Redenominasi Rupiah

Purbaya Akan Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, Efektif Cegah Korupsi, Begini Penjelasannya

Pengamat ekonomi Benny Batara mengatakan rencana Purbaya mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau redenomisasi rupiah efektif cegah korupsi

YouTube CXO Media
PURBAYA PANGKAS RUPIAH - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi memasukkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi rupiah (Rp 1.000 menjadi Rp 1) ke dalam agenda strategis pemerintah. Pengamat ekonomi Benny Batara menyambut baik rencana Purbaya karena ke depan akan sangat efektif mencegah korupsi. 
Ringkasan Berita:
  • Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa resmi memasukkan redenominasi rupiah (Rp 1.000 jadi Rp 1) ke agenda strategis pemerintah melalui RUU Redenominasi yang ditarget rampung 2027.
  • Ekonom Benny Batara menilai kebijakan ini efektif mencegah korupsi dan meningkatkan penerimaan pajak karena transaksi akan lebih transparan dan digital.
  • Benny menegaskan redenominasi tak akan sebabkan inflasi dan mendorong efisiensi ekonomi nasional.
 
 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi memasukkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi rupiah ke dalam agenda strategis pemerintah.

Rencana redenomisasi rupiah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) yang ditargetkan rampung pada 2027.

Pengamat ekonomi Benny Batara menyambut baik rencana Purbaya mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau redenominasi rupiah, karena ke depan akan sangat efektif mencegah korupsi.

Baca juga: Masuk Nominasi Pahlawan Nasional, Korupsi Soeharto Sempat Disorot PBB

Selain itu katanya semua transaksi yang tadinya tidak masuk dalam sistem keuangan negara akan menjadi masuk sehingga pendapatan negara bertambah melalui pajak.

Benny mengatakan rencana redenominasi rupiah beberapa tahun lalu sempat muncul lalu menghilang.

Waktu itu, kata Benny memang momennya tidak pas, karena takut inflasi.

PURBAYA PANGKAS RUPIAH - Menteri Keuangan Purbaya Yud
PURBAYA PANGKAS RUPIAH - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi memasukkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi rupiah (Rp 1.000 menjadi Rp 1) ke dalam agenda strategis pemerintah. Pengamat ekonomi Benny Batara menyambut baik rencana Purbaya karena ke depan akan sangat efektif mencegah korupsi.

Karena, menurutnya bisa jadi misalkan harga barang Rp 37.000 maka akan dibulatkan menjadi Rp 40 jika redenomisasi, yang artinya harga naik.

"Pembulatan kalau zaman dulu ya mungkin begitu,tapi zaman sekarang banyak orang bayar pakai QRIS," kata Benny dalam tayangan di Channel YouTube, SINDOnews, Sabtu (8/11/2025).

"Bisa enggak bikin Rp 37.500 setelah redenominasi? Bisa Rp 37,5, cekling selesai. Oke, enggak perlu bawa pecahan lagi 50. Kalau zaman dulu memang orang bakal pembulatan ke atas. Rp 37.5000 dibikin Rp 38 biar gampang, sekarang enggak perlu," kata Benny.

Ia mencontohkan membeli burger di Amerika pasti harganya tidak bulat.

Baca juga: Studi Tur Seru, Siswa Sekolah Rakyat Belajar Rupiah di Museum Bank Indonesia

"Misal jadi 4,17 sen (dolar amerika). Ada masalah enggak? Gak ada masalah. Kita pun bisa bikin yang sama. Harga barang misalkan tadi Rp 37.500 jadi Rp 37,5, bayar selesai. Jadi itu ada yang bilang bakal terjadi inflasi atau enggak? Menurut saya enggak," kata Benny.

Malahan kata Benny keuntungannya setiap orang akan menjadi makin susah korupsi.

"Sudah jelas makin susah korupsi. Orang mulai bertanya-tanya, "Lu bawa duit cash ke mana?"," paparnya.

Benny lalu menceritakan pengalamannya sewaktu kuliah di Belanda.

"Gua punya cerita bagus nih zaman dulu di Belanda mau kuliah. Supaya beli, karena duit enggak banyak ya, jadi cari laptop pun gua pergi ke website barang bekas. Ada namanya Marketplats di sana. Di sini mungkin kayak OLX lah, toko barang bekas online," kata Benny.

Menurut Benny, ia lalu berencana membeli laptop yang ditawarkan karena murah dan masih bagus, walaupun bekas.

"Harganya diskon 70 persen. Bawalah gua duit cash mungkin sekitar 300 euro zaman itu. Transaksi di stasiun. Pas gua mau bayar, orang yang gua mau bayarin takut. Hah? Kenapa bayarnya cash? Saya enggak berani. Saya enggak berani," kata Benny menirukan orang yang menjual laptop kepadanya.

Benny menjelaskan membeli barang dengan cash di sana, membuat orang menjadi bertanya-tanya, dan mencurigai uang itu uang hasil kejahatan atau korupsi.

"Takut dia, karena dikira ini transaksi, uang apa ini? Uang haram, apa gua habis nodong, apa jual ganja kah? Takut dia. Jadi lu bayangin orang di sana takut gua mau bayar 300 euro cash. Takut karena sudah mentalitasnya, tidak bisa cash," papar Benny.

Bahkan kata Benny di supermarket di sana, dirinya mau membayar 50 euro sampai 100 euro ditolak.

"Enggak berani mereka. Mereka tanya apa ini? Lu mau cuci duit kah? Se-aware itu mereka. Nah di kita enggak ada, enggak ada ke sana. Kita aneh, konyol banget gitu," kata Benny.

Bahkan katanya di Indonesia untuk transaksi yang mencapai puluhan juta hingga ratusan juta dengan uang cash masih dianggap biasa, sehingga transaksinya tidak masuk ke sistem keuangan negara, sehingga tidak terkena pajak.

"Gua, di beberapa pasar di daerah NTT, orang beli sapi harga Rp 45 juta di pasar basah, pakai uang cash. Gila apaan ini gitu kan? Yang bener aja, pasti enggak bayar pajak ini orang. Yakin gua. Negara jadi rugi, karena enggak masuk sistem keuangan negara, enggak terdeteksi," tambah Benny.

Padahal menurut Benny, mereka membawa sapi itu dengan truk melewati fasilitas negara berupa jalan yang bagus dan diaspal.

"Mereka pakai fasilitas negara. Menikmati aspal yang mulus itu. Menikmati pelabuhan kapal pelni yang harganya di diskon. Tapi dia enggak bayar pajak," kata Benny.

"Jadi banyak juragan-juragan sapi, dengan omzet miliaran rupiah, enggak ada bayar pajak sama sekali. Aneh ya? Enggak bisa terdeteksi, karena duitnya di luar sistem keuangan negara," kata Benny.

Lalu dengan adanya rencana redenomisasi, maka sebagian pihak menilai akan banyak orang seperti juragan sapi menggunakan uangnya membeli emas atau menukarnya dengan mata uang asing untuk menghindari pajak.

Menurut Benny hal itu gampang dicegah dengan melakukan pembatasan pembelian.

"Satu bulan Antam tahan barang. Enggak ada masalah. Emas nilainya enggak busuk, enggak berkarat. Kita satu pintu nih emas kita di Antam, tutup keran enggak usah jual, tahan aja, ada masalah enggak? orang enggak makan emas juga, enggak bermasalah," katanya.

Hal yang sama kata Benny juga dilakukan di penukaran mata uang asing.

"Tahan itu 1 bulan, transaksi foreign currency dibatasi kecuali buat bisnis, PT, orang ekspor impor batu bara atau orang ekspor impor barang dan jasa jelas," katanya.

Sehingga menurut Benny semuanya bisa terdeteksi.

Apalagi katanya jika ada tiba-tiba orang yang tidak pernah transkasi ke Singapura, tiba-tiba mau kirim atau belanja duit, maka akan terdeteksi.

"By the way, waktu mau beli foreign currency lapor ke bank. Tiap minggu mereka kasih laporan jual dolar berapa. Jadi bisa dideteksi itu, enggak ada masalah. Itu super simpel lah. Langsung tutup keran selesai. Money changer langsung ditutup dulu, selesai," ujarnya.

Karenanya menurut Benny sangat penting agar redenomisasi rupiah ini benar-benar diterapkan sehingga transaksi pembayaran simpel dan akan lebih banyak menggunakan online yang dipastikan masuk dalam keuangan negara.

Seperti diketahui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana merampungkan kebijakan redenominasi melalui penuntasan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah alias RUU Redenominasi.

Rencana itu telah ia tetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025.

PMK 70/2025 ini ia tetapkan sejak 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 3 November 2027.

Baca juga: Prabowo Bentuk Jaringan Teknokrat, Purbaya–Jonan Jadi Andalan

"RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027," dikutip dari PMK 70/2025, Jumat (7/11/2025).

Dalam PMK tersebut, Purbaya menetapkan, penanggung jawab penuntasan penyusunan RUU Redenominasi ialah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, dengan target penuntasan kerangka regulasi pada 2026.

Dalam PMK itu, Purbaya juga mengungkapkan urgensi atau keharusan RUU Redenominasi dituntaskan, meski kebijakan redenominasi telah digulirkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sejak 2013 silam.

Setidaknya ada empat urgensi pembentukan RUU Redenominasi, pertama ialah efisiensi perekonomian yang dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional.

Kedua, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional. Ketiga, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, dan keempat, meningkatkan kredibilitas Rupiah.

Dalam Indonesian Treasury Review Vol.2, No.4, 2017 disebutkan bahwa Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sejak 2013 telah merancang tiga tahapan redenominasi.

Tahap pertama adalah persiapan aturan perundang-undangan, infrastruktur dan strategi komunikasi. Dilanjutkan dengan tahap kedua, yakni masa transisi melalui pelaksanaan penukaran secara bertahap Rupiah "lama" dan Rupiah "baru" (dual price tagging).

Tahap ketiga, yaitu tahap phasing out di mana seluruh transaksi menggunakan Rupiah "baru".

Seluruh tahapan itu dirancang memerlukan waktu sekitar 6 tahun lamanya.

Mulai dari tahapan Persiapan, Masa Transisi, hingga tahapan Phasing Out dimana semua uang yang beredar melalui transaksi yang ada di masyarakat adalah mata uang dengan denominasi baru.

 

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved