Perguruan Tinggi yang Mahasiswanya Sedikit Bakal Digabung, Sekarang Diminta Sukarela, Nanti Dipaksa
PERGURUAN tinggi di Indonesia dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, mendapat perhatian dari Kemenristekdikti.
Penulis: Zaki Ari Setiawan |
PERGURUAN tinggi di Indonesia dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, mendapat perhatian dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Kemenristekdikti Totok Prasetyo mengatakan, keberadaan perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, diminta digabung dengan perguruan tinggi serupa.
Hal itu dilakukan lantaran jumlah perguruan tinggi di Indonesia tidak sesuai dengan rasio jumlah penduduk, dibandingkan dengan di Tiongkok.
• Kondisi Kejiwaan Adi Saputra Si Perusak Motor Dinyatakan Normal, Hukuman 6 Tahun Penjara Menanti
"Ada 4.703 perguruan tinggi di Indonesia, bandingkan dengan penduduk Indonesia ada 260-an juta. Di Cina ada 1,4 miliar penduduknya, perguruan tingginya ada 2.800-an, kita terlalu banyak," ucap Totok Prasetyo, setelah acara Forum Pembelajaran Kerja-Terpadu Pertama (1st Work-Integrated Learning Forum) di Prasetiya Mulya BSD, Selasa (12/3/2019).
"Angka partisipasi kasar kita baru 32 persen, berarti ada something wrong. Karena ada perguruan tinggi yang kecil-kecil, akademi yang enggak sampai 1.000 mahasiswa," imbuhnya.
Permintaan bergabung atau merger, diharapkan dapat membuat perguruan tinggi terkait dapat berkembang menjadi perguruan tinggi yang berkualitas.
• Andi Arief Ingatkan Karni Ilyas: Merasa Dekat dengan Polisi Bukan Berarti Bisa Lakukan Apa Saja
Meski saat ini masih meminta perguruan tinggi kecil untuk bergabung dengan sukarela, tidak menutup kemungkinan Kemenristekdikti akan tegas menindak perguruan tinggi kecil.
"Tapi yang kecil-kecil kan mungkin saja berkembang. Merger ini kita minta secara sukarela, tapi suatu saat nanti kita paksa," jelas Totok Prasetyo.
Menurut Totok Prasetyo, perguruan tinggi yang memiliki siswa tidak sampai seribu orang itu akan kesulitan dalam membiayai berbagai elemen di dalam universitas.
• Selamat dari Kecelakaan Maut Pesawat Ethiopian Airlines, Pria Ini Sempat Diperiksa Polisi
"Namanya universitas mahasiswanya kurang dari 1.000 itu pasti enggak sehat. Universitas syaratnya dulu ada 10 prodi, mahasiswanya 1.000 saja. 10 prodi itu kan 100, per-angkatannya berarti 25, biayai dosennya, belum pejabatnya banyak, membiayainya kan mahal," paparnya.
Ijazah Saja Tak Cukup
Sebelumnya, Menristekdikti Mohamad Nasir menuturkan, lulusan perguruan tinggi tidak bisa hanya mengandalkan ijazah. Namun, harus dibekali sertifikat kompetensi.
Hal tersebut disampaikan Nasir saat acara Peresmian Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi KH Bahaudin Mudhary (STIEBA) Madura, Sumenep, Jawa Timur, Senin (10/12/2018).
“Mereka yang lulus agar tidak hanya mengandalkan ijazah saja, tapi harus mendapatkan sertifikat kompetensi. Contohnya di STIEBA ini yang mendirikan jurusan akuntansi. Harapannya juga mendapatkan sertifikasi di bidang akuntansi,” papar Nasir.
• Kubu Prabowo-Sandi Tak Pernah Hadiri Sidangnya, Ratna Sarumpaet: Kok Tanyanya Sama Aku?
Saat ini, lanjut Nasir, akuntan publik, akuntan pemerintah, akuntan manajemen, juga akuntan pajak, sangat kurang Sumber Daya Manusia (SDM)-nya.
Bahkan, akuntan publik, menurut Nasir, banyak didominasi oleh akuntan dari luar negeri.
“Karena itu, kita di dalam negeri harus bisa memenuhi standarisasi itu,” ujarnya.
• Kata Andi Arief, Satu Jam Setelah Menang Pilpres, Prabowo akan Kasih Solusi Kasus Penculikan Aktivis
Hal tersebut, merupakan upaya dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, agar menyiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi.
Di mana, perlu melakukan penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa.
Termasuk, dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analytic, mengintegrasikan objek fisik, digital, dan manusia, untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan berdaya saing.
• Ratna Sarumpaet Menulis Buku Selama Mendekam di Penjara, Sebentar Lagi Terbit
“Saya mengapresiasi berdirinya STIEBA ini. Sesuai dengan keinginan Bapak Presiden, bagaimana pendidikan itu bisa menghasilkan SDM yang berkualitas, khususnya di Madura,” ucapnya.
Karena itu, lanjut Nasir, yang harus dilakukan adalah pendidikan yang sesuai kebutuhan industri, perusahaan, dan kebutuhan yang ada di masyarakat.
Universitas Ruko
Sumber daya manusia di Indonesia yang memiliki pendidikan tinggi, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan tenaga kerja yang berpendidikan menengah atas.
Hal itu diungkapkan Menteri Kooordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dalam pemaparannya di Kongres Teknologi Nasional, di Gedung Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin (17/7/2017).
Itu pun, kata dia, masih dipertanyakan almamater perkuliahan dari sarjana-sarjana tersebut. Tidak jarang, kata dia, banyak sarjana dari universitas 'ruko' di berbagai daerah.
• Ratna Sarumpaet Ajukan Pemohonan Sebagai Tahanan Kota Lagi, Kali Ini Penjaminnya Fahri Hamzah
"Hanya lima persen Indonesia punya sarjana, itu juga masih dipertanyakan. Mereka lulusan universitas beneran apa yang ada di universitas 'ruko'? Ini juga jadi kendala kita," tuturnya.
"Saya lihat itu di televisi. Ditanya kapan sidangnya, dia enggak tahu. Ditanya pelajaran apa yang disuka, enggak tahu juga. Ini kan masalah jadinya," sambung Luhut Panjaitan.
Warga negara yang sudah masuk dalam usia kerja, lanjut Luhut Panjaitan, sudah seharusnya memiliki pendidikan tinggi sebelum bekerja, sehingga terdapat daya saing dan dapat mengembangkan ide kreatifnya dalam dunia kerja.
Dengan begitu, kata Luhut Panaitan, bukan tidak mungkin dalam beberapa waktu ke depan, Indonesia dapat menjadi negara maju nomor lima di dunia, sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa. (*)