Hari Pahlawan

Disejajarkan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional, Siapakah Sosok Mbah Kholil?

Mbah Kholil kerap disebut sebagai Ulama Nusantara yang menjadi guru dari Hasyim Asy’ari hingga Presiden RI, Soekarno.

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
PAHLAWAN NASIONAL - Kolase Syaikhona Muhammad Kholil atau akrab disapa Mbah Kholil dan Presiden ke-2 RI Soeharto. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi menobatkan Syaikhona Muhammad Kholil atau akrab disapa Mbah Kholil sebagai Pahlawan Nasional. Penobatan gelar tersebut dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto secara resmi menobatkan Syaikhona Muhammad Kholil atau akrab disapa Mbah Kholil sebagai Pahlawan Nasional.

Penobatan gelar tersebut dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (10/11/2025).

Dalam prosesi tersebut, terdapat 10 tokoh nasional yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Antara lain, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden ke-2 RI Soeharto, Marsinah, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.

Selanjutnya, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih dan Zainal Abidin Syah.

Penganugerahan gelar pahlawan diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 2025. 

"Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres.

Disejajarkan dengan sejumlah tokoh besar, siapakah sosok Mbah Kholil yang disebut sebagai Ulama Nusantara yang menjadi guru dari Hasyim Asy’ari hingga Presiden RI, Soekarno.

Baca juga: 35 Tokoh dari Rachland Nashidik hingga Rocky Gerung Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

Kisah Mbah Kholil

Dalam sejarah Islam di Nusantara, nama Syeikh Kholil Bangkalan menempati posisi yang sangat penting.

Ulama karismatik asal Madura ini dikenal sebagai guru dari para pendiri organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), serta menjadi rujukan keilmuan bagi banyak kiai pesantren di tanah air.

Syeikh Kholil, yang akrab disapa Mbah Kholil, lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H atau bertepatan dengan 27 Januari 1820 M.

Ia merupakan putra dari K.H. Abdul Lathif bin Kyai Hamim bin Kyai Abdul Karim bin Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman.

Dari garis keturunan ini, Syeikh Kholil masih bersambung dengan Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo penyebar Islam di tanah Jawa.

Sejak kecil, Mbah Kholil dikenal tekun dan haus akan ilmu agama, khususnya dalam bidang fikih dan nahwu.

Di usia muda, ia sudah mampu menghafal nadzom Alfiyah Ibnu Malik, sebuah kitab gramatika Arab yang menjadi rujukan utama di pesantren.

Perjalanan intelektual Mbah Kholil dimulai di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, di bawah asuhan Kyai Muhammad Nur.

Ia kemudian melanjutkan pengembaraan ilmiahnya ke Pesantren Cangaan di Bangil, lalu ke Keboncandi, Pasuruan.

Dalam masa nyantri di daerah ini, ia kerap berjalan kaki dari Keboncandi ke Sidogiri untuk belajar kepada K.H. Nur Hasan.

Di setiap perjalanan sepanjang tujuh kilometer itu, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin hingga khatam berkali-kali.

Meski berasal dari keluarga yang cukup berada, Mbah Kholil memilih hidup mandiri.

Selama mondok, ia bekerja sebagai buruh batik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dari ketekunan dan kesederhanaannya itulah lahir sosok ulama yang kelak disegani di seluruh Nusantara.

Jalan Panjang ke Tanah Suci

Keinginan menimba ilmu di Mekah muncul sejak muda.

Namun, tekad besar itu tidak disertai permintaan bantuan dari orangtua.

Ia berusaha sendiri mengumpulkan biaya dengan menjadi buruh pemetik kelapa di sebuah pesantren di Banyuwangi.

Upah dua setengah sen per pohon ia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya cukup untuk ongkos berangkat ke Tanah Suci pada tahun 1859 M.

Sebelum berangkat, Mbah Kholil menikah dengan Nyai Asyik, putri dari Lodra Putih.

Di Mekah, ia berguru kepada para ulama besar seperti Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani.

Dari mereka, Mbah Kholil menerima berbagai sanad keilmuan dan ijazah hadits musalsal yang kelak diwariskan kepada murid-muridnya di tanah air.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di Mekah, Mbah Kholil bekerja sebagai penyalin kitab.

Dari aktivitas itu, ia semakin akrab dengan dunia keilmuan dan penulisan.

Bersama Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Sholeh as-Samarani, ia berkontribusi dalam pengembangan sistem penulisan huruf Arab Pegon, sistem yang hingga kini masih digunakan di banyak pesantren di Indonesia.

Di antara karya-karyanya yang masih menjadi rujukan pesantren hingga kini adalah Silah fi Bayin Nikah, Tarjamah Alfiyah Ibnu Malik, Asmaul Husna, Ijazah Barzakhiyah, dan Tariqat Ala Mandhumah Nuzhatid Thullab.

Sepulang dari Mekah, Mbah Kholil dikenal sebagai ahli fikih, nahwu, dan tasawuf.

Ia mendirikan pesantren pertama di Cangkebuan, yang kemudian dikelola menantunya, Kiai Muntaha. Tak lama berselang, ia mendirikan pesantren baru di Kademangan, Bangkalan, yang kemudian menjadi pusat pendidikan Islam ternama di Madura.

Dari pesantren inilah lahir banyak ulama besar, termasuk Hadratussyeikh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, serta K.H. R. As’ad Syamsul Arifin.

Warisan Mbah Kholil

Mbah Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau bertepatan dengan tahun 1925 M.

Namun, ajaran, keteladanan, dan jaringan keilmuannya terus hidup melalui para murid dan pesantren yang ia tinggalkan.

Nama Syeikh Kholil Bangkalan kini tidak hanya dikenang sebagai ulama besar Madura, tetapi juga sebagai mahaguru para ulama Nusantara, sosok yang menanamkan semangat keilmuan, kemandirian, dan kerendahan hati dalam tradisi pesantren di Indonesia.

Berikut daftar kitabnya:

  1. Risalah Fi Fiqh al Ibadat (13 Ramadlan 1308 H)

  2. Risalah Isti'dadul Maut (3 Dzulqodah 1309 H)

     

  3. Taqrirat Alfiyah Ibnu Malik (Dzulqodah 1311 H)

     

  4. Taqrirat nadzam Nuzhatut Thullab fi Qowaidil I'rob (1315 H)

     

  5. Nadzam Jauharatul lyan li Ahlil Irfan (1315 H)

     

  6. Nadzam Maqsud fi As-shorf (Jumat 5 Muharram 1316 H)

     

  7. Risalah Khutbah (Jumat 19 Ramadlan 1323 H)

     

  8. Matn Al Ajurumiyah (makna dan taqrir)

     

  9. Al-bina' (makna)

     

  10. Tasrif al Izzi (makna dan taqrir)

     

  11. Maulid Hubbi lis Sayyidina Muhammad (makna)

     

  12. Maulid Barzanji (makna)

     

  13. Al-Awamil (nahwu/makna)

     

  14. Terjemah al-Qur'an al-Karim (makna jawa)

Daftar Murid

  1. K.H. Muhammad Hasan Sepuh - pendiri Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo
  2. K.H. Hasyim Asy’ari - pendiri Nahdlatul 'Ulama, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang
  3. K.H. Zaini Mun'im - Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo
  4. K.H. Musthofa - Pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, Kranji, Lamongan
  5. KH Ahmad Dahlan Termas
  6. KH Muhammad Falak bin Abas, Pagentongan Bogor
  7. K.H Imam Zahid, Jombang, kakek buyut Emha Ainun Nadjib
  8. K.H. Romli Tamim, menantu K.H Hasyim Asy'ari, pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Jombang
  9. K.H. Tamim Irsyad - Pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Jombang.
  10. K.H. Abdul Wahab Hasbullah - pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang
  11. K.H. Bisri Syamsuri - pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang
  12. K.H. Manaf Abdul Karim - pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri
  13. K.H. Moh. Ma'roef Kedunglo - pendiri Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri
  14. K.H. Ma'sum - Lasem, Rembang
  15. K.H. Munawir - pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta
  16. K.H. Bisri Mustofa - pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang
  17. K.H. Nawawi bin K.H. Noerhasan bin K.H. Noerkhatim - pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan
  18. K.H Bahar bin K.H. Noerhasan bin K.H. Noerkhatim - Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan
  19. K.H. Ahmad Shiddiq - pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah, Jember
  20. K.H. As'ad Syamsul Arifin - pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Asembagus, Situbondo
  21. K.H. Abdul Majid bin K.H. Abdul Hamid Itsbat - Batabata, Pamekasan
  22. K.H. Abi Sujak - pendiri Pondok Pesantren Astatinggi, Kebunagung, Sumenep
  23. K.H. Usymuni - pendiri Pondok Pesantren Pandian, Sumenep
  24. K.H. Khozin - Buduran, Sidoarjo
  25. K.H. Abdullah Mubarok - pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya
  26. K.H. Mustofa - pendiri Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan
  27. K.H. Asy'ari - pendiri Pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari, Bondowoso
  28. K.H. Sayyid Ali Bafaqih - pendiri Pondok Pesantren Loloan Barat, Bali
  29. K.H. Ali Wafa bin K.H. Abdul Hamid Itsbat - Pendiri Pondok Pesantren al-Wafa, Tempurejo, Jember
  30. K.H. Munajad - Kertosono, Nganjuk
  31. K.H. Abdul Fatah - pendiri Pondok Pesantren Al-Fattah, Tulungagung
  32. K.H. Zainul Abidin - Kraksaan, Probolinggo
  33. K.H. Zainuddin - Nganjuk
  34. K.H. Abdul Hadi - Lamongan
  35. K.H. Zainur Rasyid - Kironggo, Bondowoso
  36. K.H. Bakri - pendiri Pondok Pesantren Al Huda Sugihan, Sidowangi, Kajoran, Magelang pada 1885.
  37. K.R. Alwi - Tonoboyo, Bandongan, Magelang
  38. K.H. Karimullah - pendiri Pondok Pesantren Curah Dami, Bondowoso
  39. K.H. Muhammad Thoha Jamaluddin - pendiri Pondok Pesantren Al Falah Sumber Gayam, Madura
  40. K.H. Hasan Mustofa - Garut
  41. K.H. Ahmad Syaubari - Ciweudus, Kuningan
  42. K.H. Ahmad Syuja'i - Kudang, Tasikmalaya
  43. K.H. Raden Fakih Maskumambang - Gresik
  44. K.H. Hasbian abdurrahman pendiri pondok pesantren albadri gumuksari kalisat jember.
  45. Ir. Soekarno - Presiden Republik Indonesia pertama, menurut penuturan K.H. As'ad Samsul Arifin, Bung Karno meski tidak resmi sebagai murid Syekh Kholil. Ketika sowan ke Bangkalan, Syekh Kholil memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunya.
  46. K.H. Irsyad Hasyim, sahabat K.H. Ali Wafa Abdul Aziz bin K.H. Abdul Hamid Itsbat, pengasuh PP. Bustanul Ulum Mlokorejo dan pendiri PP. Irsyadunnasyi'in Kasian, Jember.
  47. K.H. Mama ilyas al-Banjari, Ciamis - Jawa Barat.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved