Hizbut Tahrir Indonesia: Pemerintah Menjadi Polisi, Jaksa, Hakim, Sekaligus Petugas Lapas
Kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dinilai tidak patut.
Penulis: |
WARTA KOTA, PALMERAH - Kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dinilai tidak patut.
Sebab, pembubaran ormas tersebut dilakukan tanpa melalui proses hukum sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang diubah dengan Perppu 2/2017.
Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan, pemerintah menjadi satu-satunya pihak yang secara absolut menilai, menuduh, mengadili, dan memvonis HTI bertentangan dengan Pancasila.
Baca: Pamela Bowie Cuma Wajib Bawa Satu Alat Kecantikan Ini Setiap Hari
"Sekarang ini jalan kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab. Kami dituduh dan tak diberi kesempatan membela diri. Adab di mana itu?" kata Ismail kepada wartawan, Minggu (23/7/2017).
Pemerintah membubarkan HTI setelah mengeluarkan Perppu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Pemerintah menjadi pihak satu-satunya secara absolut menilai, lalu menuduh, mengadili, dan sekaligus memvonis. Kalau itu ada polisi, jaksa, hakim, maka pemerintah itu menjadi polisi, jaksa, hakim sekaligus, dan bahkan petugas lapas," tuturnya.
Baca: Fahri Hamzah Sarankan Jokowi Bubarkan Komnas HAM
Selama ini, kata dia, HTI mengkritik sistem demokrasi yang dijalankan pemerintah. Sebab, sistem demokrasi itu tidak sesuai dengan ajaran atau syariat islam.
Sistem demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Atau, dalam arti lain kedaulatan berada di tangan rakyat.
Padahal, menurut Ismail, kedaulatan merupakan hak menetapkan benar dan salah serta halal dan haram. Di Islam, Allah menentukan halal dan haram.
"Makanya harus dipisahkan masalah tafrik dan masalah pengaturan teknis dan administratif. Pemerintah dalam pandangan islam itu melaksanakan ketentuan syariah, dan memberikan atau menetapkan aturan masalah-masalah teknis dan administratif," paparnya. (*)