Lipsus Warta Kota

Potret Usang Rusunawa Muara Baru Lantai Berkerak dan Banyak Sampah, 10 Tahun Tak Diremajakan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi Rusunawa Muara Baru di Penjaringan tampak kumuh, cat tembok mulai mengelupas

WARTAKOTALIVE.COM, PLUIT — Selama 10 tahun berdiri untuk menampung relokasi warga gusuran kampung Waduk Pluit, rumah susun sewa sederhana -  rusunawa Muara Baru kini nampak usang. 

Sekilas bangunan bertingkat lima yang berada di tepian Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara itu nampak megah dari depan. 

Sejumlah satpam dan pengelola rusun pun nampak berada di depan pintu masuk, selayaknya rusun-rusun pada umumnya.

Akan tetapi jika menengok ke bagian dalam rusun, ada banyak sampah-sampah yang bertebaran di sepanjang pintu masuk hingga lorong-lorong tempat tinggal warga.

Bahkan, lantai-lantai rusun yang berwarna putih, kini sudah menguning dan hitam berkerak.

Baca juga: Pernah Tenggelam karena Banjir, Warga Rusunawa Muara Baru Bersyukur Digusur Jokowi

Dari pantauan Warta Kota di lokasi, Minggu (24/9/2023), rusunawa tersebut memiliki 12 blok yang terdiri dari Blok A, B, C, D dan Blok 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12. 

Berbeda dari rusun yang lain, Rusunawa Muara Baru masih mempertahankan bentuk bangunan lama yang belum memiliki fasilitas lift.

Sehingga, para penghuni rusunawa tersebut, perlu menaiki tangga jika hendak masuk ke rumahnya masing-masing, dari lantai 1 hingga 5. 

Akan tetapi, menjadi ironi lantaran di lantai dasar rusun tersebut, sejumlah warga memanfaatkannya untuk tempat tinggal. 

Namun jangan dibayangkan tempat tinggal tersebut sama dengan para penghuni rusun lain yang memiliki jendela dan pintu.

Tembok mereka memang terbuat dari batu bata yang disemen, hanya saja untuk pintu masuk, rata kesemuanya menggunakan pintu berjenis folding gate dan sudah berkarat.

Pasalnya lantai dasar itu, kebanyakan dimanfaatkan warga untuk berjualan makanan ringan, sayur mayur, hingga aneka jajanan anak-anak. 

Seperti di Blok D misalnya. Ramai warga yang memanfaatkan lapak di lantai dasar untuk tinggal dan berjualan.

Baca juga: Kisah Yati Surachman Saat Tinggal di Rusunawa Pulo Mas Hingga Digusur

Sementara apabila menaiki tangga ke lantai atas, pemandangan kumuh dan banyak sampah nampak terasa di sini.

Dari yang terlihat, tembok-tembok rusun itu nampak tak terawat dan usang.

Kerap kali dijumpai sejumlah coretan yang bercampur tanah merah, menghiasi seisi tembok tersebut.

Bahkan, salah satu tembok yang berada di seberang bangunan Blok D nampak pecah dan tercukil. 

Jalanan di sekitar lorong rusun juga kerap kali berserakan sampah.

Bahkan, di dekat tangga ada sejumlah warga yang menggelar tikar dan menyimpan perabotannya.

Hal itu menambah kesan pengap kala melintas di area tersebut.

Menurut salah seorang warga, Maemunah (53) Rusunawa Muara Baru itu belum pernah dilakukan peremajaan sejak 2013 lalu, kala warga digusur dari kampung Waduk Pluit.

"Enggak ada ambruk, kemarin kanopi atas robek sedikit kami lapor pengelola, dalam jangka satu minggu dua minggu dirapihin. Cuma kalau pengecetan, peremajaan dalam jangka 10 tahun baru sekali," kata Maemunah saat ditemui Warta Kota di Blok D Rusunawa Muara Baru, Pluit, Jakarta Utara, Minggu.

Penampakan Rusunawa Muara Baru dengan rongsokan barang di beberapa bagian (Wartakotalive/Nuri Yatul Hikmah)

Hal itulah yang menurut Maemunah membuat Rusunawa Muara Baru nampak usang dan tak terawat.

Ditambah lagi, lanjut dia, para warga kerap membuang sampah sembarangan meski sudah berkali-kali dibersihkan.

Akan tetapi, dia yang tinggal di lantai dasar Blok D itu, merasakan ketidaknyamanan lantaran rumahnya kerap bocor akibat air kamar mandi warga dari atas rembes hingga ke bawah rumahnya. 

Kepada Warta Kota, Maemunah menunjukkan potret kebocoran yang dimaksud itu.

Dari yang nampak di lokasi, kebocoran itu berada di bagian dapur, dekat rak piring dan wastafel.

Jejak kebocoran itu nampak berwarna cokelat kehitaman yang pekat turun dari tembok atas dekat pipa paralon. 

"Jadi ini percuma, kalau ibu tutup pun dari bawah, ditambal-tambal, dipakaikan keramik atau apa, kalau di atasnya enggak dibenerin kan otomatis (bocor)," kata Maemunah.

Pasalnya dia berujar, titik kebocoran itu berada tepat di bawah kamar mandi warga dari lantai lima yang mengalir terus ke bawah.

Oleh karena rumah Maemunah berada di paling bawah, jadilah dia merasakan imbas dari semua itu.

"Dari mulai wastafel ibu sampai lantai lima, itu kamar mandi," jelasnya.

Meskipun demikian, belum lama ini ada perbaikan pipa air yang mengalir di atap rumahnya itu.

Hal itu sebagaimana disampaikan suami Maemunah, Wahyu (65) saat ditemui di lokasi, Minggu.

"Contoh pipa air. Sebelumnya kan besi pada karatan bocor, karena waktu itu fasilitas awal (masuk ke rusunawa) belum ada air kan, karena kami kena bencana alam banjir, jadi enggak bisa ditempatin," kata Wahyu.  

"Itu akhirnya pengelola pintar dibikinlah air waduk jadi air bersih, dipakailah pipa besi, namanya pipa besi lama-lama karatan, jebol," imbuhnya.

Menurutnya, warga perlu menunggu satu atau dua bulan agar kerusakan seperti itu bisa dibenahi.

Hal tersebut lantaran proses pengadaan barangnya seperti paralon, meteran, dan lain sebagainya cukup lama.

"Karena banyak pipa itu mengeluarkan air dari lantai sampai lantai dasar, ya tanggap juga diganti (pipanya)," jelas dia.

Adapun mengenai pipa besi yang berkarat, Warta Kota juga menemukan beberapa bagian lain yang rusak di Rusunawa Muara Baru.

Misalnya pada cat tembok rusun yang sudah terkelupas dan retak-retak, pipa saluran air vertikal yang sudah berlumut dan karatan, serta teras-teras penyangga bangunan yang sudah bolong-bolong.

Bahkan bolongan itu nampak setinggi lebih dari 10 centimeter.

Tak hanya itu, di dekat tempat pembuangan sampah, nampak puluhan karung-karung besar berisi botol-botol plastik dan kardus, menupuk jadi satu.

Di dekatnya, mata dapat melihat bahwa ada sebuah ruangan berpintu hitam yang bagian bawahnya sudah keropos.

Sehingga, ada lubang yang sangat besar di bawah ruangan tersebut.

Padahal, ruangan itu berada di bagian paling bawah rusun dan menopang lima lantai rusun di atasnya.

Diungkap Wahyu, para warga sebenarnya mau untuk dibuatkan rusunawa dalam bentuk tower, tidak bangunan lama lagi.

Hanya saja, warga khawatir biaya sewa akan membengkak apabila semua itu terjadi.

"Kalau ini keluhan warga ya, warga kan ujung-ujungnya duit, ngapain pakai tower kalau harganya perbulan mahal. Kan tadi saya bilang Rp 750 ribu (kalau tower)," ungkap Wahyu.

"Kalau masih begini kan masih disubsidi, mendingan begini. Terus ruang udaranya, sirkuliasi udaranya bagus kalau yang tower kan, itu kaca semua," imbuhnya.

Selain itu, Wahyu juga khawatir apabila warga menjadi dipersulit aksesnya apabila rusunawa Muara Baru diubah menjadi tower bertingkat 16.

"Pakai lift juga dipersulit, kami punya kartu akses buat naik lift kalau punya saudara, yang punya kartu turun dulu untuk mempergunakan alat liftnya seperti tadi," ujar dia.

Diketahui, Wahyu membayar sewa sebesar Rp 250 ribu tiap bulannya, di luar listrik dan air.

Dari pembayaran tersebut ia mengaku mendapat kemudahan dari segi penggunaan transportasi yang Rp 0, serta potongan harga apabila berbelanja.

Hanya saja, kata Wahyu, rusunawa ini tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang, lantaran khusus diperuntukkan bagi mereka yang sudah terprogram.

Terutama, warga yang 2013 lalu terkena musibah banjir dan digusur rumahnya untuk pembuatan Taman Jokowi, di Pluit.

"Waktu 2013 ini dibangun Gubernurnya Jokowi, wakilnya Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), nah setelah Jokowi naik calon presiden, otomatis wakil jadi gubernur kan, bangun lah delapan gedung, dari 5,6,7,8,9,10,11,12," ungkap Wahyu.

"Ini A,B,C,D, (dibangun) Jokowi. Nah itu 2014 baru direlokasi lagi, jadi relokasinya bertahap," lanjutnya.

Meski begitu, Wahyu mengaku perjuangannya mendapat kenyamanan di Rusunawa Muara Baru tidaklah mudah.

Dia dan keluarga kecilnya yang tinggal berempat, pernah kesulitan mendapat air bersih dan penerangan.

"Dulu fasilitas lampunya belum ada, air bersihnya belum ada, kami kena musibah banjir, banjir kurang lebih 2 meter. Jadi Bapak Jokowi menyarankan gini, silakan yang rumahnya hanyut atau roboh kena banjir, tempatin rusun," kata Wahyu.

"Jadi rusun ini kan fasilitas lampu belum ada apalagi air belum ada, karena warga kepepet waktu itu 2013 yang korban banjir, dengan sendirinya kami huni," lanjutnya.

Baca juga: Pemprov DKI Harus Kasih Subsidi Warga Eks Rusunawa Marunda yang Direlokasi ke Nagrak

Dia berujar, kala itu dia hanya menggunakan lilin dan lampu tempel sebagai penerangan saja, sebab tak ada pilihan lain.

Beruntung, di tahun yang sama ada pendataan warga yang tinggal di Rusunawa Muara Baru, sehingga dia dan keluarga bisa tinggal di sana.

Di akhir, Wahyu mengungkap jika meski sudah tinggal puluhan tahun, namun ia kerap kesal lantaran penghuni rusun yang suka buang sampah sembarangan.

Walhasil, lanjut dia, rusun menjadi kurang terawat dan nampak usang, termasuk fasilitas di dalamnya.

"Usang. Kadang-kadang penghuninya enggak mau tahu menahu. Maksud saya juga jangan ngandelin pengelola, kadang-kadang warga juga jorok," pungkasnya. (m40)

 

Berita Terkini