Polemik Ijazah

dr. Tifa Bantah Buang Khozinudin dari Tim Pengacara: Pendampingan Hukum Telah Berakhir 5 Bulan Lalu

Dokter Tifa merupakan salah satu dari delapan tersangka yang ditetapkan Polda Metro terkait tudingan bahwa ijazah Jokowi palsu

|
Editor: Feryanto Hadi
YouTube @InewsTV
Dokter Tifa membantah informasi yang menyebut bahwa dirinya mencabut kuasa” terhadap Ahmad Khozinudin dan timnya di kasus ijazah yang dilaporkan Joko Widodo alias Jokowi 
Ringkasan Berita:
  • dr. Tifa meluruskan pemberitaan bahwa ia dan Rismon tidak mencabut kuasa hukum; justru Ahmad Khozinudin dan timnya yang sejak lima bulan lalu menghentikan pendampingan secara sepihak.
  • Secara administratif, dr. Tifa bukan lagi klien tim tersebut pada periode pemeriksaan yang berlangsung saat ini.
  • Pendampingan hukum kini dilakukan oleh Tim Pembela Penegak Keadilan (PPK)
  • dr. Tifa menegaskan tidak ada konflik personal, namun ia perlu meluruskan informasi demi akurasi publik

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- dr. Tifauzia Tyassuma atau dr. Tifa angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebut dirinya dan Rismon “mencabut kuasa” terhadap Ahmad Khozinudin dan timnya di kasus ijazah yang dilaporkan Joko Widodo alias Jokowi.

Dokter Tifa merupakan salah satu dari delapan tersangka yang ditetapkan Polda Metro terkait tudingan bahwa ijazah Jokowi palsu.

dr. Tifa menegaskan bahwa informasi tersebut tidak tepat dan perlu diluruskan.

Menurutnya, istilah “mencabut kuasa” tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya terjadi. “Kurang lebih sejak lima bulan yang lalu, sdr. Ahmad Khozinudin dkk secara sepihak mencabut pendampingan mereka sebagai kuasa hukum saya. Dengan demikian, secara faktual dan administratif, saya bukan lagi klien dari tim tersebut pada periode pemeriksaan saat ini,” jelasnya dikutip dari pernyataan resminya di X, Sabtu (22/11/2025).

Sejak berakhirnya pendampingan itu, dr. Tifa menyampaikan bahwa dirinya kini sepenuhnya didampingi oleh Tim Pembela Penegak Keadilan (PPK) yang dikoordinatori Abdullah Alkatiri dan Dr. M. Taufiq.

Baca juga: Klaim Roy Suryo Viral, Polisi Bakal Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi

Tim ini mendampingi seluruh proses hukum yang berjalan, termasuk pemeriksaan pada 13 November 2025 serta kewajiban lapor yang masih ia jalani hingga hari ini.

“Dengan dukungan Tim PPK inilah saya melangkah dengan tenang, profesional, dan fokus pada substansi akademik yang sejak awal saya pertanggungjawabkan,” ujar dr. Tifa.

Ia juga menegaskan tidak ada konflik dengan pihak mana pun, termasuk Ahmad Khozinudin dan timnya yang pernah mendampinginya. “Saya tetap menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Tidak ada persoalan personal. Namun saya berkewajiban memastikan informasi publik tetap akurat, karena saya tidak ingin ada pihak yang terseret dalam narasi yang tidak sesuai kenyataan,” tuturnya.

dr. Tifa menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa seluruh proses yang ia jalani merupakan bagian dari perjuangannya untuk kebenaran dan keadilan.

“Perjuangan ini sejak awal adalah perjuangan untuk kebenaran dan keadilan, bukan untuk menciptakan kesalahpahaman baru,” katanya.

dr Tifa Klaim Ijazah Palsu Jokowi Bukan Kriminal

Sebelumnya, dr Tifa mengungkap alasan kehadirannya bersama pakar hukum tata negara, Refly Harun serta Roy Suryo dan Rismon Hasiholan Sianipar ke audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).

Dr Tifa mengatakan, ingin menyampaikan beberapa pandangan serta solusi pihaknya kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri terkait kasus hukum dalam polemik ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Ia menilai, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi yang berkembang di publik lebih bersifat akademik dibanding kriminal.

Menurutnya, perbedaan pendapat dan keraguan publik merupakan bagian dari dinamika kajian ilmiah.

"Sebenarnya kami ingin memberikan solusi terkait dengan kasus ini bagaimana negara bisa menyelesaikan masalah polemik ijazah palsu Jokowi ini ya," katanya, kepada wartawan usai memutuskan keluar atau walk out dari audiensi, Rabu.

"Jadi saya akan mulai dengan begini. Jadi kami sebagai akademisi kami memandang bahwa perkara dugaan ijazah palsu Jokowi ini muncul dari perbedaan kajian analisis publik dan dinamika ruang pengetahuan, bukanlah ranah kriminal murni," sambungnya. 

Ia menilai, penyelesaian hukum melalui mekanisme penghentian penyidikan (SP3) layak dipertimbangkan.

Hal ini karena, menurut pandangan timnya, tidak ditemukan unsur pidana maupun kerugian material yang jelas.

"Aktivitas ilmiah selalu berangkat dari pertanyaan masyarakat, keraguan metodologis, dan upaya memahami realitas secara lebih dalam. Karena itu, penyelesaian perkara seperti ini secara hukum sangat layak untuk dipertimbangkan melalui mekanisme penghentian penyidikan atau SP3," katanya.

"Diskusi kami dengan tim penasihat menunjukkan bahwa tidak ada terlihat adanya unsur kriminalisasi apapun, unsur pidana apapun, dan tidak ada kerugian material apapun yang terukur dan subjek perdebatan lebih dekat pada wilayah akademik ketimbang kriminalisasi," lanjut dr Tifa.

Baca juga: Dokter Tifa Sebut Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Bisa Menjadi Luka Sejarah Bila Tak Diusut Tuntas

Lebih lanjut, dr Tifa juga menyinggung aspek politik dan stabilitas sosial.

"Dari sudut pandang politik negara, langkah demikian juga membuka ruang stabilitas sosial, mencegah polarisasi berkepanjangan, serta menjaga wibawa institusi penegak hukum di masa ketika publik membutuhkan ketenangan dan kepastian," tuturnya.

"Kami juga ingin menegaskan bahwa negara modern hanya dapat maju bila memberikan jaminan kuat terhadap kebebasan akademik. Ilmu pengetahuan tidak boleh dikerdilkan menjadi perkara kriminal. Kritik ilmiah betapapun tajamnya adalah bagian dari fungsi akademisi untuk menjaga kesehatan demokrasi," sambungnya. 

Usulan Pendekatan ‘Marcos Way’

Ia lalu mengusulkan pendekatan yang ia sebut sebagai “Marcos Way”, yaitu pendekatan yang menempatkan kemanusiaan sebagai pilar penyelesaian.

"Dalam berbagai negara, ketika tekanan publik terhadap seorang mantan pemimpin mencapai titik yang sangat tinggi, negara memilih memberikan ruang pemulihan, bukan konfrontasi. Terlebih kami memahami bahwa tekanan politik berkepanjangan dapat berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental seseorang, dalam hal ini adalah mantan Presiden Joko Widodo, stres akut, penurunan imunitas, hingga risiko komplikasi medis," ucapnya.

"Karena itu, menyediakan jalan keluar berupa kesempatan untuk menjalani perawatan medis di luar negeri, dapat menjadi solusi yang elegan dan manusiawi. Ini yang kami tawarkan," lanjut dr Tifa.

Ia menilai pendekatan tersebut dapat meredam konflik sekaligus menjaga penghormatan kepada tokoh yang bersangkutan.

Dr Tifa menegaskan, pandangan ini disusun dengan dukungan sekitar 30 profesor dan doktor dari berbagai disiplin ilmu yang berdiskusi secara intens dengan timnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: WartaKota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved