Rokok Elektrik
Ini Alasannya Mengapa Rokok Elektronik Perlu Dilarang
Rencana Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan melarang rokok elektronik di Indonesia menimbulkan banyak pertentangan di masyarakat
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok biasa pada penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun adalah 9,1 persen, meningkat bila dibandingkan pada 2013 yang di angka 7,2 persen.
Sementara itu, riset yang sama menemukan prevalensi perokok elektronik penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun mencapai 10,9 persen.
• 18 Hari Jenderal Idham Azis Jabat Kapolri, Mengapa Posisi Kabareskrim Tetap Kosong?
"Remaja lebih rentan terhadap nikotin daripada dewasa, yaitu efek neurotoksik pada prefrontal cortex yang akan mengganggu perkembangan fungsi kognitif, fungsi eksekutif, daya ingat, dan kendali emosi," tuturnya.
Tuti mengatakan prefrontal cortex merupakan bagian otak yang perkembangannya paling lambat hingga seseorang berusia 20 tahun.
Prevalensi perokok biasa dan perokok elektronik, jelas bertentangan dengan visi pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Karena itu, Tuti mengatakan rokok elektronik harus dilarang sebelum menimbulkan permasalahan yang sulit diatasi. Pemerintah Indonesia bisa mencontoh sikap negara-negara lain, yaitu melarang sebelum ada penelitian komprehensif yang menyatakan aman.
"Permasalahan yang timbul akibat rokok biasa saja saat ini sudah cukup sulit diatasi. Jangan sampai timbul masalah baru akibat rokok elektronik," katanya.
Tuti mengatakan pelarangan terhadap rokok elektronik bukan berarti kemudian rokok biasa dibiarkan. Yang harus dilakukan adalah rokok elektronik dilarang dan konsumsi rokok biasa ditekan.
Tekanan terhadap rokok biasa itu di seluruh dunia dilakukan melalui Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
• Sidang Gugatan Mantan Mentan Amran Sulaiman pada Majalah Tempo, Digelar Senin Ini Pukul 10.00
Indonesia, meskipun merupakan negara anggota WHO dan ikut ambil bagian dalam pembahasan FCTC, tetapi belum menjadi bagian dari negara pihak FCTC karena belum meratifikasi atau mengaksesinya.
Namun, untuk menekan konsumsi rokok, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengumumkan kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi pada 2020. (Antaranews/Dewanto Samodro)
