Marak Isu Pemakzulan di Tengah Pandemi, Legislator PDIP: Tak Mudah Turunkan Presiden Pilihan Rakyat
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menanggapi maraknya isu pemakzulan Presiden yang berkembang akhir-akhir ini.
Dan, disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir (UU MD3, Pasal 213 ayat 1 dan Pasal 214 ayat 4) .
Persetujuan DPR ini selanjutnya dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), disertai bukti dan dokumentasi pelengkapnya.
"MK kemudian bersidang."
• Istana Respons PTUN Nyatakan Jokowi dan Menkominfo Melanggar Hukum Blokir Internet di Papua
"Dan bila MK menyatakan terbukti, maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR (UU MD3, Pasal 215 ayat 1)," jelasnya.
Setelah itu, MPR lalu melakukan sidang paripurna untuk memutuskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh DPR.
Hasanuddin mengatakan, keputusan MPR terhadap pemberhentian tersebut dinyatakan sah apabila diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota.
• Wacana Dana Haji untuk Stabilisasi Rupiah, PAN Ingatkan BPKH Hati-hati Kelola Uang Tamu Allah
Dan, disetujui oleh paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (UU MD3, pasal 38 ayat 3).
"Melihat komposisi koalisi fraksi-fraksi pendukung Presiden di DPR, rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau kemudian ada yang bercita-cita melengserkan Presiden pilihan rakyat," paparnya.
Bila kemudian ada aspirasi menurunkan Presiden lewat aksi anarkis di jalanan, Hasanuddin menegaskan hal tersebut melanggar UU, bahkan dapat dikenakan tindakan pidana makar.
• Pasar Tanah Abang Bakal Dibuka pada 5 Juni 2020 Jika PSBB di Jakarta Tak Diperpanjang
"Inilah demokrasi yang kita sepakati dan menjadi kesepakatan nasional."
"Diskusi ilmiah dengan norma akademis mengenai pemakzulan boleh-boleh saja, karena dijamin menurut undang-undang."
"Tapi kalau aksi anarkis minta Presiden diturunkan di jalanan, itu telah melanggar ketentuan," bebernya.
• Pimpinan KPK Tak Satu Suara Soal Fakta Penangkapan Nurhadi
Sebelumnya, mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Constitutional Law Society (CLS) mengadakan diskusi bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Namun, diskusi yang semula dijadwalkan diselenggarakan pada Jumat 29 Mei di Universitas Gadjah Mada itu, dibatalkan.
Pembatalan itu karena dari pembicara hingga moderator mendapat ancaman dari sejumlah orang.
• BREAKING NEWS: Dua Warga Poso Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
Berbagai teror dan ancaman dialami pembicara, moderator, narahubung, serta ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS).
Teror mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka. (Chaerul Umam)