Ijazah Jokowi

Tudingan Ijazah Jokowi Palsu Bukan Pencemaran Nama Baik, Karena Demi Kepentingan Negara

Pakar hukum pidana Teuku Nasrullah mengungkapkan bahwa tudingan ijazah Jokowi palsu tidak termasuk dalam pencemaran nama baik

YouTube Official iNews
TIDAK BISA DIPIDANA - Pakar hukum pidana Teuku Nasrullah mengungkapkan bahwa tudingan ijazah Presiden ke 7 RI, Joko Widodo atau Jokowi adalah palsu, tidak bisa dijerat pasal pidana pencemaran nama baik. Teuku Nasrullah memiliki alasan khusus atas pendapatnya tersebut, yang diungkapkan dalam acara di channel YouTube Indonesia Lawyers Club yang dilihat WartaKota, Minggu (16/11/2025). 

"Nah, apakah kritisi terhadap persyaratan pencalonan seseorang sebagai syarat untuk Presiden Republik Indonesia itu masuk kategori kepentingan umum atau tidak? Kita boleh berbeda pendapat. Tapi menurut pendapat saya itu adalah kepentingan negara, kepentingan umum yang harus dijaga agar ke depan tidak terulang perbuatan yang sangat memalukan," kata Nasrullah.

Kalau memang benar ijazah yang digunakan itu palsu, menurut Nasrullah maka proses penegakan hukum ini juga harus tuntas dengan mempidanakan pengguna ijazah palsu.

"Jangan meninggalkan sisa," katanya.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Roy Suryo Cs Tak Bisa Diadili Sebelum Pengadilan Putuskan Keaslian Ijazah Jokowi

Ia lalu membahas Pasal 160 KUHP soal ujaran kebencian, yang sudah pernah diuji oleh Mahkamah Konstitusi.

"Meskipun dulu pernah orang bilang, itu kan pasal peninggalan penjajahan, tapi Mahkamah Konstitusi mengatakan pasal itu tetap diperlukan," katanya.

"Jadi, oleh karena itu pasal itu tetap berlaku, tapi Mahkamah Konstitusi membuat persyaratan konstitusional yaitu deliknya harus dianggap sebagai delik materil bukan delik formil," ujar Nasrullah.

Artinya pasal itu bisa diterapkan jika terlihat akibatnya.

"Kalau tidak ada akibatnya misalnya yang disebutkan dalam akibat-akibat yang disebut dalam pasal itum maka dia masuk kategori delik formil," katanya.

Tapi, menurut Nasrullah, jika sudah muncul akibat, maka hal itu masuk ke dalam delik materil dan pasal bisa diterapkan .

Ia lalu masuk ke Pasal 32 dan 35 UU ITE soal manipulasi data elektronik yang dipakai menjerat 3 tersangka di kluster kedua.

"Saya mencatat pasal ini adalah pasal-pasal yang sering digunakan untuk dapat dilakukan penahanan terhadap seseorang. Tapi saya selalu berharap dan berdoa penggunaan pasal ini hati-hati," kata Nasrullah,

Sebab kata dia bisa timbul moral hazard atau ketiadaan moral terhad hukum dan dalam penegakkan hukum.

"Dalam praktik peradilan kitam sering sekali terjadi. Sering sekali, bukan sekali dua kali. Berkali-kali pasal ini hanya dipakai sebagai cantolan untuk melakukan penahanan. Di persidangan sering tidak terbukti. Yang terbukti pasal-pasal lain, tapi pasal lain itu tidak bisa digunakan menahan seseorang," katanya.

Menurut Nasrullah sebagai orang di bidang hukum baik sebagai praktisi maupun akademisi, penting menjaga agar penegakan hukum bermoral.

"Masukkan aja dulu pasalnya nanti enggak terbukti, enggak apa-apa. Yang penting kita sudah bisa tahan. Itu adalah problem moral hazard di dalam penegakan hukum. Tidak boleh ada satu orang pun yang membiarkan keadaan itu. Itu harus kita lawan ya," ujarnya.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved