Kisah Mariyani Wanita Minang yang Menikah dengan Tentara Soekarno
Untuk menafkahi kedua anaknya, Mariyani bekerja di pasar sebagai penjahit pakaian. Kadang ia keliling kampung menjajakan pakaian hasil jahitannya.
Penulis: AchmadSubechi | Editor: AchmadSubechi
Untuk menafkahi kedua anaknya, Mariyani bekerja di pasar sebagai penjahit pakaian. Kadang ia keliling kampung menjajakan pakaian hasil jahitannya.
Ketika perang PRRI meletus, Mariyani lebih banyak tinggal di pasar, menjalankan pekerjaannya sebagai penjahit.
Dua anaknya bernama Sudirman dan Marnis, dia rawat apa adanya. Kadang, Sudirman dititipkan ke rumah neneknya di desa.
Suatu saat datanglah seorang kopral TNI AD ke lapak jahitannya. Lelaki itu menjahitkan pakaian komandannya yang robek.
Pulang dari pasar sang kopral bercerita kepada atasannya bahwa penjahitnya adalah seorang wanita dan mempyunyai dua anak yang masih balita.
Tergerak hatinya, pembantu letnan satu Witomo Kerto Suwito, esoknya pergi ke pasar bersama sang kopral.
Dua anak kecil itu diajaknya bermain. Rupanya, Witomo adalah pria yang sangat senang dengan anak-anak.
Sesekali kedua anak itu diajaknya ke asrama tentara menginap disana selama beberapa hari. Setahun ketika para prajurit TNI dari Jawa hendak ditarik, Witomo meminta izin agar kedua anak Mariyani dibawa ke Jawa untuk di sekolahkan.
Sebagai seorang ibu, tentu saja dia tidak mau. "Kalau suka sama anak-anak saya, kenapa enggak sekalian sama ibunya dibawa ke Jawa," kenang Mariyani.
Akhirnya, keduanya sepakat menikah secara resmi dan mereka tinggal di asrama tentara di Teluk Bayur.
Saat perang sudah reda, akhirnya mereka pindah ke kota Malang. Di kota Malang, ternyata Witomo ketahuan sudah memiliki tiga orang istri dan beberapa orang anak.
Apa boleh dikata, sudah terlanjur basah, Mariyani pasrah akan nasibnya. Tidak lama tinggal di Malang, suaminya kemudian dimutasi ke Surabaya.
Ada banyak kisah menarik selama menjadi istri tentaranya Soekarno. Ketika itu para tentara sangat idealis dan orientasinya memperjuangkan rakyat kecil.
Ketika itu Witomo tinggal di rumah kontrakan di Jalan Pacarkembang Gang 1, Surabaya. Sehari-hari ia berangkat ke kantor mengendarai mobil jip GAZ buatan Rusia.
Biasanya menjelang lebaran, Witomo bersama ajudannya pergi ke sejumlah pabrik lemon, pabrik minyak dan pabrik roti.