Bareskrim Polri Ungkap Ratusan Kilo Narkoba, LEPPAMI PB HMI: Gerakan Anti Narkoba Harus Digalakkan
Bareskrim Polri ungkap ratusan kilogram narkoba jaringan internasional diapresiasi LEPPAMI PB HMI.
Ternyata, baju gamis itu sengaja dipotong untuk kepentingan mencari barang bukti.
Hal ini diungkapkan A Dahlan, petugas Pusat Laboratorium Forensik yang bertugas memeriksa barang bukti perkara penganiayaan yang dialami suami Rina Emilda tersebut.
A Dahlan memberikan keterangan sebagai saksi di sidang perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan.
Sidang digelar di ruang sidang PN Jakarta Utara, Selasa (26/5/2020).
Sidang disiarkan secara langsung melalui aplikasi Youtube.
Saksi mengaku menerima enam barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara.
Barang bukti yang sudah dimasukkan ke dalam kardus itu diterima pada 12 April 2017, atau satu hari setelah insiden penyiraman air keras berlangsung.
Barang bukti itu berupa baju gamis, peci, potongan kayu, sandal, botol air mineral kemasan, dan mug.
Di persidangan, Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan barang bukti tersebut kepada saksi.
“Baju apakah seperti itu?” tanya Djuyamto, ketua majelis hakim menanyakan kepada A Dahlan.
“Betul,” jawab saksi A Dahlan.
“Robek?” tanya Djuyamto.
“Saya yang merobek, karena mengekstrak cairan di baju,” jawab saksi A Dahlan.
“Akhirnya terjawab sudah."
"Kemarin majelis bertanya-tanya."
"Jadi teka-teki ini kenapa ini robek terjawab untuk pemeriksaan,” kata Djuyamto.
Upaya mengekstrak itu dilakukan karena saat melakukan pemeriksaan, dia memegang baju itu berada dalam keadaan lembab.
Sehingga, dia memutuskan menggunting bagian kecil dari baju.
Setelah itu, dia melakukan pengetesan untuk mencari kandungan yang ada di pakaian tersebut.
Selain A Dahlan, terdapat tiga petugas forensik lainnya yang turut memeriksa barang bukti tersebut.
Menurut dia, upaya memotong barang bukti itu diperbolehkan, karena berniat untuk mengambil cairan yang menempel di baju tersebut.
Dia menjelaskan, upaya memeriksa barang bukti dilakukan untuk mengetahui apakah ada bahan kimia berbahaya.
Berdasarkan pemeriksaan, ditemukan bahan berbahaya berupa asam sulfat.
“Untuk mengetahui apakah ada bahan kimia berbahaya di dalamnya."
"(Ditemukan) ada bahan berbahaya."
"Dites melakukan PH Universal. PH 1."
"Dari pengukuran PH yang kami dapatkan itu asam."
"Asam jenis sulfat. H2SO4."
"Sifat asam sulfat mengeluarkan panas."
"Itu murni asam sulfat,” paparnya.
Dia mengungkapkan, asam sulfat tergolong bahan berbahaya.
Dia mengategorikan sulfat termasuk air keras.
Asam sulfat dapat ditemukan di laboratorium ataupun di aki mobil.
“Itu banyak ditemukan kalau di bengkel mobil seperti air aki,” ujarnya.
Majelis hakim sempat membacakan berita acara pemeriksaan atas nama A Dahlan.
“Di potongan baju terdapat kandungan asam sulfat sebesar 17,35 persen (v)."
"Terdapat kondisi pakaian lembab dan rapuh."
"Terdapat perubahan warna cokelat kehitaman pada bagian warna tertentu."
"Yang sekian persen (dari 17,35 persen) itu apa” tanya hakim.
“Air,” jawab A Dahlan.
Selain di baju yang dipakai Novel Baswedan, dia menambahkan cairan serupa ditemukan di lima barang bukti lainnya.
Berdasarkan pemeriksaan, di dasar mug ditemukan cairan berwarna kuning.
“Di baju bagian depan (bagian dada) basah."
"Di mug ada cairan."
"Topi (peci) lembab."
"Potongan kayu ada hitam-hitam, tetapi tidak tahu karena apa."
"Botol ada cairan di dinding."
"Di dasar mug ada sedikit warna kuning,” tambahnya.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kecewa atas jalannya persidangan perkara penyiraman air keras yang ia alami.
Dia melihat dan mengamati seolah-olah persidangan sedang membuat pembentukan opini di masyarakat mengenai peristiwa yang dialaminya.
Bahkan, Novel Baswedan melihat secara langsung jalannya persidangan saat memberikan keterangan sebagai saksi korban, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, April lalu.
"Saya melihat sepertinya sedang mengarahkan, membuat kesimpulan seolah penyerangan motif pribadi."
"Seolah penyerangan menggunakan air aki dan disiramkan ke badan, memercik sebagian ke muka."
"Tergambar demikian," kata Novel Baswedan di diskusi daring 'Menyoal Persidangan Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan' yang disiarkan melalui live streaming Facebook Page Sahabat ICW, Senin (18/5/2020).
Dia mengungkapkan sejumlah skenario yang terbentuk selama persidangan itu berlangsung.
Pertama, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, terdakwa pelaku penganiayaan dibuat seolah-olah mempunyai dendam kepada Novel Baswedan.
"Seolah-olah motif dendam pribadi. Seolah-olah, saya sudah melihat dan mengamati."
"Saya menggambarkan. Diarahkan dendam pribadi," ujarnya.
Kedua, terdakwa penganiayaan menyiram air aki ke arah Novel Baswedan setelah pulang dari menunaikan ibadah Salat Subuh di masjid dekat tempat tinggalnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Ada kesan digambarkan penyerang itu menggunakan air aki."
"Hal ini saya ketahui dakwaaan jaksa mengatakan demikian."
"Hakim mengatakan air aki."
"Ini aneh, karena sidang seharusnya membuktikan, tetapi ada kekompakan," tuturnya.
Ketiga, barang bukti berupa baju gamis yang dikenakan Novel Baswedan pada saat insiden penyiraman.
Dia mengungkapkan, ada bekas guntingan di baju tersebut.
"Baju di bagian depan ada bekas guntingan. Ini hal aneh."
"Saya membuka baju sendiri dan meletakkan di tempat kejadian perkara."
"Ini hal aneh. Kenapa barang bukti dipotong dan potongan di mana?"
"Ini upaya menyembunyikan fakta," tuturnya.
Keempat, pernyataan jaksa kepada Novel Baswedan di persidangan untuk menganalisa atau menjelaskan bagaimana kalau ada seseorang mengaku pelaku kejahatan, apakah akan memproses atau tidak.
"Jaksa bertanya kepada saya. Pertanyaan aneh. Walaupun itu bukan pertanyaan terkait fakta, tetapi analisa," ujarnya.
Melihat serangkaian kejanggalan itu, dia merasa khawatir sidang itu hanya sebagai formalitas.
"Dikhawatirkan sekadar sidang sehingga tidak ada lagi tuntutan, dan kepada yang bersangkutan diberi hukuman ringan (penjara) 2 tahun atau di bawah 2 tahun," ulasnya.
Dia mengkhawatirkan apabila di persidangan sudah ada skenario upaya untuk menghilangkan jejak pelaku intelektual atau otak pelaku penyerangan.
"Dugaan saya. Saya bisa memprediksi sidang ujungnya seperti apa, apabila kondisi kejanggalan dibiarkan situasi tetap seperti sekarang."
"Sidang hanya sebagai legalisasi memberikan sanksi kepada seseorang yang saya tidak tahu itu pelaku atau tidak."
"Saya menduga tidak. Menutupi perkara sebenarnya," tambahnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat. (CC/Wartakotalive.com/Glery Lazuardi/Tribunnews.com)