Hari Pahlawan

Marsinah Buruh Pertama Dapat Gelar Pahlawan Nasional, ini Kata Said Iqbal

Presiden KSPI Said Iqbal bersyukur Marsinah diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto.

WartaKota/Miftahul Munir
GELAR PAHLAWAN - Presiden KSPI Said Iqbal apresiasi pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk tokoh buruh Marsinah. Presiden Partai Buruh Said Iqbal datang ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk melihat proses penetapan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024, Rabu (24/4/2024). 

WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI--- Presiden Prabowo Subianto menetapkan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional pada momen Hari Pahlawan pada Senin (10/11/2025).

Marsinah menjadi buruh pertama yang mendapatkan gelar pahlawan dari pemerintah.

Atas gelar pahlawan itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan rasa syukur atas ditetapkannya Marsinah sebagai pahlawan nasional.

Ia menegaskan, pengusulan nama Marsinah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025.

Baca juga: Mbah Kholil Dinobatkan Pahlawan Nasional, Ainun Najib: Supaya Nahdliyin Kultural Happy?

Dirinya menilai hal ini menjadi tonggak bersejarah karena Marsinah merupakan sosok buruh perempuan dari kalangan kelas pekerja bawah yang berjuang melawan ketidakadilan.

"Almarhum Marsinah menjadi buruh pertama yang mendapat gelar pahlawan nasional. Menurut kami layak mendapatkannya," katanya.

Said Iqbal mengapresiasi langkah cepat pemerintah yang hanya membutuhkan waktu enam bulan sejak pengusulan hingga penetapan resmi.

“Kami menghitung sejak 1 Mei hingga November ini, hanya enam bulan prosesnya. Awalnya saya kira baru untuk tahun depan, tapi ternyata Presiden menaruh penghormatan besar kepada kaum guru dan pekerja,” imbuhnya.

Baca juga: Meski Pernah Jadi Korban Orde Baru, Tokoh Malari 1974 Sebut Soeharto Layak Jadi pahlawan

Said Iqbal berharap penetapan Marsinah tidak sekadar menjadi simbol, tetapi juga memberikan semangat bagi para buruh dan pengusaha untuk terus memperjuangkan keadilan sosial.

Dengan ditetapkannya Marsinah sebagai pahlawan nasional, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dinilai telah memberikan pengakuan dan penghormatan negara terhadap perjuangan kaum buruh dan pekerja perempuan Indonesia.

“Mudah-mudahan ini tidak berhenti pada seremoni. Keputusan ini membuktikan bahwa guru adalah bagian penting dalam tonggak perekonomian negara,” tegasnya. 

Kasus Marsinah

Kasus Marsinah, 10 hari sebelum ditemukan meninggal, Marsinah tampil gigih memperjuangkan nasib 13 rekan kerjanya yang dipecat di kantor Kodim Sidoarjo, usai mengikuti aksi unjuk rasa menuntut perbaikan kondsi kerja di pabrik tempatnya bekerja.

Mengutip profil Marsinah dari tayangan Melawan Lupa, Marsinah lahir di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada 10 April 1969.

Ia anak kedua dari tiga bersaudara. Namun, ibunya meninggal saat ia berusia 3 tahun.

Marsinah menempuh pendidikan dasar di SDN Nglundo 2, Kecamatan Sukomoro, lalu melanjutkan pendidikan ke SMPN 5 Nganjuk. 

Sosok pejuang buruh, Marsinah yang tewas dibunuh dengan penyiksaan kejam dan mengakibatkan korban mengalami luka berat mematikan yang demikian jauh dari perikemanusiaan dan peradaban.
Sosok pejuang buruh, Marsinah yang tewas dibunuh dengan penyiksaan kejam dan mengakibatkan korban mengalami luka berat mematikan yang demikian jauh dari perikemanusiaan dan peradaban. (Sabda Perubahan)

Sedangkan, pendidikan menengah atas Marsinah ditempuh di SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk. Ia dikenal sebagai siswa mandiri dan cerdas.

Di mata keluarganya, Marsinah adalah pribadi yang kuat dan tegas. Ia mampu mengayomi orang di sekitarnya.

Marsinah juga memiliki pendirian yang kuat, terutama jika meyakini apa yang dia pilih hal yang benar.

Selepas SMA, Marsinah tidak bisa melanjutkan pendidikan karena terkendala biaya.

Ia kemudian melamar kerja di beberapa tempat sebelum akhirnya bekerja di pabrik arloji, PT Catur Putra Surya (CPS).

Meski telah bekerja, Marsinah masih aktif mengikuti berbagai kursus untuk menambah pengetahuan.

Ia juga dikenal memiliki minat baca yang tinggi, bahkan tak segan membaca koran bekas.

Saat menjadi buruh inilah, Marsinah semakin memiliki keingintahuan tentang aturan ketenagakerjaan.

Banyak rekan kerja Marsinah yang meminta saran darinya terkait berbagai hal.

Marsinah juga tidak segan tampil membela teman-temannya yang diperlakukan tidak adil oleh perusahaan.

Marsinah kemudian menjadi pelopor aksi buruh di lingkungan perusahaanya.

Ia membela hak-hak para pekerja yang seringkali diabaikan perusahaannya. Marinah terkenal berani berhadapan dengan jajaran pimpinan perusahaan demi membantu kawan-kawannya.

Keberanian ini disaksikan dan dirasakan langsung orang-orang terdekatnya.

Tanggal 2 Mei 1993, Marsinah terdokumentasi ikut dalam rapat yang merencanakan aksi buruh berupa pemogokan massal pada 3-4 Mei 1993.

Setelah pemogokan, pengusaha dilarang mengadakan mutasi, intimidasi, dan melakukan pemecatan terhadap buruh yang melakukan pemogokan.

Kesepakatan yang terjalin antara para buruh dan perusahaan dituangkan dalam surat persetujuan bersama.

Namun, perjuangan Marsinah dan kawan-kawan ternyata belum selesai.

Esok harinya atau 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil Kodim 0816 Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri dengan alasan sudah tidak dibutuhkan perusahaan.

Meski awalnya menolak, 13 buruh ini mendapatkan intimidasi dan akhirnya menyerah.

Mereka menandatangani surat pengunduran diri bersegel, diminta mengisi identitas diri, dan mendapatkan uang pesangon di luar prosedur resmi.

Hal ini semakin mengusik rasa solidaritas Marsinah.

Marsinah Ditemukan Meninggal

Usai mengetahui tindakan represif dan PHK di kantor kodim, Marsinah tetap menunjukkan rasa solidaritasnya pada sesama buruh dengan menuliskan petunjuk bagi kawan-kawannya saat menjawab interogasi di kantor kodim.

Ia bahkan berikrar, "Kalau mereka diancam akan dimejahijaukan oleh kodim, saya akan bawa persoalan ini kepada paman saya di Kejaksaan Surabaya,".

Pada 5 Mei 1993 ini pula, ia sempat mendatangi pabrik untuk menyampaikan surat protes yang diterima satpam pabrik.

Ia juga menyempatkan berkunjung ke rumah kawan-kawannya untuk menunjukkan solidaritas.

Namun, pada malam tanggal 5 Mei 1993, saat ia pergi tanpa ada yang tahu ke mana tujuannya, menjadi momen terakhir Marsinah terlihat oleh teman-temannya.

Tiga hari kemudian, atau 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan dalam keadaan sudah meninggal di sebuah gubuk di Desa Wilangan, Kabupaten Nganjuk.

Jenazahnya ditemukan dalam keadaaan penuh luka yang menunjukkan bekas penyiksaan. (*)

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved