Kajian Ustadz Abdul Somad
Terungkap Waktu Boleh Menunaikan Zakat Fitrah dan Waktu Wajib Menurut Penjelasan Ustadz Abdul Somad
Selama ini, pemahaman tentang saat membayar zakat fitrah belum dipahami benar oleh sejumlah kalangan umat Islam padahal zakat fitrah wajib ditunaikan.
"Kalau saya kisahkan Nabi Muhammad SAW, nanti dibilang itu kan Nabi."
"Kalau saya kisahkan sahabat Nabi Muhammad SAW, itu kan sahabat nabi," katanya.
Karena itu, kata Ustadz Abdul Somad, dia sengaja membagikan kisah Buya Hamka, yang mulia.
"Kala itu, PKI sedang berkuasa dan mempunyai koran Lekra."
"Tuduhan keji diberikan oleh Pramoedya Ananta Toer."
"Buya Hamka dituduh novelnya itu plagiat diambil dari sastrawan Mesir, ditulis di Harian Lekra, PKI," katanya.
Menurut Ustadz Abdul Somad, Buya Hamka tidak melawan, diam.
"Akhirnya isu itu hilang, PKI jatuh, NKRI bangkit kembali tetap tegak berdiri."
"Setelah itu, datang seorang perempuan bermata sipit dengan suaminya, mualaf yang mau belajar Islam dengan sepucuk surat."
"Kamu siapa?"
"Saya disuruh ayah saya ke mari mengantar calon suami saya belajar Islam," kata tamu tak dikenal tersebut.
"Nama ayah kamu siapa?" tanya Buya Hamka.
• Ifan Seventeen Diancam Potong Leher Saat Buktikan Banjir TKA Kasar Bukan Isapan Jempol
Kemudian, dijawab bahwa ayahnya adalah Pramoedya Ananta Toer yang telah menjatuhkan nama Buya Hamka dengan cara menyebarkan fitnah dan kebencian itu ke seluruh dunia.
Menurut Ustadz Abdul Somad, mungkin, itu cara Pramoedya Ananta Toer minta maaf.
"Dia tak datang ke rumah Buya Hamka, tapi anak dan menantunya diutus bertemu dengan Buya Hamka untuk belajar Islam."
"Buya Hamka kemudian mengajarkan Islam tersebut, begitu mulianya beliau padahal fitnah luar biasa," kata Ustadz Abdul Somad, yang dikutip Warta Kota di Jakarta, Sabtu (1/6/2019).
Andai itu adalah dirinya, kata Ustadz Abdul Somad, dia tidak akan bersedia.
"Kau cari saja ustadz yang lain."
"Panas hati ini karena kalau hati panas mengajar orang tidak akan benar."
"Ternyata marah Buya Hamka itu melebur dengan maaf tanpa bekas kalau maaf masih berbekas, itu namanya bukan maaf," katanya.
"Kalau saya sebut Nabi, itu kan Nabi, saya sebut Abu Bakar, itu kan Abu Bakar, ada orang kita, Buya Hamka, urang awak."
"Tapi, jangan dibayangkan kalau Buya Hamka itu bukan orang yang tidak bisa marah."
"Saat naik kapal, berhenti kapal di pelabuhan di Padang, saat mau menjadi imam solat jamaah, ada pegawai kapal melarang solat jamaah karena di kapal solatnya di kamar masing-masing."
"Buya Hamka bangkit, orang itu pun disemprot dengan kemarahannya," katanya.
"Bahasanya tidak saya ubah, buka buku judulnya Ayah ditulis Irfan Hamka, yang menyaksikan hal tersebut, yang menengok Buya Hamka marah." katanya.
Buya Hamka ada saatnya marah, ada saatnya lunak, ada saatnya berkonfrontasi.
"Dalam soal qunut, lembut hati Buya Hamka diundang ke Jember, salat Subuh, Buya Hamka diangkatnya tangan, baca qunut sebagaimana dilakukan NU padahal biasanya tidak karena dia Muhammadiyah."
Hal itu dicontohkan untuk menjaga persatuan umat Islam.