Cegah Putus Sekolah

Kebijakan Dedi Mulyadi Soal 50 Siswa di Satu Kelas SMP, Belum Tepat Diterapkan di Kota Bekasi

Penulis: Rendy Rutama
Editor: Budi Sam Law Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KEBIJAKAN TAK TEPAT - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Faturrahman mengatakan kebijakan Dedi Mulyaadi soal jumlah siswa hingga 50 orang dalam satu kelas di SMP dianggap tidka tepat di Bekasi. ia khawatir jika pembelajaran dengan satu kelas diisi 50 siswa atau siswi.

WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI - Pada awal Juli 2025, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM) mengeluarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat (Jabar) No. 463.1/Kep.323‑Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) di tingkat menengah. 

Kemudian ditetapkan batas maksimal Rombongan Belajar (Rombel) dengan penerpan per kelas diisi 50 siswa secara fleksibel dan bersifat darurat yang berlaku mulai PPDB 2025 ini.

Berdasarkan hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Faturrahman mengatakan khawatir jika pembelajaran dengan satu kelas diisi 50 siswa atau siswi.

Baca juga: Kebijakan Rombel Dikritik Atalia, Dedi Mulyadi Singgung Minimnya Pembangunan Sekolah di Era RK

"Kalau saya justru ada kekhawatiran terkait penambahan ini tentu bagaimana nanti efektivitas aktivitas belajar mengajar di kelasnya," kata Wildan, Senin (4/8/2025).

Wildan menjelaskan pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus terhadap kuantitas murid yang diterima, namun juga mempikirkan perihal efektifitas belajar mengajar.

"Penambahan rombel ini kan tidak hanya mengejar kuantitas seharusnya, tetapi juga jangan lupa tugas catatan di Kota Bekasi terkait penambahan guru juga belum signifikan solusinya," jelasnya.

Wildan menuturkan seharusnya pemerintah saat ini bagaimana berupaya menjembatani warga Kota Bekasi yang tidak diterima di SMP Negeri bisa difasilitasi bersekolah di sekolah swasta.

Mengingat tahun ini pemerintah sudah menyiapkan APBD hingga Rp 10 miliar terkait fasilitasi tersebut.

"Tahun ini sudah dialokasikan Rp 10 miliar terkait beasiswa siswa yang bersekolah di sekolah swasta dan saya kira optimalisasinya itu harus pas terkait hal itu dan artinya 10 miliar itu kalau dikonversi untuk SMP Saya kira di atas 3.000-an siswa itu saya kira bisa difasilitasi dari Rp 10 miliar itu," pungkasnya. 

Sementara seorang orangtua murid SMA di kawasan Kota Bekasi, Fitri (48) mengatakan aturan itu justru membuat aktivitas belajar di kelas menjadi tidak efektif.

Ia pun menyarankan untuk satu kelas diisi hanya maksimal 40 orang saja.

"Alasannya itu kurang efektif terus takutnya anak-anak kurang fokus belajar konsentrasinya pecah, maksimal satu kelas 40 orang lah ya," kata Fitria, Jumat (19/7/2025).

Fitri menjelaskan jika pemerintah tetap menerapkan satu kelas 50 siswa atau siswi, disarankan untuk mempersiapkan juga tenaga pengajar pendamping.

Sebab hal itu bertujuan untuk membantu siswa atau siswi fokus selama proses belajar mengajar di kelas.

"Kalau satu kelas sampai 50 orang itu harus ada pendamping karena banyak jumlahnya, takutnya terlalu banyak anak-anak yang ada malah bercanda," jelasnya.

Baca juga: Kebijakan Rombel 50 Siswa Dedi Mulyadi Dikeluhkan, Siswa SMA Negeri 2 Cibinong Pilih Mundur

Halaman
12

Berita Terkini