Ekonomi Digital

Anggota DPR Cak Udin Ingatkan OJK Ekonomi Digital Tak Boleh Hanya Perkaya Pemain Besar

OJK sebelumnya menyebut nilai ekonomi digital Indonesia berpotensi menembus Rp 4.500 triliun pada tahun 2030

Editor: Ahmad Sabran
HO
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKB, Hasanuddin Wahid 
Ringkasan Berita:
  •  Anggota Komisi XI DPR RI, Hasanuddin Wahid mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pertumbuhan ekonomi digital harus berada di sektor riil
  • Indikator keberhasilan jangan hanya diukur dari transaksi tapi juga lapangan kerja, peningkatan produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat.
  • Politisi PKB ini menanggapi OJK yang menyebut sumbangsih Indonesia terhadap ekonomi digital ASEAN mencapai 40 persen berdasarkan data International Data Center Authority (IDCA).

 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diimbau agar tidak berpuas diri dengan proyeksi ekonomi digital Indonesia yang disebut-sebut bakal menjadi yang terkuat di kawasan ASEAN.

Menurut Anggota Komisi XI DPR RI, Hasanuddin Wahid atau yang akrab disapa Cak Udin, optimisme tersebut perlu disertai dengan langkah pengawasan dan penguatan ekonomi nasional secara menyeluruh.

“Kita tentu menyambut baik proyeksi ekonomi digital Indonesia yang tumbuh pesat. Tapi jangan sampai klaim ‘merajai ASEAN’ menjadi bentuk kepuasan diri. Realitas di lapangan justru menunjukkan ekonomi digital masih banyak dikuasai oleh aktivitas tidak produktif, bahkan ilegal seperti judi online,” tegas Cak Udin dalam keterangannya dikutip Senin (3/11/2025).

OJK sebelumnya menyebut nilai ekonomi digital Indonesia berpotensi menembus Rp 4.500 triliun pada tahun 2030, dengan peluang besar menjadi pusat pertumbuhan digital di ASEAN. Namun, menurut Hasanuddin, data tersebut harus dibaca secara hati-hati.

Baca juga: Purbaya Ultimatum Bos-bos Bank BUMN yang Tidak Salurkan Rp200 Triliun ke UMKM

“Pertumbuhan transaksi digital bukan otomatis berarti pertumbuhan ekonomi riil. Saat ini, pasar judi online justru menyerap perputaran uang ratusan triliun rupiah dan tidak memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional,” ujarnya.

Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, ekonomi digital perlu dikritisi secara objektif. Menurutnya indikator keberhasilan seharusnya tidak hanya diukur dari besaran transaksi, tetapi dari seberapa besar dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau ekonomi digital hanya memperkaya segelintir pemain besar atau justru dimanfaatkan untuk transaksi ilegal, maka itu bukan prestasi, melainkan cerminan ketidakmampuan regulator mendeteksi arah ekonomi yang benar-benar bermanfaat bagi Indonesia,” tegasnya.

Baca juga: Dorong Desa Mandiri, Balkondes Karangrejo Borobudur Dikenalkan ke Pasar Eropa

Legislator asal Dapil Malang Raya itu mendorong OJK untuk memperkuat pengawasan komprehensif terhadap ekonomi digital, termasuk aktivitas ilegal seperti judi online dan transaksi lintas batas yang berisiko tinggi, serta memastikan bahwa inovasi digital benar-benar berpihak pada rakyat melalui literasi dan inklusi keuangan yang merata.

Ia menekankan pentingnya mengukur dampak nyata ekonomi digital pada lapangan kerja, UMKM, dan stabilitas keuangan, serta memperkuat koordinasi lintas lembaga agar ekonomi digital Indonesia tumbuh sehat dan berkelanjutan.

Lebih lanjut Cak Udin menegaskan, OJK perlu menempatkan prioritas pada penguatan ekonomi nasional dan pengawasan sektor digital yang terintegrasi, bukan hanya mengedepankan klaim posisi unggul di tingkat regional.

Baca juga: Klarifikasi Manajemen Michelin Cikarang Soal Keputusan PHK Ratusan Pekerja

“Yang dibutuhkan bukan sekadar angka besar, tapi arah kebijakan yang jelas. Ekonomi digital harus menjadi motor pemerataan, bukan sumber kebocoran,” pungkasnya.

Sebelumnya, OJK menyebut Indonesia kini menjadi pemain utama ekonomi digital di ASEAN. Sumbangsih Indonesia terhadap ekonomi digital ASEAN mencapai 40?rdasarkan data International Data Center Authority (IDCA).

Nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan semakin tinggi. Pada 2030, nilainya bisa mencapai US$ 220-360 miliar atau setara Rp 3.658-5.987 triliun (kurs Rp 16.631).

Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia & Indonesia Fintech Summit 2025 di JICC, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2025).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved