Ahli Waris Brata Ruswanda Ajukan Kasasi dan Laporkan Ketua serta Hakim PT Palangkaraya ke KY

Ahli waris almarhum Brata Ruswanda melalui kuasa hukumnya Poltak Silitonga, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa tanah 10 hektar

Istimewa
LAPORKAN HAKIM - Ahli waris almarhum Brata Ruswanda melalui kuasa hukumnya, Poltak Silitonga, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa tanah seluas 10 hektar di Jalan Rambutan, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Selain itu, Poltak turut melaporkan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya, serta tiga hakim majelis banding ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Banwas) Mahkamah Agung. 
Ringkasan Berita:
  • Ahli waris Brata Ruswanda mengajukan kasasi ke MA dan melaporkan Ketua serta tiga hakim PT Palangkaraya ke KY dan Banwas MA terkait dugaan penyimpangan etik dalam sengketa tanah 10 hektar di Pangkalan Bun.
  • Poltak Silitonga menilai putusan banding yang membatalkan kemenangan di PN Pangkalan Bun keliru dan tidak berdasar.
  • Ia membantah adanya nebis in idem, karena subjek, objek, dan pokok perkara berbeda, serta menyebut putusan MA sebelumnya bersifat negatif.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Ahli waris almarhum Brata Ruswanda melalui kuasa hukumnya, Poltak Silitonga, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa tanah seluas 10 hektar di Jalan Rambutan, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Selain itu, Poltak turut melaporkan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya, serta tiga hakim majelis banding ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Banwas) Mahkamah Agung.

Laporan tersebut disampaikan pada Rabu (19/11/2025) terkait penanganan perkara perdata tingkat banding dengan nomor putusan 17/Pdt.G/2025/PN PBun.

Baca juga: Penggugat Ijazah Jokowi Ajak Komisi Yudisial Pantau Sidang di Pengadilan Negeri Solo

“Kami laporkan ke Komisi Yudisial atas dugaan penyimpangan perilaku hakim,” ujar Poltak dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Ia berharap laporan tersebut diproses secara profesional demi tegaknya hukum yang berkeadilan.

Pada hari yang sama, laporan serupa juga disampaikan ke Banwas MA untuk memastikan pengawasan dilakukan secara menyeluruh.

Langkah ini dinilai berpotensi membuat sengketa tanah tersebut semakin memanas karena ahli waris kini turut menyoroti aspek etik peradilan.

Poltak menegaskan perkara ini tidak dapat dikategorikan sebagai nebis in idem.

Nebis in idem adalah asas hukum yang melarang seseorang untuk dituntut atau diadili dua kali untuk satu perbuatan yang sama dan telah diputus oleh pengadilan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Ia menjelaskan bahwa pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun, pihaknya memenangkan gugatan.

Namun, putusan tersebut dibatalkan di tingkat banding setelah pihak tergugat mengajukan upaya hukum.

“Kami sangat kecewa. Gugatan kami ditolak dan dinyatakan nebis in idem. Kami menilai hakim PT Palangka Raya memutus tanpa data, tanpa bukti, dan tanpa dasar hukum,” kata Poltak.

Ia juga menduga adanya intervensi kekuasaan dalam putusan banding, termasuk kemungkinan keterlibatan Ketua PT Palangkaraya.

“Ini bukan putusan yang independen. Kami melihat adanya intervensi yang membatalkan putusan PN Pangkalan Bun,” tuturnya.

Poltak menilai putusan banding yang menyatakan adanya nebis in idem adalah keliru.

Baca juga: Rapat Bersama Komisi Yudisial, Anggota Komisi III DPR Sebut Kasus Ted Sioeng Rekayasa dan Fiktif

Menurutnya, unsur-unsur dalam Pasal 1917 KUHPerdata tidak terpenuhi.

“Subjek hukum berbeda, objek perkara berbeda, dan pokok sengketa pun berbeda. Tidak ada alasan untuk menyatakan nebis in idem,” katanya.

Ia menjelaskan gugatan terbaru menyangkut dugaan perbuatan melawan hukum melalui penggunaan fotokopi SK Gubernur yang disebutnya “bodong” dan menghambat penerbitan sertifikat tanah ahli waris.

Sedangkan gugatan pada 2013 berkaitan dengan penguasaan tanah oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat—sehingga objek dan pihak tergugat berbeda, termasuk keberadaan BPN sebagai pihak tergugat pada perkara saat ini.

Poltak juga menyoroti putusan MA dalam perkara sebelumnya yang dinilainya bersifat negatif dan tidak memberikan kejelasan objek sengketa.

Karena itu, menurutnya, putusan tersebut tidak dapat dijadikan dasar menyatakan adanya nebis in idem.

“Putusan negatif tidak melarang diajukannya gugatan baru. Jelas sekali pertimbangan hakim PT Palangkaraya keliru,” ujarnya.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Sumber: WartaKota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved