Kisah Mariyani Wanita Minang yang Menikah dengan Tentara Soekarno

Untuk menafkahi kedua anaknya, Mariyani bekerja di pasar sebagai penjahit pakaian. Kadang ia keliling kampung menjajakan pakaian hasil jahitannya.

Penulis: AchmadSubechi | Editor: AchmadSubechi
ist
Mariyani, wanita asal Minang yang dinikahi tentara Presiden Soekarno. 

WARTA KOTA, PALMERAH--Sorot matanya menerawang jauh entah kemana. Tangan kirinya terpasang dua jarum infus di ruang bougenville, di Rumah Sakit Umum Dr Mohammad Soewandhie, Surabaya.

Adalah Mariyani. Usianya sudah 82 tahun. Daya ingatnya masih tinggi. Wanita asal Desa Paguh Dalam, Kurai Taji, Pariaman, Padang, Sumatera Barat, menjadi salah satu saksi penumpasan pasukan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Waktu itu, di jaman Presiden Soekarno berkuasa, lahirlah gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958.

Ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, membuat Soekarno berang.

Celakanya lagi, gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Tepat tanggal 17 Februari 1958 kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI.

Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya otonomi daerah yang lebih luas.

Selain itu ultimatum yang dideklarasikan itu bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih merupakan protes mengenai bagaimana konstitusi dijalankan.

Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.

Dan sebelumnya bibit-bibit konflik tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat dan Riau yang kala itu masih mencakup wilayah Kepulauan Riau, dan Jambi (sekarang).

Pertentangan ini dianggap sebagai sebuah pemberontakan oleh pemerintah pusat. Dan pemerintah pusat menganggap ultimatum itu merupakan proklamasi pemerintahan tandingan.

Akhirnya mereka ditumpas dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia. Pasukan-pasukan itu dikirim dari Jawa.

Mariyani adalah satu diantara sekian banyak wanita Minang yang dinikahi oleh tentara Soekarno dan dibawa pulang ke Jawa usai peperangan.

"Sejak kecil saya sudah merantau ke Padang. Ikut paman saya. Di Padang pekerjaan saya membantu paman membersihkan rumah, mulai dari menyapu hingga mengepel," kenangnya.

Ketika dewasa, Mariyani menikah dengan seorang pria Minang, tetangga kampungnya. Pekerjaan suaminya adalah saudagar emas.

Saat anaknya masih di kandungan, Mariyani dicerai sama suaminya. Beberapa tahun kemudian, ia menikah lagi dengan seorang pria asal Minang. Kejadian serupa kembali terjadi.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved