Kereta Cepat Whoosh
Dugaan Korupsi Whoosh Diselidiki KPK, Jokowi Ungkap Alasan Pembangunannya Bukan Cari Laba
Dugaan Korupsi Whoosh Diselidiki KPK, Jokowi Ungkap Alasan Pembangunannya, Jalan Keluar Kemacetan
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyelidik KPK sedang mengusut adanya dugaan penyimpangan terkait pengadaan dalam proyek itu yang dikerjakan di era Presiden Jokowi.
"Ya benar, jadi perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK," kata Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (26/10/2025).
Baca juga: Jokowi Tegaskan Whoosh Dibangun untuk Publik, Bukan Mengejar Laba
Karenanya Budi, belum merinci lebih jauh soal konstruksi perkaranya.
Whoosh menjadi perbincangan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa APBN tak akan menanggung beban utang Whoosh yang mencapai Rp 118 triliun.
Sementara CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan Roeslani merespons dengan menyebut bahwa pembayaran utang Whoosh dengan APBN sebatas opsi.
Di tengah penyelidikan KPK, mantan presiden Joko Widodo mengungkap alasannya memutuskan untuk membangun Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta–Bandung atau Whoosh saat menjadi Kepala Negara.
Di Solo, Jokowi mengungkap awal mula pembangunan Whoosh berawal dari masalah kemacetan parah yang telah melanda wilayah Jabodetabek dan Bandung selama 20 hingga 40 tahun terakhir.
“Dari kemacetan itu negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun,” ujar Jokowi dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, kerugian akibat kemacetan mendorong pemerintah untuk membangun berbagai moda transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, Kereta Bandara, dan Whoosh.
“Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal sehingga kerugian akibat kemacetan dapat ditekan,” jelas Jokowi.
Jokowi menegaskan bahwa prinsip dasar pembangunan transportasi massal adalah layanan publik, bukan mencari laba.
“Prinsip dasar transportasi massal itu layanan publik, bukan mencari laba. Jadi, transportasi umum tidak diukur dari keuntungan finansial, tetapi dari keuntungan sosial,” tegasnya.
Jokowi menambahkan, keuntungan sosial tersebut mencakup penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, pengurangan polusi, dan efisiensi waktu tempuh.
“Di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Jadi, kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian seperti MRT,” ujarnya.
Jokowi mencontohkan MRT Jakarta yang mendapat subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sekitar Rp 400 miliar per tahun untuk rute Lebak Bulus–Bundaran HI.
“Jika seluruh jalur MRT selesai dibangun, diperkirakan subsidi bisa mencapai Rp 4,5 triliun per tahun,” jelasnya.
Ia menilai, mengubah kebiasaan masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum bukan hal mudah.
“Memindahkan masyarakat dari mobil pribadi dan sepeda motor ke transportasi umum tidak mudah. Mengubah karakter itu sulit,” tambahnya.
Meski masih dalam proses, Jokowi menilai dampak positif transportasi massal mulai terasa.
“MRT Jakarta, misalnya, telah mengangkut sekitar 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang,” ungkapnya.
Baca juga: Mahfud MD Siap Diperiksa KPK soal Dugaan Mark Up Proyek Whoosh “Ngapain Lapor, Mereka Sudah Tahu”
Ia mengajak masyarakat untuk bersyukur karena sudah mulai ada pergeseran perilaku menuju penggunaan transportasi umum.
“Masyarakat patut bersyukur karena sudah ada pergerakan untuk berpindah dari kendaraan pribadi. Ini proses bertahap, tidak bisa langsung,” kata Jokowi.
Selain mengurai kemacetan, Jokowi menegaskan bahwa pembangunan transportasi massal, termasuk Whoosh, memiliki efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” tandasnya.
Proyek KCIC sejak awal dibiayai terutama melalui pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB) senilai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 116,5 triliun.
Sekitar 75 persen atau 5,4 miliar dollar AS berasal dari utang luar negeri, sedangkan 1,8 miliar dollar AS adalah setoran modal dari konsorsium pemegang saham, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).
KPK Imbau Masyarakat yang Miliki Informasi Sampaikan
Sementara itu Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan karena masih dalam penyelidikan, perkembangan dugaan korupsi Whoosh belum dapat diinformasikan secara detail.
"Sehingga karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detail terkait dengan progres atau perkembangan perkaranya, belum bisa kami sampaikan secara rinci," ujar Budi.
Di sisi lain, Budi mengimbau kepada masyarakat yang memiliki informasi terkait dugaan korupsi itu bisa menyampaikannya kepada KPK.
"Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan. Secara umum tentu tim terus melakukan pencarian keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk membantu dalam mengungkap perkara ini," jelasnya.
Sebagian artikel dari kompas.com
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
| Luhut Akui Kondisi Keuangan Whoosh Sudah Busuk Sejak Awal, Mahfud MD Ungkap Peran Besar Jokowi |
|
|---|
| Mahfud MD Cium Ada Pidana Korupsi di Proyek Kereta Cepat Whoosh, Minta Prabowo-Purbaya Selesaikan |
|
|---|
| Jokowi Abaikan Saran Jonan dan Pambagio Kalau Proyek Whoosh Rugikan Negara, Mahfud: Kini Terbukti |
|
|---|
| Mahfud MD: Jokowi Pecat Menhub Ignatius Jonan Karena Tolak Proyek Kereta Cepat Whoosh dengan Cina |
|
|---|
| Mahfud MD Ungkap Proyek Whoosh Jokowi Diduga Dimark-up, Awalnya Kerja Sama Jepang Tapi Jadi ke Cina |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.