Berita Jakarta

Raperda KTR Rampung, Pramono-Khoirudin Sepakat Warung Kelontong Tetap Boleh Jualan Rokok

Ketua DPRD DKI Jakarta kembali menegaskan bahwa kawasan tanpa rokok, bukan melarang aktivitas merokok,

Warta Kota/Yolanda Putri Dewanti
RAPERDA KTR- Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Ketua DPRD Jakarta Khoirudin saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu (5/11/2025). 

 

Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti


WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta dalam finalisasi memutuskan untuk tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.

Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira juga menegaskan tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup dalam Raperda KTR yang telah dirampungkan. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung yang dalam beberapa kali kesempatan mengutarakan komitmen melindungi pedagang kecil, warung kelontong, asongan dan UMKM, saat ditemui di BalaiKota, Rabu (5/11) sore memilih mengamini apa yang disampaikan Ketua DPRD DKI Jakarta.

Dimintai penjelasan lebih lanjut, Pramono enggan menjawab.

"Mohon maaf untuk pansus ini enggak terlalu hafal, tetapi Alhamdulillah hari ini ada ketua DPRD. Jadi, Pak Ketua DPRD, mohon, silakan," katanya.

Merespon Pramono, Khoirudin, Ketua DPRD DKI Jakarta kembali menegaskan bahwa kawasan tanpa rokok, bukan melarang aktivitas merokok, tapi pembatasan untuk para perokok, utamanya di lingkungan pendidikan.

"Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain. Namun demikian, untuk tempat-tempat tertentu di tempat hiburan, kafe, itu dibolehkan. Jangan sampai merokoknya para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain," jelas Khoirudin. 

Menanggapi terkait larangan penjualan, Khoirudin menegaskan aktivitas jual rokok masih diperbolehkan.

"Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh. Berdagang boleh. Iya, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya," jelas dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman menilai berbagai pelarangan tersebut bisa menekan aktivitas pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi rakyat. 

Pasal-pasal pelarangan penjualan dalam Raperda KTR DKI Jakarta, menurut pandangan Rizal, mengabaikan realitas sosial-ekonomi urban yang selama ini bertumpu pada perputaran sektor informal. 

"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah," jelas Rizal.

Penindasan

Pada kesempatan sebelumnya, Ngadiran, Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPW APPSI) DKI Jakarta bersikukuh bahwa legislatif harus tetap mencabut pasal-pasal pelarangan penjualan rokok.

Baca juga: Pengusaha Minta Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Hiburan Malam Dilakukan Realistis

Mulai dari penerapan zona pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional, pasar rakyat hingga kewajiban memiliki izin berusaha khusus bagi penjualan rokok. 

Menurut Ngadiran, bukan sekadar diperlonggar, pasal-pasal tersebut harus dianulir dari Raperda KTR. 

“Jika DPRD DKI Jakarta tetap memaksakan pasal-pasal pelarangan yang berkaitan dengan penjualan, kami akan turun," ucapnya, Sabtu (25/10/2025). 

Baca juga: Fraksi PSI Minta Rumah Pemotongan Hewan dan Puskeswan Masuk Kawasan Tanpa Rokok

"Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya," imbuhnya. 

"Kami sebagai wadah pedagang pasar tradisional dan UMKM, minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan," tegas Ngadiran.

Menurut Ngadiran, pedagang pasar kecewa karena fokus dan perhatian wakil rakyat yang seharusnya melindungi dan memberdayakan pedagang pasar justru membebani dengan aturan yang berlebihan seperti Raperda KTR. 

APPSI berharap legislatif maupun ekseskutif dapat membuat peraturan yang adil dan mengakomodir pedagang kecil.

“Selama ini perlakuan yang diterima pedagang kecil, pedagang pasar tidak adil," katanya. 

"Peraturan-peraturan yang ada justru mengerdilkan bahkan menindas pedagang pasar tradisional," imbuhnya. 

"Ditambah lagi dengan Raperda KTR, pedagang pasar makin terpuruk," lanjut Ngadiran. 

"Apalagi saat ini, rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60 persen. Kami mohon perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah,” pintanya.

Sebelumnya diberitakan, Anggota Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar, Sardy Wahab, mengatakan sebagian dari aspirasi kelompok masyarakat terdampak terkait polemik pasal-pasal dalam Raperda KTR sudah diterima oleh legislatif. 

“Sebagai anggota dewan kami selalu berada di samping dengan asosiasi, kami juga turun ke lapangan, tujuannya bagaimana yang terbaik hasil Pansus itu bisa diterima oleh masyarakat,” kata Sardy saat ditemui Wartakotalive.com di Gedung DPRD Jakarta baru-baru ini.

Ia juga meminta agar aturan yang terkait pelarangan penjualan harus diperlonggar mengingat telah ramai penolakan yang disampaikan oleh pedagang kecil. 

“Kita harus lihat dan tanggap atas situasi dan kondisi di masyarakat. Fenomena yang ada di lapangan harus kita kaji lebih jauh, kita harus berpikir dampaknya ke masyarakat, ke pedagang. Jadi, jangan ego kita saja yang kita kedepankan untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tutup Sardy.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved