Berita Nasional

Sulit Seret Jokowi Secara Pribadi di Polemik Kereta Cepat, Pakar: Dia Tandatangan Atas Nama Negara

Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

Editor: Feryanto Hadi
Tangkapan Layar Channel YouTube Kompas.com
POLEMIK KERETA CEPAT - Usai diperiksa tim penyidik Polda Metro Jaya di Polresta Surakarta, Rabu (23/7/2025), terkait kasus dugaan fitnah hingga ujaran kebencian soal ijazahnya yang dituding palsu, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan terus mengikuti proses hukum kasus ini sampai di pengadilan. 

"Ketika seseorang [pejabat publik] sudah menandatangani sesuatu, itu dia atas nama negara, atas nama pemerintah. Jadi pihak-pihak [yang menandatangani] itu bukan perorangan."

"Jadi, saya kira, ada orang yang salah memahami tata kelola pemerintahan. Harusnya, pihak-pihak yang melakukan tanda tangan kontrak, maka itu adalah kontrak kelembagaan atau institusional."

 "Yang ekstrem, seperti kasus IKN (Ibu Kota Nusantara). IKN itu kan sudah dicanangkan, ditandatangani oleh presiden sebagai kepala negara, maka presiden yang selanjutnya juga akan tetap terikat dengan tanda tangan kontrak itu."

Selanjutnya, Teguh menilai, proyek KCJB alias Whoosh sifatnya sama, yakni institusional atas nama negara.

Apalagi, proyek itu dibangun untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi.

Sehingga, setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, tidak bisa lagi dipandang sebagai orang per orang.

"Untuk kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung itu, sebetulnya proses yang dilakukan kan berbasis kelembagaan. Jadi, bukan orang per orang, misalnya si A, si B, si C, itu pihak swasta, atau itu pihak negara," ujar Teguh.

"Yang terjadi di negara kita kan pemerintah mengambil inisiasi lalu memutuskan ini sebagai proyek yang dibiayai untuk meningkatkan pelayanan di bidang transportasi Jakarta-Bandung untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas pelayanan."

"Itu harusnya berbasis fungsional kenegaraan."

Oleh karena itu, Teguh menegaskan, soal siapa yang harus bertanggung jawab terkait utang Whoosh, tidak bisa dilempar ke perseorangan saja, seperti kepada Jokowi selaku presiden saja atau cuma Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan RI saat itu.

"Jadi, tidak berarti karena Pak Jokowi yang tanda tangan, maka Jokowi yang harus bertanggungjawab. Itu kan seolah-olah semua beban dikembalikan ke Jokowi," papar Teguh.

"Padahal di situ ada banyak pihak yang ikut menandatangani proyek ini. Bahkan itu kan konsorsium, KCIC, Kereta Cepat Indonesia-China."

"Artinya kan [proyek Whoosh dikerjakan] melalui beberapa pilar dan pilar-pilar itu harusnya dilakukan berbasis institusi, tidak berbasis perorangan."

"Jadi, misal waktu itu Menteri Keuangan RI-nya adalah Sri Mulyani, maka ini salah Sri Mulyani. Bukan begitu."

"Siapa pun yang menjadi menteri, ex officio, ya dia harus bertanggungjawab juga karena ini atas nama negara."

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved