Penyerangan Pegawai KPK

Ini Profil Gubernur Lukas Enembe Simpatisan Jokowi Pemicu KPK Kena Denda Adat Rp 10 Triliun

Ini Lukas Enembe, Gubernur Papua Yang Simpatik ke Jokowi, dan Bikin KPK Didenda Adat Rp 10 Triliun

KOMPAS.com/Ihsanuddin
Gubernur Papua Lukas Enembe usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). 

GUBERNUR Papua, Lukas Enembe, membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkena denda adat Rp 10 triliun. 

Ya, KPK dinilai masyarakat adat Papua berupaya melakukan kriminalisasi dan pembunuhan karakter terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dan jajarannya. 

Masyarakat adat Papua yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu Bela Papua menjatuhkan sanksi berupa denda adat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebesar Rp 10 Triliun.

KPK dinilai oleh masyarakat adat Papua telah berupaya melakukan kriminalisasi dan pembunuhan karakter terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dan jajarannya.

Pembunuhan karakter itu dilakukan pegawai KPK dalam peristiwa di Hotel Borobodur, Sabtu (2/2/2019) lalu.

KPK Dijatuhkan Denda Adat Rp 10 Triliun karena Dinilai Berupaya Mengkriminalisasi Gubernur Papua

Pengeroyokan Pegawai KPK, Masyarakat Adat Papua Denda KPK Rp 10 Triliun

Peristiwa itu berujung pelaporan dugaan pengeroyokan pegawai KPK oleh pegawai Pemprov Papua.

Saat itu penyelidik KPK berupaya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dan jajarannya, yang sedang menggelar rapat evaluasi anggaran bersama DPRD Papua dan Kemendagri.

Demo sejumlah orang di Papua memprotes tindakan KPK terhadap Gubernur Papua.
Demo sejumlah orang di Papua memprotes tindakan KPK terhadap Gubernur Papua. (istimewa)

Namun OTT yang dilakukan penyelidik KPK tanpa bukti permulaan yang cukup itu gagal.

Hingga berujung pelaporan adanya pengeroyokan terhadap penyelidik KPK di sana oleh pegawai Pemprov Papua ke Polda Metro Jaya.

Karena pelaporan itu, Pemprov Papua melaporkan balik KPK atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik sesuai UU ITE.

Bayi Bernama Joko Widodo Maruf Viral: Semoga Pintar dan Saleh Seperti Kedua Beliau

Istri Ungkap Mandala Shoji Bagikan Alquran di Penjara, Satu Sel Dikasih Satu

Kuasa Hukum Pemprov Papua Sfefanus Roy Rening mengatakan putusan denda adat Rp 10 Triliun kepada KPK ini ditandai dengan unjuk rasa dan demo oleh seribuan masyarakat adat Papua di depan Kantor Gubernur Papua, Rabu (13/2/2019) lalu.

Mereka memprotes upaya kriminalisasi Gubernur Papua oleh KPK yang juga dianggap sebagai upaya pembunuhan karakter terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.

Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun.
Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun. (Istimewa)

KPK Harus Merespon Sanksi Denda Adat Agar Pemberantasan Korupsi di Papua Maksimal

Ini Konsekuensi Jika KPK Tak Bayar Denda Adat Rp 10 Triliun dari Masyarakat Adat Papua

Karenanya masyarakat adat berunjuk rasa sebagai bentuk dukungan terhadap Gubernur Papua, yang dinilai telah menjadi korban kesewenang-wenangan KPK.

"KPK dianggap telah mempermalukan Gubernur Papua Lukas Enembe yang merupakan salah satu kepala suku besar di wilayah hukum adat Papua," kata Roy.

"Masyarakat adat Papua marah karena harkat, martabat, dan wibawa pemimpin mereka telah direndahkan oleh KPK," imbuh Roy kepada Warta Kota, Minggu (17/2/2019).

Denda KPK Dari 5 Wilayah Hukum Adat

Roy mengatakan denda adat masih berlaku di Papua meliputi 5 wilayah hukum adat yakni Ahim Ha, Lapago, Meepago, Mamta dan Saeran.

