Tak Jelas hingga Ancaman Tertular Covid-19

Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku untuk menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah, menurut PSHK dalam siaran persnya, merupakan penghinaan terhadap akal sehat dan doktrin hukum pidana universal terkait kesengajaan, yang telah dikembangkan dan diajarkan di fakultas hukum.

"Kesengajaan seharusnya dibuktikan dengan unsur mengetahui dan menghendaki. Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dan pengunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesadaran dari pelaku bahwa menyiramkan air keras kepada seseorang pasti akan menyebabkan luka berat pada tubuh," demikian bunyi siaran pers yang dibagikan di akun Twitter PSHK, dikutip Wartakotalive.com, Jumat (12/6/2020).

Secara hukum, hakim diberi kebebasan untuk menilai fakta dan hukum yang disajikan dari persidangan berdasarkan dakwaan yang diberikan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MA Nomor 510 K/Pid.Sus/20014, Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013, Nomor 68 K/Kr/1973, dan Nomor 47 K/Kr/1956.

Tanggapi Dakwaan 1 Tahun Penyiram Air Keras NB, Bambang Widjojanto: Keadilan Sedang Dirobek-robek

Perkenalkan, Yossy Kartika si Penjual Gorengan Cantik dari Yogyakarta yang Viral di Sosial Media

Jaksa telah mendakwa pelaku dengan dakwaan berlapis dan menempatkan Pasal 355 ayat (1) pada dakwaan pertama. Pasal ini memberikan ancaman hukuman 12 tahun penjara bagi pelaku kejahatan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, PSHK mendesak agar menyerukan hal-hal sebagai berikut :

Meminta hakim untuk mempertimbangkan fakta dan hukum secara cermat, dengan mengabaikan tuntutan jaksa, dan menghukum pelaku dengan Pasal 355 ayat (1) dengan ancaman pidana 12 tahun penjara yang tercantum dalam dakwaan pertama jaksa penuntut umum.

Kemudian mendesak kepada Jaksa Agung untuk mengevaluasi jaksa penuntut umum terkait dengan materi tuntutannya yang terindikasi keliru secara konsep hukum pidana.

Seanjutnya, mendesak kepada Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dan Kepolisian yang terkait dengan praktik pemberian tuntutan minimal yang berpotensi melemahkan perlindungan terhadap aparat penegak hukum dan upaya penegakan hukum secara umum, terutama terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat di institusi Pemerintah.

Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan

Tanggapi Dakwaan 1 Tahun Penyiram Air Keras NB, Bambang Widjojanto: Keadilan Sedang Dirobek-robek

Penyiram Air Keras Cuma Dituntut 1 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Novel Baswedan Sebut Sandiwara Hukum

Cuitan Sujiwo Tedo

Sementara itu, budayawan Sujiwo Tedjo membuat tulisan soal bagaimana hukum seharusnya berlaku di sebuah negara.

Kali ini Sujiwo Tedjo menyoroti bagaimana negara yang bisa berdaulat secara hukum.

"Di mata hukum semua orang sama. Entah kalau di kuping hukum, di hidung hukum dll. Indra tak cuma mata, Cuuuk.

Negara selain punya mata hukum, juga harus punya kuping hukum, hidung hukum, lidah hukum dan perabaan hukum. Itu baru negara yang utuh dan berdaulat panca indranya."

Sujiwo Tedjo pun berharap agar keadilan di negeri ini bisa tegak untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penguasa.

"Benahi yang lain-lain selain keadilan, keadaan akan tetap nggak beres-beres. Terurai di sini, kusut lagi di sana. Terurai di sana, kusut lagi di sini. Ruwet. Benahi keadilan, semua langsung beres karena pulihnya rasa percaya masyarakat terhadap penguasa," tandasnya

Tanggapan kuasa hukum

Diberitakan sebelumnya, TIm Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ronny Bugis, terdakwa kasus penganiayaan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, pidana penjara selama 1 tahun.

Di mana saat ini kondisi Novel Baswedan matanya mengalami buta akibat disiram keras oleh pelaku.

Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete didakwa  terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tuntutan ini terangsaja mengejutkan publik, karena dianggap terlalu ringan.

Apalagi, kedua terdakwa selama bertahun-tahun menjadi buronan.

 Minta Pimpinan KPK Kendalikan Pergerakan Novel Baswedan, IPW: Dia Terapkan Cara Aneh Periksa Nurhadi

 Mengakibatkan Mata Novel Baswedan Buta, Terdakwa Kasus Penyiraman Air Keras Dituntut 1 Tahun Penjara

Ronny Bugis, terdakwa penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Ronny Bugis, terdakwa penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Tim Advokasi Novel Baswedan juga menyoroti tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap dua terdakwa kasus penganiayaan penyidik KPK, Novel Baswedan.

Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete dituntut pidana penjara selama 1 tahun.

Mereka masing-masing melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.

Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, M Isnur, mengatakan upaya tuntutan terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir menunjukkan telah terjadi "sandiwara hukum" di persidangan.

 Sebut PLN Amatiran dan Tidak Terbuka, Roy Suryo Tantang Debat Ilmiah

 Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan

Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa secara bersama-sama dan melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa secara bersama-sama dan melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat akhirnya terkonfirmasi," kata Isnur, dalam keterangannya, Kamis (11/6/2020).

Menurut dia, tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan.

Terlebih serangan brutal tersebut menimpa Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru Penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," kata dia.

 Satu-satunya Alasan Jerinx SID Masih Perlu Dokter Karena Ganja Belum Dilegalkan di Indonesia

 Pesona Kecantikannya Tak Terbantahkan, dokter Reisa Broto Asmoro Kini Disebut Sosok Pemersatu Bangsa

Dia menjelaskan, sejak awal Tim Advokasi Novel Baswedan mengemukakan terdapat banyak kejanggalan dalam persidangan ini.

Pertama, dakwaan Jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya

Sebab, kata dia, Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan.

Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia.

"Sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujarnya.

Kedua, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan Jaksa di persidangan.

Dalam pantauan Tim Advokasi Novel Baswedan setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.

Dia mengungkapkan, tiga saksi itu juga diketahui sudah pernah diperiksa Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.

 Rizal Ramli Hanya Ingin Debat Berlangsung Terbuka, Bukan Diskusi Tertutup di Kantor Luhut Pandjaitan

 Jokowi Ingatkan Waspada Gelombang Kedua Corona, Ernest Prakasa: Gelombang Pertama Juga Belum Kelar

Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini.

"Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," kata dia.

Persidangan kasus ini juga menunjukan hukum digunakan bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman “ala kadarnya”, menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku.

 Tompi Jadi Trending Topik,Dikenal Pendukung Garis Keras Jokowi Kini Keluhkan Naiknya Tagihan Listrik

 Trauma Usai Kedua Orangtuanya Cerai, Aurel Hermansyah: Pipi Ajari Aku Hormati Mimi

"Padahal jelas menurut Pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendampingan hukum baru dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas," ujarnya.

Untuk itu, dia mengharapkan, majelis Hakim tidak larut dalam sandiwara hukum ini dan harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan.

Dia juga meminta, Presiden Joko Widodo untuk membuka tabir sandiwara hukum ini dengan membentuk Tim Pencari Fakta Independen.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved