Revisi UU KPK
Jokowi Setuju Pembentukan Dewan Pengawas KPK, tapi Bukan Dipilih DPR
SECARA khusus Presiden Jokowi mengungkapkan pendapatnya soal polemik perlu tidaknya pembentukan dewan pengawas bagi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penulis: |
Aturan ini tidak melihat kecanggihan dan kerumitan kasus korupsi yang terus berkembang.
• Polemik tentang penyadapan ini semestinya dibahas secara komprehensif, karena tidak hanya KPK yang memiliki kewenangan melakukan penyadapan.
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
• DPR memperbesar kekuasaannya yang tidak hanya memilih pimpinan KPK, tetapi juga memilih Dewan Pengawas.
• Dewan pengawas menambah panjang birokrasi penanganan perkara, karena sejumlah kebutuhan penanganan perkara harus izin Dewan Pengawas, seperti penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
4. Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
• Penyelidik KPK hanya berasal dari Polri, sedangkan penyidik KPK berasal dari Polri dan PPNS.
• Hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bagi KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.
• Lembaga-lembaga KPK di beberapa negara di dunia telah menerapkan sumber terbuka penyidik yang tidak harus dari kepolisian, seperti CPIB di Singapura, ICAC di Hongkong, MACC di Malaysia.
Lalu, Anticorruption Commision di Timor Leste, dan lembaga anti-korupsi di Sierra Lone.
• Selama ini proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK sudah berjalan efektif dengan proses rekrutmen yang terbuka yang dapat berasal dari berbagai sumber.
5. Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
• KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan korupsi.
• Hal ini berisiko mereduksi independensi KPK dalam menangani perkara.
Dan akan berdampak pada semakin banyaknya prosedur yang harus ditempuh, sehingga akan memperlambat penanganan perkara.