Berita Nasional
Danantara Diminta Pikir Ulang soal Proyek PLTSa, RDF Dinilai Lebih Efisien dan Murah
PLTSa adalah fasilitas yang mengubah sampah menjadi energi listrik melalui proses termal atau biologis
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-Bdan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Diminta untuk mengkaji ulang rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Sebab, proyek tersebut membutuhkan anggaran yang sangat besar
PLTSa adalah fasilitas yang mengubah sampah menjadi energi listrik melalui proses termal atau biologis.
Forum Rakyat Bicara Peduli Pembangunan dan Kesehatan Masyarakat (FORBI PPKM) menilai, proyek tersebut bisa membebani keuangan negara hingga Rp 300 triliun selama masa konsesi 30 tahun.
Perhitungan itu muncul dari estimasi subsidi yang harus ditanggung negara.
Untuk satu unit PLTSa berkapasitas 15 MW, diperlukan subsidi sebesar 14 sen dolar AS per kWh atau sekitar Rp 303 miliar per tahun.
Jika pemerintah membangun 33 unit PLTSa sesuai rencana, total subsidi yang harus digelontorkan selama 30 tahun disebut dapat mencapai Rp 300 triliun.
Baca juga: Soal Isu Bau, Pakar ITB Sebut RDF Rorotan Dilengkapi Alat Kontrol Polusi Udara
Ketua Umum FORBI PPKM Mikler Gultom menyebut, proyek PLTSa bukan solusi terbaik dalam penanganan sampah di Indonesia, terutama di perkotaan.
“Biaya investasi PLTSa sangat besar, Rp 3 triliun per unit. Dan subsidi yang akan ditanggung pemerintah juga tidak kalah besar, Rp 303 miliar per unit per tahun. Dalam 30 tahun, subsidi bisa mencapai Rp 300 triliun untuk 33 PLTSa. Karena itu, BPI Danantara sebaiknya menghentikan tender PLTSa tersebut,” ujar Mikler dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/11/2025).
Apalagi, ja menyebut, perusahaan yang lolos seleksi tender PLTSa hampir seluruhnya merupakan perusahaan asing.
Hal ini, menurutnya, berpotensi menambah persoalan karena para pekerja bisa jadi didatangkan dari negara asal perusahaan tersebut.
RDF Dinilai Lebih Efektif dan Ekonomis
Mikler menambahkan, pemerintah seharusnya melihat keberhasilan teknologi pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang sudah berjalan di berbagai daerah.
Selain biaya pembangunan yang jauh lebih murah, yaitu sekitar Rp 900 miliar per unit, fasilitas RDF mampu mengolah hingga 1.000 ton sampah per hari dan menghasilkan bahan bakar alternatif yang bernilai ekonomis.
“RDF yang dihasilkan justru dapat menjadi sumber pendapatan negara atau daerah. Nilainya bisa mencapai Rp 83 triliun dari 33 RDF Plant selama jangka waktu 30 tahun,” jelas Mikler.
| Kepala BGN Dadan: Kampanye Nasional Makan Bergizi Hak Anak Indonesia Jadi Panggilan untuk Bertindak |
|
|---|
| Pembelajaran Digital Diresmikan, Kepala Bakom Pemerintah Tegaskan Tidak Ada Anak Boleh Tertinggal |
|
|---|
| Nama Dicatut, Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Anggota Komisi III ke MKD |
|
|---|
| PSI Meradang, Sebut Ketua Projo Budi Arie Setiadi Pengkhianat Jokowi |
|
|---|
| Pondasi Utama Pembangunan Manusia, Kualitas Kesehatan Lingkungan di Sultra jadi Perhatian |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/DLH-DKI-memahami-aspirasi-dan-kekhawatiran-masyarakat-soal-pengoperasian-RDF-Plant-Rorotan.jpg)