Denda adat ini kerap diterapkan masyarakat adat Papua untuk menyelesaikan sejumlah masalah diantara warga mulai dari pencemaran nama baik, perkawinan, perebutan hak hingga perang suku.

Secara konstitusi katanya denda adat ini diakui di Indonesia berdasarkan Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4.

Bunyinya menyatakan negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun.
Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun. (Istimewa)

Filsuf UI Murid Rocky Gerung : Turunkan Saja Kefilsafatan Anda Dari Filsuf Jadi Ahli Propaganda

Filsuf UI Minta Polisi Lupakan Kasus Kitab Suci Fiksi Rocky Gerung Saat Diminta Jadi Saksi Ahli

Polisi Minta Filsuf UI Jadi Saksi Ahli Kasus Kitab Suci Fiksi Rocky Gerung, Jawabannya Mengejutkan

"Dalam konteks hukum adat, KPK dianggap oleh masyarakat adat Papua yang mencermati kasus ini sejak awal, telah mempermalukan pemimpin mereka Gubernur Papua," ujar Roy.

Karenanya KPK harus merespon putusan masyarakat adat dengan berkomunikasi kepada para pemimpin suku di masyarakat adat Papua.

Sebagai penegak hukum, kata Roy, KPK harus hadir ke Papua atas putusan denda adat ini dan memiliki kewajiban menyelesaikannya.

KPK bisa berkomunikasi dengan masyarakat adat Papua melalui Majelis Rakyat Papua atau MRP sebagai lembaga kultural, atau pihak lain.

"Intinya KPK sebagai penegak hukum mesti mengkomunikasikan sanksi denda adat ini ke masyarakat adat Papua," kata Roy.

Dengan mengkomunikasikan denda adat ke masyarakat adat Papua, kata Roy, KPK bisa menjelaskan permasalahan ini hingga menegosiasikan sanksi denda adat yang diberikan.

"KPK bisa meminta maaf kepada masyarakay adat Papua atas yang dilakukannya, juga meminta maaf ke Gubernur Papua.

Jika KPK tidak merespon denda adat yang dijatuhkan masyarakat adat Papua, kata Roy maka ada konsekuensi yang akan diterima KPK.

Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 Triliun.
Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 Triliun. (Istimewa)

KPK Dijatuhkan Denda Adat Rp 10 Triliun karena Dinilai Berupaya Mengkriminalisasi Gubernur Papua

" Yakni penegakan hukum oleh KPK di Papua tidak akan efektif. Pemberantasan korupsi oleh KPK di Papua, tidak akan berjalan maksimal. Sebab masyarakat Papua sudah tidak percaya, akibat KPK tidak mentaati dan menghormati serta mengkomunikasikan denda adat yang diputuskan oleh masyarakat adat Papua kepadanya," kata Roy.

Seperti diketahui akibat peristiwa di Hotel Borobudur, Sabtu (2/2/2019) tengah malam lalu, KPK dan Pemprov Papua saling melaporkan tindak pidan ke Polda Metro Jaya.

KPK melaporkan dugaan pengeroyokan terhadap penyelidiknya oleh pegawai Pemprov Papua ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, sesuai Pasal 170 KUHP, serta Pasal 211 KUHP dan atau Pasal 212 KUHP tentang menghalang-halangi petugas negara, Minggu (3/2/2019).

Saat itu pegawaI KPK sedang ditugaskan untuk melakukan pengecekan lapangan merespon laporan masyarakat tentang adanya indikasi korupsi saat rapat evaluasi anggaran Pemprov Papua digelar di sana.

Kuasa hukum Pemprov Papua Stefanus Roy Rening usai bertemu penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (11/2/2019).
Kuasa hukum Pemprov Papua Stefanus Roy Rening usai bertemu penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (11/2/2019). (Wartakotalive/Budi Sam Law Malau)

Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Fakta Suara yang Diincar Jokowi-Maruf Lari ke Prabowo-Sandi

Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Jokowi-Maruf Dalam Posisi Tertekan, Simak Selengkapnya

Dalam rapat, hadir Gubernur Papua Lukas Enembe serta jajarannya, anggota DPRD Papua dan pihak Kemendagri.

Penyidik sudah menaikan status laporan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Karena dianggap sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana pengeroyokan.

Sebaliknya Pemprov Papua melaporkan balik KPK atas tindak pidana di bidang ITE dan/atau pencemaran nama baik dan/atau fitnah melalui media elektronik Pasal 27 ayat (30) juncto Pasal 45 ayat (3) dan/atau Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1) No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2018 tentang ITE.

Laporan tercatat dengan nomor LP/716/II/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 4 Februari 2019.

 Simpatik ke Jokowi

Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe pernah menunjukkan rasa simpatiknya kepada Presiden Jokowi ketika melakukan divestasi saham .

Ya, bagaimana profil Lukas Enembe pun kini banyak jadi pertanyaan orang. 

Maka mereka yang ingin tahu sosok Lukas Enembe sebaiknya membaca tulisan ini. 

Hal itu ditunjukkan Lukas Enembe usai bertemu Presiden Jokowi di Kantor Presiden pada Kamis (29/11/2018)

"Presiden Jokowi menekankan, kita harus hati-hati soal keberpihakan kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika. Jangan sampai ada orang lain masuk secara gelap," ujar Lukas saat dijumpai usai bertemu Presiden.

"Kami bangga. Pikiran kita kemarin, Presiden tidak perhatikan. Ternyata memang sungguh-sungguh berada di pihak ke masyarakat Papua," lanjut Lukas Enembe.

Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal menjelaskan, pernyataan ini merujuk pada divestasi saham yang terjadi pada era 90'an oleh para konglomerat Indonesia.

Presiden Jokowi memegang payung sendiri bersama Menteri BUMN Rini Soemarno dan Gubernur Papua Lukas Enembe
Presiden Jokowi memegang payung sendiri bersama Menteri BUMN Rini Soemarno dan Gubernur Papua Lukas Enembe (istimewa)

KPK Harus Merespon Sanksi Denda Adat Agar Pemberantasan Korupsi di Papua Maksimal

Ini Konsekuensi Jika KPK Tak Bayar Denda Adat Rp 10 Triliun dari Masyarakat Adat Papua

KPK Dijatuhkan Denda Adat Rp 10 Triliun karena Dinilai Berupaya Mengkriminalisasi Gubernur Papua

"Supaya 10 persen saham itu murni dimiliki dan dinikmati oleh orang Papua. Jangan bawa-bawa nama orang Papua, bikin PT ini itu, tahu-tahu di belakangnya itu konglomerat siapa, tikus siapa. Itu maksudnya Presiden," ujar Klemen.

"Karena dulu kan divestasi Freeport ini kan awalnya sudah dimulai, tapi kan terjadi situasi itu. Nah sekarang yang kedua ini kita harap lebih benar. Benar-benar 51 persen itu buat masyarakat Indonesia dan 10 persen dari itu untuk masyarakat Papua. Tidak ada embel-embel di dalamnya si A, si B, si C," lanjut dia.

Diketahui, PT Bakrie Investindo sempat membeli 10 persen saham Freeport seharga sekitar 213 juta dollar Amerika Serikat, tepatnya Desember 1991. Namun, 2,5 tahun kemudian, tepatnya awal 1997, Bakrie melego sahamnya di Freeport ke kelompok usaha Nusamba melalui mekanisme utang. 

Memasuki krisis moneter 1998, Nusamba menyatakan tidak sanggup lagi membayar utang. Sebagai penjamin, akhirnya Freeport McMoran pun mengambil alih saham dan melunasi utangnya. Klemen menegaskan, Pemerintah Provinsi Papua konsisten mengawal agar pembagian 10 persen saham bagi pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik.

"Kami pun konsisten dan komitmen tadi. Kami akan buktikan bahwa itu benar. Ini kebanggaan bagi rakyat Indonesia bahwa sudah puluhan tahun, baru kali ini di bawah Presiden Jokowi bisa menekan untuk divestasi saham 51 persen di mana amanat undang-undang pasal 33 UUD 1945," lanjut Klemen.

Terang-Terangan Dukung Jokowi

Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe juga satu-satunya gubernur yang terang-terangan mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 (Jokowi-maruf).

Dikutip dari kompas.com, Lukas meyakini keputusannya untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf akan diikuti seluruh masyarakat Papua.

"Harga mati, bungkus, 3 juta suara kita kasih semua ke Jokowi," kata Lukas seusai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubernur Papua, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Gubernur Papua dua periode ini mengatakan mendukung Jokowi karena Jokowi mengerti masalah Papua.

Hal tersebut, menurut dia, sudah dibuktikan selama empat tahun terakhir pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan.

"Semua presiden tidak mampu menyelesaikan provinsi Papua. Itu kami catat. Yang terbaik Pak Jokowi, semua persoalan di Papua dia memahami," ujar Lukas.

Lukas menambahkan, tidak ada strategi khusus untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf di Papua.

Ia meyakini, dengan pernyataannya yang akan mendukung Jokowi-Ma'ruf, maka seluruh rakyat Papua akan ikut mendukung pasangan petahana itu.

"Caranya saya bicara ini sudah, selesai, bungkus, semua ikut," kata dia.

Lukas yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Papua ini mengaku siap diberi sanksi oleh partainya karena berbeda sikap di Pilpres 2019.

Pasalnya, Partai Demokrat mengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Sanksi silakan saja," ujarnya.(Bagian tulisan ini selengkapnya lihat di link ini)

 Profil Lukas Enembe

 Lukas Enembe memulai kariernya dari birokrat, baru kemudian terjun ke dunia politik. Dia pernah menjabar dari mulai Wakil Bupati hingga Gubernur Papua (sekarang).

Lukas Enembe memiliki nama asli Lomato Enembe.

Dia lahir di kampung Mamit Distrik Kombu, Tolikara, Papua pada 27 Juli 1967.

Lukas Enembe menyelesaikan pendidikan tingginya di FISIP Universitas Sam Ratulangi, Manado saat berusia 28 tahun.

Lulus kuliah, ia masuk pegawai negeri. Diawali sebagai CPNS hingga menjadi PNS di Kantor Sospol Kabupaten Merauke.

Presiden Jokowi memanggil Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Asmat Elisa Kambu dan Bupati Nduga Yairus Gwijangge ke Istana Bogor, Selasa (23/1/2018). Pemanggilan ini dilakukan untuk membahas wabah penyakit yang sudah menewaskan puluhan balita di Asmat. (KOMPAS.com/Ihsanuddin)
Presiden Jokowi memanggil Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Asmat Elisa Kambu dan Bupati Nduga Yairus Gwijangge ke Istana Bogor, Selasa (23/1/2018). Pemanggilan ini dilakukan untuk membahas wabah penyakit yang sudah menewaskan puluhan balita di Asmat. (KOMPAS.com/Ihsanuddin) (Kompas.com)

Krisdayanti Ketahuan Nyabu di Kamar Sampai Anang Hermansyah Menjerit Histeris

Anak Hendropriyono Sebut Jokowi VS Prabowo Persis Pacquaio Vs Oscar de la Hoya di Debat Capres Kedua

Debat Capres Kedua, Jokowi Klaim Tak Ada Konflik Pembebasan Lahan di infrastruktur, Ternyata Salah

Tak lama setelah itu, Lukas memulai karier politiknya sebagai Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya mendampingi Eliezer Renmaur sejak 2001.

Suami dari Yewuce Enembe ini kemudian terpilih sebagai Bupati Kabupaten Puncak Jaya saat berusia 40 tahun.

Lalu, pada 2013 ia mengemban jabatan yang jauh lebih besar yakni sebagai Gubernur Papua dengan wakilnya Klemen Tinal untuk periode 2013-2018.

Dalam karier politiknya, ia bergabung dengan Partai Demokrat.

Lukas adalah gubernur ketiga yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Papua.

Ia dikenal sebagai pemimpin yang pluralis dan moderat.

Lukas mampu meningkatkan hubungan antara pemimpin lain dari berbagai kelompok dan agama.

Setelah menjabat selama 5 tahun, ayah 3 anak ini kembali terpilih bersama Klemen Tinal sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua untuk periode 2018-2023.

Mereka menang telak dengan meraih 1.939.539 suara atau 67,54 persen suara.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved