DPR 2014-2019 Cuma Sahkan 91 Undang-undang, Fahri Hamzah Bilang Pemerintah Sering Jadi Masalah
DPR mengklaim telah merampungkan 91 rancangan undang-undang (RUU) selama periode 2014-2019.
DPR mengklaim telah merampungkan 91 rancangan undang-undang (RUU) selama periode 2014-2019.
Jumlah itu disebut sangat kecil apabila dibandingkan jumlah RUU yang masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional) dan Prolegnas kumulatif.
Untuk diketahui, terdapat 189 RUU yang masuk prolegnas, dan 33 RUU yang masuk Prolegnas kumulatif selama periode ini.
• Pakar Hukum Tata Negara Ini Sebut Jokowi Otoriter Jika Terbitkan Perppu KPK, Begini Penjelasan Dia
Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah mengatakan, minimnya jumlah RUU yang dirampungkan tidak bisa hanya dipertanggungjawabkan oleh DPR, melainkan juga pemerintah.
Sebab, RUU dibahas oleh DPR dan pemerintah.
"Saya bilang RUU itu di Indonesia punya dua masalah."
• Polisi Somasi Ananda Badudu karena Bilang Begini Sambil Menangis, Dianggap Memprovokasi Masyarakat
"Satu, karena pembahasan sama pemerintah dan sering menjadi bagian dari masalah," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Menurut Fahri Hamzah, kadang sumber terhambatnya pengesahan RUU datang dari pemerintah, bukan dari DPR.
Salah satu contohnya, kata dia, RKUHP yang menurutnya pemerintah kurang menyosialisasikannya.
• Korban Tewas yang Ditabrak Kereta Baru Pulang dari Kampung Jenguk Orang Tua
"Misalnya kalau kita bilang KUHP, karena pemerintah sosialisasinya tak masif. Sebenarnya enggak bisa disalahkan pemerintah juga."
"Masa 15 tahun kita enggak paham juga bahwa ini sudah disosialisasikan."
"Tapi RUU di Indonesia ini punya masalah, karena dibahas bersama pemerintah."
• TAK Bakal Jabat Wakil Ketua DPR Lagi, Fadli Zon Ibaratkan Main Sepak Bola
"Kalau itu jadi kinerja DPR saja tentu kita salahkan DPR, tapi ini kan karya bersama," paparnya.
Lagi pula menurut Fahri Hamzah, menghitung kinerja DPR tidak hanya bisa dilakukan melalui jumlah RUU yang dihasilkan.
Undang-undang, katanya, merupakan produk politik yang penuh dinamika dalam pembahasannya.
• Agar Tak Difitnah Lagi, Petugas Ambulans DKI Kini Didampingi Satpol PP Jika Ada Unjuk Rasa
"Jadi enggak bisa kemudian kinerjanya dihitung dengan begituan."
"Makanya tolong teman teman ke depan kalau kita mau demokrasi lebih baik bukan dengan kita menilai DPR dengan cara seperti itu," ucapnya.
Sebelumnya, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis hasil kajian terkait evaluasi Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019 DPR.
• Bukan Fadli Zon Lagi, Ini Wakil Ketua DPR dari Gerindra yang Ditunjuk oleh Prabowo
Hasil evaluasi Formappi tersebut menyatakan buruknya kinerja DPR dalam melakukan fungsi legislasi.
Target kerja Rancangan Undang-undang (RUU) tahun ini tak mencapai target yang telah ditentukan.
Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, tidak tercapainya target DPR selama satu tahun ini menunjukkan kebobrokan kinerja lembaga legislatif tersebut.
• Sarapan Soto di Yogyakarta, Sandiaga Uno Temukan Tempe Setebal Lima Kartu ATM Digabung
"Secara umum bisa kita katakan sangat buruk DPR kalau dibandingkan dengan DPR sejak era reformasi."
"Seperti yang saya katakan tadi, ada tren kecenderungan yang terus menurun dari tahun ke tahun," ujarnya di kantor Formappi, Jalan Matraman Raya No 32B, Jakarta Timur, Jumat (23/11/2018).
Lucius Karus juga menjelaskan sejumlah persoalan yang hingga saat ini mewabah di tubuh DPR.
• Mantan Dirjen Otda Usul Pemerintah Bikin Aturan Kepala Daerah Dilarang Mundur
Pertama, terkait tarik ulur masa pembahasan RUU yang selalu dilakukan oleh anggota DPR.
Lucius Karus mengambil contoh target pengesahan RUU dari tahun ke tahun.
"Sejak tahun pertama bisa jadi tiga RUU yang disahkan. Tahun kedua itu sempat naik empat RUU. Tapi kemudian, dari situ terus turun sampai sekarang."
• Kemenag Bikin Kartu Nikah, Fahri Hamzah: Mungkin Kalau Dipakai Nonton Bioskop Dapat Diskon 20 Persen
"Sekarang sudah empat RUU dari 50 yang direncanakan. Tahun lalu ada enam yang disahkan dari 52 RUU," bebernya.
Selain itu, pada setiap pembahasan satu RUU, dikeluarkan anggaran sebesar Rp 8 miliar lebih. Hal ini dianggap Lucius Karus berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan anggota DPR.
"Jadi ini bagi saya praktik inefisiensi yang terus berlangsung di DPR."
• JOKOWI: Kerusuhan di Wamena Bukan Konflik Antar Etnis, Ini Ulah KKB!
"Tidak saja kemudian kita saksikan melalui pelaksanaan fungsi legislasi, tapi korupsi yang merajalela, pengawasan yang kemudian semakin melempem. "
"Itu yang kemudian tidak efektifnya kerja DPR dalam melakukan pengawasan," paparnya.
Hal tersebut yang kemudian dijadikan alasan kuat Lucius Karus menyatakan bahwa kinerja DPR dalam Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019 gagal.
• Yang Digugat Ternyata UU KPK Lama dan Bukan Hasil Revisi, MK Minta Mahasiswa Perbaiki Permohonan
"Jadi saya kira tidak ada yang patut dibanggakan dari DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya."
"Walaupun mereka selalu mengatakan tugas fungsi legislasi tidaklah kemudian menjadi tanggung jawab DPR saja, karena di sana ada juga pemerintah," tuturnya.
"Tapi bagaimanapun juga, Undang-undang Dasar mengatakan DPR itu memang legislator yang punya tugas utama membentuk undang-undang dan koordinasi."
"Untuk proses koordinasi pembahasan undang-undang itu ada di DPR," sambungnya. (Taufik Ismail)