BPIP

Kepala BPIP Sebut Agama Musuh Pancasila, Yuk Simak Sejarah Pembentukan Sila 1 Pancasila

Kepala BPIP Sebut Agama Musuh Pancasila, Yuk Simak Sejarah Pembentukan Sila 1 Pancasila. Simak sejarah penting ini.

TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Sukarnoputri menghadiri acara diskusi Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju, menyambut Hari Ibu, di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Minggu (22/12/2019). 

KEPALA Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, membuat pernyataan kontroversial pada 1 bulan pertama jabatannya.

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta ini menyebut musuh terbesar Pancasila adalah agama.

Akibatnya para elit politik negeri ini angkat bicara, salah satunya Fadli Zon. 

Tidak tanggung-tanggung, Fadli Zon meminta Yudian dicopot. 

PROFIL Kepala BPIP yang Sebut Agama Musuh Terbesar Pancasila, Pernah Larang Mahasiswi Pakai Cadar

Yudian Wahyudi setelah dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala BPIP.
Yudian Wahyudi setelah dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala BPIP. (Twitter@BPIPRI)

Menyangkut agama dalam Pancasila, tercantum dalam sila ke 1 Pancasila

Bunyinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa

Nampaknya kita perlu memahami lebih dalam sejarah pembentukan sila pertama Pancasila ini. 

Dikutip dari laman unud.co.id, awalnya,  gagasan dasar negara dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang sila pertamanya berbunyi: Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Rumusan sila pertama itu kemudian diubah melalui sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi rumusan Pancasila yang seperti yang tercantum dalam UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada saat itu sila “Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak dianggap sebagai diskriminasi oleh karena hanya mengikat bagi pemeluk agama Islam

Yudian Wahyudi Sebut Agama Musuh Terbesar Pancasila, Fadli Zon Minta BPIP Dibubarkan

Bahkan, anggota BPUPKI yang beragama Kristen yaitu A.A. Maramis tidak berkeberatan dengan sila tersebut.

Namun yang dipikirkan oleh anggota BPUPKI tersebut tidak sama dengan yang pikirkan oleh kalangan masyarakat yang bergama lain.

Dia adalah seorang perwira utusan Angkatan Laut Jepang yang bertemu Bung Hatta pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945.

Perwira itu menyampaikan bahwa wakil-wakil umat Protestan dan Katolik yang berada dalam wilayah kekuasaan Angkatan Laut Jepang sangat berkeberatan dengan bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Mereka sadar bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, namun dengan mencantumkan ketetapan seperti itu dalam pembukaan dan dasar berdirinya suatu negara merupakan “diskriminasi” terhadap mereka golongan minoritas.

Ada Pancasila, BPIP Yakin Indonesia Tidak Bakal Pecah Seperti Suriah

Dalam buku autobiografi Bung Hatta disebutkan bahwa jika “diskriminasi” itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.

Bung Hatta adalah negarawan yang memiliki keterampilan memahami yang sangat baik.

Horizonnya  terhadap sila dalam Piagam Jakarta tersebut berdialog dengan horizon yang dimiliki oleh wakil-wakil dari umat Protestan dan Katolik dan kemudian menghasilkan yang disebut oleh ahli hermeneutik Gadamer, sebagai fusi horizon.

Horizon dari Bung Hatta bersifat terbuka sehingga ia membuka diri terhadap berbagai kemungkinan makna yang muncul dan berbagai kemungkinan akibat yang muncul di kemudian hari.

Keterbukaan horizonnya itu membuatnya melihat makna yang sebelumnya tidak terlihat.

Dalam autobiografinya, Hatta menyatakan bahwa kalau Indonesia tidak bisa bersatu, maka bisa dipastikan daerah-daerah di luar Jawa dan Sumatera (tempat domisili penduduk non-Muslim) akan kembali dikuasai oleh Belanda.

Rizieq Shihab Minta BPIP Dibubarkan Lalu Disuruh Mendagri Belajar Pancasila, Bagaimana Nasib FPI?

Tak lama waktu yang diperlukan oleh Hatta untuk memahami kekhawatiran dari kelompok-kelompok minoritas tersebut.

Ia memutuskan untuk membahas masalah tersebus pada sidang PPKI keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945.

Sebelum sidang dimulai, Hatta mengadakan pertemuan pendahuluan dengan 5 anggota PPKI lainya yaitu Ki Bagus Hadikoesoemo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan.

Pertemuan itu menyepakati untuk mengganti kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Rapat pendahuluan atas inisiatif Hatta itu menyetujui bahwa peraturan dalam kerangka syariat Islam, yang hanya mengenai orang Islam, dapat diajukan sebagai rancangan undang-undang ke DPR, yang jika diterima oleh DPR maka mengikat umat Islam Indonesia.

Sebut BPIP Badan Pengkhianat Ideologi Pancasila, Jimly Asshiddiqie Sarankan Rizeq Shihab Pulang

Rapat itu juga menyepakati bahwa hukum nasional berlaku untuk semua warga negara.

Perbedaan hukum antara penduduk yang beragama Islam atau beragama Kristen akan terdapat terutama dalam bidang hukum keluarga.

Dalam bidang hukum perdata lainnya seperti hukum perniagaan dan hukum dagang, berlaku hukum yang setara untuk semua penduduk.  

Ketika memasuki sidang pleno PPKI, usulah perubahan yang telah disetujui oleh 5 orang tadi dalam rapat pendahuluan sebelum sidang resmi, kemudian disetujui oleh sidang lengkap dengan suara bulat.

Inisiatif dari Bung Hatta itu dapat dikatakan menjaga semangat inti sari dari Pancasila yaitu Gotong Royong seperti yang diutarakan oleh Sukarno.

Sebut Singkatan BPIP Penghianat Pancasila, Mendagri: Rizieq Shihab Masih Perlu Belajar Pancasila

Dalam semangat kesetaraan dan kebersamaan, Hatta berjasa dalam memahami kehendak dari berbagai golongan masyarakat dan sehingga akhirnya dapat menghadirkan hukum publik yang bersifat nasional yang berlaku untuk seluruh penduduk.

Kesetaraan hukum nasional itu tidak memandang mayoritas dan minoritas.

Semangat dari pada pendiri bangsa dalam menyepakati nilai-nilai kesetaraan dan kebersamaan kini mendapat ancaman dari kelompok-kelompok yang memandang kelompok masyarakat lain sebagai warga yang statusnya lebih rendah sehingga harus dicaci maki jika warga dari kelompok ini ikut dalam pemilihan pejabat publik. 

Agar semangat gotong royong dalam Pancasila itu tetap terjaga ia harus dipertahankan dengan aktif.

Sudah saat mayoritas yang diam masuk ke ruang publik untuk menjadi Bung Hatta yang baru yang menjawab tantangan kekininian sama seperti halnya Bung Hatta yang juga telah menunaikan tanggung jawab sejarahnya. 

FADLI ZON MINTA BPIP DIBUBARKAN

ANGGOTA DPR Fadli Zon mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibubarkan.

Hal ini menyusul pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi, yang menyebut musuh terbesar Pancasila adalah agama.

"Kepala BPIP ini tuna sejarah n tak ngerti Pancasila."

"Ia membenturkan agama sbg musuh terbesar Pancasila."

"Bubarkan sajalah BPIP ini krn justru menyesatkan Pancasila n mengadu domba anak bangsa," tulis Fadli Zon di akun Twitternya @fadlizon, Rabu (12/2/2020).

Sebelumnya, Yudian Wahyudi mengatakan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, telah diterima oleh mayoritas masyarakat.

 Larangan Pemakaian Ganja untuk Kesehatan Bakal Digugat ke MK

Hal itu seperti tercermin dari dukungan dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah, sejak era 1980-an.

Namun, memasuki era reformasi, asas-asas organisasi termasuk partai politik boleh memilih selain Pancasila, seperti Islam.

Hal ini sebagai ekspresi pembalasan terhadap Orde Baru yang dianggap semena-mena.

 Pemprov DKI Ingin Larang Ondel-Ondel untuk Mengamen, Sejarawan Ingatkan Kejadian Tahun 1950-an

"Dari situlah sebenarnya Pancasila sudah dibunuh secara administratif," kata Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi kepada detik.com.

Belakangan, katanya, juga ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri, yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

Mereka antara lain membuat Ijtima Ulama untuk menentukan calon wakil presiden.

 Witan Sulaeman Main di Eropa, Klub Barunya Nyaris Sentuh Zona Degradasi

Ketika manuvernya kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politikus yang disokongnya, mereka pun kecewa.

"Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya."

"Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," ucap Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta ini.

 Wartawan Dipenjara karena Kritik Bupati Lewat Tulisan, Adian Napitupulu: Ini Kriminalisasi Jurnalis!

Sebagai kelompok mayoritas yang sebenarnya, lanjut Yudian, NU dan Muhammadiyah mendukung Pancasila.

Kedua ormas ini ia sebut tak pernah memaksakan kehendak.

Konsep Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk seperti Indonesia, Yudian melanjutkan, merupakan anugerah terbesar dari Tuhan.

 Roy Suryo: Anggota Polri 470 Ribu, Mosok Sudah Sebulan Cari Harun Masiku Tidak Ketemu?

Dari sisi sumber dan tujuan, ujarnya, Pancasila itu relijius.

Karena, paparnya, kelima sila yang terkandung di dalamnya dapat ditemukan dengan mudah di dalam kitab suci enam agama yang diakui secara konstitusional di republik ini.

"Tapi untuk mewujudkannya kita butuh sekularitas bukan sekularisme."

 Witan Sulaeman Gabung, Instagram Radnik Surdulica Langsung Diserbu Netizen Indonesia

"Artinya soal bagaimana aturan mainnya kita sendiri yang harus menentukannya," kata Yudian.

Ia pribadi mengaku menerima amanah sebagai Kepala BPIP menggantikan Yudi Latief yang mengundurkan diri pada Juni 2018, sebagai bentuk jihad dalam upaya mempertahankan NKRI.

Rizieq Shihab Minta BPIP Dibubarkan

Sebelumnya, melalui video yang disiarkan oleh Front TV, Imam Besar FPI Rizieq Shihab berpidato dalam milad ke-21 FPI.

Rizieq Shihab menyinggung soal pembentukan BPIP oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang justru diisi orang-orang yang tidak memahami hakikat dan esensi Pancasila.

 Wacana Bekasi Gabung Jakarta untuk Muluskan Jalan Jadi Gubernur DKI? Ini Kata Rahmat Effendi

Rizieq Shihab menjelaskan Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia, bukan pilar negara.

Namun, ada pihak yang menyebut Pancasila sebagai pilar negara, dan hal ini menunjukkan yang bersangkutan malah sama sekali tidak paham konstitusi.

Juga, katanya, gagal paham tentang dasar negara Republik Indonesia.

 Mengamen Sambil Gedor Kaca Mobil, Penghasilan Anak Punk Lebih dari Rp 250 Ribu per Hari

“Ironisnya justru rezim perselingkuhan antara komunis sosialis dan liberal kapitalis yang mulai berkuasa sejak reformasi laten kiri 1998, yang merasa paling NKRI dan paling Pancasilais."

"Telah dengan sengaja menggeser Pancasila yang berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa dari dasar negara menjadi pilar negara."

"Dan parahnya mereka sosialisasikan pergeseran ilegal dan inkonstitusional tersebut secara sistematis melalui lembaga-lembaga tinggi negara."

 Ibu Kota Pindah, Anies Baswedan Berharap Gedung Bekas Kantor di Jakarta Jadi Ruang Terbuka Hijau

"Bahkan melalui lembaga tertinggi negara,” tutur Rizieq Shihab melalui video yang disiarkan oleh Front TV langsung dari Makkah, Arab Saudi, Sabtu (24/8/2019).

"Lebih parahnya lagi, rezim yang tidak paham hakikat Pancasila ini telah membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang disingkat BPIP."

“Dengan anggota yang juga tidak paham esensi Pancasila, tapi digaji lebih dari Rp 100 juga per bulan tiap anggotanya."

 Rahmat Effendi Tantang Mahasiswa dan Akademisi Gelar Jajak Pendapat Wacana Bekasi Gabung Jakarta

"Hanya untuk menonton dagelan pengkhianatan pergeseran Pancasila dari dasar negara menjadi pilar negara,” paparnya.

Rizieq Shihab juga mengeluarkan kritikan tajam terhadap BPIP, bahkan menurutnya seharusnya dibubarkan.

Selain membuat boros negara, menurut Rizieq Shihab, BPIP juga sangat berbahaya bagi eksistensi Pancasila.

 Politikus Muda Ini Yakin Rahmat Effendi Menang Jika Maju Jadi Calon Gubernur DKI Jakarta

“Jangan salahkan orang saat ini menyebut BPIP adalah badan pengkhianat ideologi Pancasila, sehingga harus dibubarkan."

"Karena bukan saja pemborosan uang negara, tapi juga sangat berbahaya buat eksistensi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,” ucap Rizieq Shihab. (CC)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved