WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjelaskan, konflik kepentingan dalam memutus perkara bukan baru pertama kali terjadi.
Misalnya, di era Jimly sebagai Ketua MK pada tahun 2003 silam juga pernah terjadi konflik kepentingan.
Saat itu Jimly memutus perkara Nomor004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, Putusan Nomor 5/PUUIV/2006 yang membatalkan Pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap Hakim Konstitusi.
Kemudian, putusan nomor 48/PUU-IX/2011, putusan nomor 49/PUUIX/2011 di era Kepemimpinan Prof Mahfud MD.
Selanjutnya, putusan nomor 97/PUUXI/2013, putusan nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era kepemimpinan Hamdan Zoelva.
"Putusan Perkara 53/PUUXIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era Kepemimpinan Prof Arief Hidayat," katanya, Rabu (8/11/2023).
Baca juga: Anwar Usman Ternyata Pernah Didesak Mundur karena Menikah dengan Adik Jokowi, Sekarang Soal Gibran
Anwar menjelaskan, pada intinya bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi atau individual serta privat.
Maka dari itu, Anwar menegaskan sesuai yurisprudensi (ajaran hukum melalui peradilan) di atas dan norma hukum yang berlaku dirinya tetap memutus perkara 96/PUU-XVIII/2020.
"Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itua saya lakukan, maka sama halnya, saya menghukum diri sendiri, karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai Hakim dalam memutus perkara," terangnya.
Menurut Anwar, sangat mudah dirinya untuk selamatkan diri sendiri dan tidak ikut memutus perkara tersebut.
Sebab, lolos atau tidaknya salah satu Capres-Cawapres terkait batas usia, bukan para hakim MK yang mengusungnya ikut di Pilpres 2024.
"Yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," terangnya.
Baca juga: Dengar Kabar Dirinya Bakal Dilengserkan Sebelum Putusan MKMK, Anwar Usman: Insyaallah Ada Hikmah
Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengaku sudah mengetahui rencana politisasi dan pelengseran dirinya dari jabatannya beberapa waktu lalu.
Namun, Anwar mengaku masih menjalankan dan kewajibannya sebagai Ketua MK saat itu yakni membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Sebagai bentuk tanggung jawab amanah jabatan yang diembankan kepada saya, selaku Ketua MK," kata Anwar, Rabu (8/11/2023).