Marak Isu Pemakzulan di Tengah Pandemi, Legislator PDIP: Tak Mudah Turunkan Presiden Pilihan Rakyat
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menanggapi maraknya isu pemakzulan Presiden yang berkembang akhir-akhir ini.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menanggapi maraknya isu pemakzulan Presiden yang berkembang akhir-akhir ini.
Isu ini bahkan menimbulkan kegaduhan tersendiri di tengah-tengah masyarakat, apalagi saat ini Indonesia masih bergulat melawan pandemi Covid-19.
"Tidak mudah menurunkan Presiden pilihan rakyat."
• UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 3 Juni 2020: 8.406 Pasien Sembuh, 28.233 Positif, 1.698 Wafat
"Proses pemakzulan Presiden cukup sulit," kata Hasanuddin kepada Tribunnews, Kamis (4/6/2020).
Hasanuddin menjelaskan, dengan konfigurasi koalisi partai politik saat ini, proses pemakzulan Presiden nyaris tak mungkin.
Bila memang terjadi, ia mengatakan mekanismenya DPR harus menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
• NEGARA Tanpa Korban Meninggal Akibat Covid-19 Semakin Menyusut Jadi 30, Ini Daftarnya
Untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam atau di luar negeri.
Bila, terdapat dugaan Presiden dan/atau Presiden melakukan pelanggaran hukum atau penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, maupun tindakan tercela (UU MD3, pasal 79 ayat 4) .
"Hak menyatakan pendapat ini diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR."
• UPDATE 3 Juni 2020: Berkurang 29 Orang, RS Wisma Atlet Kini Rawat 568 Pasien Positif Covid-19
"Dan bila memenuhi persyaratan administrasi dapat dilanjutkan dalam sidang paripurna," ujarnya.
Hasanuddin menegaskan, keputusan ini akan sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR."
"Dan minimal 2/3 dari jumlah itu menyetujuinya (UU MD3, pasal 210 ayat 1 dan 3).
• Jokowi Revisi Perpres 54/2020, Anggaran Covid-19 Membengkak Jadi Rp 677,2 Triliun
Bila keputusannya disetujui, kata dia, maka wajib dibentuk Panitia Khusus (Pansus) yang anggotanya terdiri dari semua unsur fraksi di DPR (UU MD3, pasal 212 ayat 2).
"Setelah Pansus bekerja selama paling lama 60 hari, hasilnya kemudian dilaporkan dalam rapat paripurna DPR," ucap Hasanuddin.
Ia menegaskan, keputusan DPR atas laporan Pansus dianggap sah bila anggota yang hadir minimal 2/3 dari jumlah seluruh anggota DPR.
• Dinas Pariwisata DKI Isyaratkan Dahulukan Buka Tempat Hiburan Outdoor, Ini Alasannya
Dan, disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir (UU MD3, Pasal 213 ayat 1 dan Pasal 214 ayat 4) .
Persetujuan DPR ini selanjutnya dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), disertai bukti dan dokumentasi pelengkapnya.
"MK kemudian bersidang."
• Istana Respons PTUN Nyatakan Jokowi dan Menkominfo Melanggar Hukum Blokir Internet di Papua
"Dan bila MK menyatakan terbukti, maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR (UU MD3, Pasal 215 ayat 1)," jelasnya.
Setelah itu, MPR lalu melakukan sidang paripurna untuk memutuskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh DPR.
Hasanuddin mengatakan, keputusan MPR terhadap pemberhentian tersebut dinyatakan sah apabila diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota.
• Wacana Dana Haji untuk Stabilisasi Rupiah, PAN Ingatkan BPKH Hati-hati Kelola Uang Tamu Allah
Dan, disetujui oleh paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (UU MD3, pasal 38 ayat 3).
"Melihat komposisi koalisi fraksi-fraksi pendukung Presiden di DPR, rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau kemudian ada yang bercita-cita melengserkan Presiden pilihan rakyat," paparnya.
Bila kemudian ada aspirasi menurunkan Presiden lewat aksi anarkis di jalanan, Hasanuddin menegaskan hal tersebut melanggar UU, bahkan dapat dikenakan tindakan pidana makar.
• Pasar Tanah Abang Bakal Dibuka pada 5 Juni 2020 Jika PSBB di Jakarta Tak Diperpanjang
"Inilah demokrasi yang kita sepakati dan menjadi kesepakatan nasional."
"Diskusi ilmiah dengan norma akademis mengenai pemakzulan boleh-boleh saja, karena dijamin menurut undang-undang."
"Tapi kalau aksi anarkis minta Presiden diturunkan di jalanan, itu telah melanggar ketentuan," bebernya.
• Pimpinan KPK Tak Satu Suara Soal Fakta Penangkapan Nurhadi
Sebelumnya, mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Constitutional Law Society (CLS) mengadakan diskusi bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Namun, diskusi yang semula dijadwalkan diselenggarakan pada Jumat 29 Mei di Universitas Gadjah Mada itu, dibatalkan.
Pembatalan itu karena dari pembicara hingga moderator mendapat ancaman dari sejumlah orang.
• BREAKING NEWS: Dua Warga Poso Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
Berbagai teror dan ancaman dialami pembicara, moderator, narahubung, serta ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS).
Teror mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka. (Chaerul Umam)