Revisi UU KPK
YLBHI: Tidak Keluarnya Perppu KPK Lonceng Kita Masuk Neo Orba
TIDAK dikeluarkannya Perppu KPK oleh Presiden Jokowi, dinilai sinyal Orde Baru lahir kembali.
TIDAK dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden Jokowi, dinilai sinyal Orde Baru lahir kembali.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati.
Menurutnya, tidak dikeluarkannya Perppu KPK harus dilihat dalam konteks yang lebih besar, yakni pelemahan pemberantasan korupsi akibat revisi UU KPK yang telah berlaku.
• Tak Terbitkan Perppu KPK, Jokowi: Kita Harus Tahu Sopan Santun dalam Bertata Negara
Dari hal tersebut, Asfinawati mengaitkannya dengan era Orde Baru ketika korupsi marak dilakukan.
"Menurut kami, tidak keluarnya Perppu adalah sebuah lonceng kita kembali ke Orde Baru atau masuk ke Neo Orba," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (3/11/2019).
Tidak hanya itu, Asfin menilai pelemahan pemberantasan korupsi hanya satu dari empat ciri khas Orde Baru yang muncul di awal pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
• Direktur Utama Bilang Iuran BPJS Kesehatan Lebih Murah Daripada Beli Pulsa, Begini Hitungannya
Ciri kedua, menurutnya adalah pemerintah yang hanya fokus kepada pembangunan fisik.
Menurutnya, hal itu juga dapat dilihat dari pidato kenegaraan Presiden yang banyak menyebutkan investasi dan pembangunan, tanpa menyebutkan HAM serta kepastian hukum.
Selain itu, Asfinawati menilai Jokowi juga banyak memasukan kalangan militer dan polisi ke dalam lembaga sipil pemerintahan.
• Surya Paloh Bertemu Presiden PKS, Jokowi: Mungkin dengan Saya Sudah Tidak Begitu Kangen
Menurutnya, hal itu adalah ciri ketiga dari Orde Baru.
Ia juga menilai pemerintahan Jokowi juga represif terhadap kebebasan berpendapat yang juga menjadi ciri terakhir Orde Baru.
Asfinawati mencontohkan, polisi menangkapi para peserta aksi May Day 2019 tanpa alasan yang jelas.
• MUI Nilai Istilah Manipulator Agama Ganti Radikalisme Tak Tepat, DPR Bakal Tanya Ahli Tata Bahasa
Selain itu, menurutnya kepolisian juga menggunakan cara represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa menolak revisi UU KPK, dan sejumlah UU bermasalah pada September 2019.
"Belum lagi kalau kita kaitkan dengan beberapa rancangan UU yang merepresi rakyat, maka sebetulnya ini adalah perulangan yang terjadi sebelum 1998 atau Orde Baru," beber Asfinawati.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah Presiden Jokowi tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).
• Dahulu Sebut Menteri Pencetak Uang, Kini Prabowo dan Sri Mulyani Akrab di Istana
Hal ini menyikapi pemberitaan di sejumlah media, Jumat (1/11/2019), yang mengatakan Jokowi takkan menerbitkan Perppu KPK, karena menghormati proses uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pak Presiden tadi bilang, loh kok pemberitaan tentang Perppu seperti itu?"
• Segera Jadi Kapolri, Idham Azis Bakal Serahkan Kasus Novel Baswedan kepada Kabareskrim Baru
"Jadi kemarin kan saya ada di situ juga," tutur Pratikno di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (2/11/2019).
"Maksud Pak Presiden itu intinya terkait dengan Perppu KPK itu adalah menghargai proses hukum yang berlangsung di MK," imbuhnya.
Pratikno menyayangkan sejumlah pemberitaan yang menulis Jokowi tidak akan menerbitkan Perppu KPK.
• Gerindra: Harta Prabowo Rp 1 Triliun, Masa Gaji Seuprit Diambil?
"Tadi dipesankan oleh Pak Presiden baca berita kok seperti itu?"
"Padahal yang ditekankan oleh Pak Presiden adalah menghargai proses hukum yang sedang berlangsung," jelasnya.
Dia menekankan, Jokowi masih dalam sikap menghormati proses uji materi yang berlangsung di MK.
• Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dikritik, Wakil Menteri Keuangan: Asuransi Swasta Bayar Berapa?
"Jadi isunya bukan tentang Perppu akan diterbitkan atau tidak, tapi beliau menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di MK."
"Biarkan proses hukum itu berlangsung, berjalan. Nanti masalah Perppu KPK itu urusan lain. Itu aja," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski banyak ditentang masyarakat.
• Tidak Tanya Kasus Novel Baswedan, Komisi III: Jokowi Saja Tak Mampu, Masa Kapolri Baru Bisa?
Jokowi melihat saat ini ada pihak yang melakukan proses uji materi UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan langkah tersebut harus dihargai oleh semua pihak, termasuk pemerintah.
"Jangan ada, orang yang masih proses uji materi, kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain (terbitkan Perppu)," papar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/10/2019).
• Jokowi Mulai Pilih Anggota Dewan Pengawas KPK Tanpa Panitia Seleksi, Dilantik Bareng Firli Bahuri CS
Menurutnya, dalam bernegara maupun bermasyarakat, harus saling menghargai satu dengan lainnya, dalam hal ini perlu menunggu hasil putusan dari Mahkamah Konstitusi.
"Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara," ujarnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya hanya bisa pasrah kepada Presiden Jokowi.
• Didanai Credit Saison, KoinWorks Makin Berkomitmen Dukung Penguatan Ekonomi Digital Indonesia
Ia menilai Perppu merupakan hak prerogatif Presiden.
"Jadi, terserah pada Presiden apakah akan memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan Perppu atau tidak."
"Itu menjadi domain dari Presiden," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/11/2019).
• Pemerintah Masih Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Meski Sudah Dinaikkan, Kelas 3 Harusnya Rp 131.195
Febri Diansyah menyebut hingga saat ini KPK tengah fokus meminimalisir efek kerusakan UU KPK yang baru.
Ia menilai hasil dari UU yang dikebut oleh DPR itu justru akan melemahkan KPK.
"Saat ini fokus KPK adalah meminimalisir efek kerusakan atau pelemahan yang terjadi di revisi undang-undang itu, yang kami kerjakan setiap hari melalui tim transisi," ungkap Febri Diansyah.
• Gerindra Bilang Prabowo Bakal Salurkan Gaji Menteri Pertahanan ke Yayasan Sosial dan Lembaga Zakat
Sementara, hakim MK telah menggelar sidang pengujian undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Agenda sidang perbaikan permohonan perkara diregistrasi dengan Nomor 57/PUU-XVII/2019.
Para pemohon berjumlah 190 orang, mayoritas dari mereka masih berstatus mahasiswa.
• Sekjen MUI: Kalau Melarang Cadar, Apakah yang Pakai Rok Mini dan Tak Bertutup Kepala Juga Dilarang?
Dikutip dari laman MK pada Selasa (22/10/2019), para pemohon memperbaiki alasan mengajukan permohonan terkait eksistensi dewan pengawas KPK.
Mereka menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan sesuai nasihat hakim di sidang pendahuluan.
Para pemohon menjelaskan dewan pengawas KPK merupakan suatu paradoks yang justru melemahkan pemberantasan korupsi.
• Jokowi Usul Istilah Radikalisme Diganti dengan Manipulator Agama, Setuju?
Menurut pemohon, pembentukan dewan pengawas dalam struktur KPK dilakukan pembentuk undang-undang sebagai upaya pengawasan KPK, sehingga lembaga itu tak memiliki kewenangan absolut.
Keberadaan dewan pengawas yang diatur UU KPK justru melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Kewenangan pengawas KPK telah melampaui batas pengawasan, karena dewan pengawas memiliki kewenangan izin terhadap penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
• Apa Hal Sangat Signifikan yang Ditemukan Tim Teknis Polri dalam Kasus Novel Baswedan?
Sehingga, hal ini di luar batas sistemik pengawasan, karena dewan pengawas bukan aparatur penegak hukum.
Selain itu, para pemohon mempertegas permohonan Pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.
• Menteri Agama Minta Imam Masjid Berdoa Pakai Bahasa Indonesia, Begini Respons Muhammadiyah
Kemudian, terkait kerugian konstitusional, para pemohon memasukkan uraian mengenai kerugian konstitusional antar-generasi, dan kerugian secara kolektif serta kerugian konstitusional individual.
Selain itu, para pemohon juga mengubah petitum permohonan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku sedang melakukan proses pemilihan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Novel Baswedan Pesimistis Kasusnya Terungkap, Berkaca dari Penghentian Perkara Buku Merah
Menurutnya, dalam memilih anggota Dewan Pengawas KPK yang berisi lima orang, ia turut mendengarkan aspirasi dari berbagai kalangan.
"Untuk pelantikan Dewan Pengawas KPK, nanti bersamaan dengan pengambilan sumpah pimpinan komisioner KPK yang baru."
• Pemerintah Masih Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Meski Sudah Dinaikkan, Kelas 3 Harusnya Rp 131.195
"Yaitu di Bulan Desember 2019," tutur Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Ada pun proses pemilihannya, kata Jokowi, untuk saat ini dilakukan penunjukan secara langsung olehnya, tanpa membentuk Panitia Seleksi (Pansel) seperti saat memilih Komisioner KPK.
"Untuk pertama kalinya tidak lewat Pansel, tapi percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," paparnya.
• Gerindra Bilang Prabowo Bakal Salurkan Gaji Menteri Pertahanan ke Yayasan Sosial dan Lembaga Zakat
Dewan Pengawas KPK merupakan amanat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Ketentuan tentang anggota dewan pengawas, terkait tugas, siapa yang bisa menjabat, hingga tata cara pemilihan, tertuang dalam Pasal 37A sampai 37G.
Dewan pengawas ini juga menggantikan keberadaan penasihat KPK.
• Sekjen MUI: Kalau Melarang Cadar, Apakah yang Pakai Rok Mini dan Tak Bertutup Kepala Juga Dilarang?
Salah satu tugas dewan pengawas yang mendapat sorotan adalah soal pemberian izin melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan, yang tertuang di Pasal 37 B ayat (1) huruf b. (Gita Irawan)