Sosok

Dari Enggak Bisa Beli Mi Instan sampai Jadi Kapolsek, Kompol Putra Dulu Tak Berniat Jadi Polisi

Penulis: Nuri Yatul Hikmah
Editor: Feryanto Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolsek Tambora Kompol Putra Pratama

Bisa jadi, sang ayah hanya membawa stok sembako dari hasil kerjanya itu.

"Jadi untuk mencukupi biaya hidup kami, tiga bulan selama ditinggal oleh bapak, kami makan sembako itu," jelasnya.

"Sehingga ibu saya juga bekerja di gudang pembersihan lada yang seminggu sekalinya mendapat gaji, dari situlah kami bertahan," lanjut dia.

Putra Pertama Kali Masuk Restoran saat Jadi Taruna AkpolPutra bercerita, sepanjang ia hidup, ada satu momen dimana dirinya sangat bahagia sepanjang hidup. 

Yakni, saat dirinya pertama kali masuk dan mencoba makanan di restoran saat menjadi Taruna Akpol. Itupun karena ditraktir temannya.

"Saya merasakan makan di restoran itu baru pertama kali pada saat saya menjadi Taruna Akpol," ujar Putra.

"Jadi mulai saya lahir sampai saya masuk Akpol, saya belum pernah merasakan makan di restoran. Betapa nikmatnya pada saat itu," imbuh dia.

Putra menyebut, hingga kini ia selalu menandai Restoran Padang dimanapun, sebab memiliki kesan tersendiri. 

Putra Baru Punya Handphone di Usianya 21 Tahun, Nomornya Tak Pernah Diganti

Stigma sosok polisi melekat pada dalih 'orang berada' dan 'memiliki banyak uang', namun tidak demikian dengan Kompol Putra Pratama.

Pria kelahiran Oktober 1986 itu, pertama kali memegang dan memiliki handphone saat dirinya berusia 21 tahun, sejak ia lulus Akpol 2008 silam.

"Tahun 2008, saya sudah terima gaji pada saat itu saya sudah mampu untuk membeli handphone dan itulah kali pertama saya punya handphone," jelas Putra.

Saking girangnya, nomor handphone pertamanya itu tak pernah digantinya hingga hari ini.

"Nomor itu nomor yang saya beli di tahun 2008, nomor yang sama yang saya gunakan hingga saat ini tidak pernah berganti," ucap dia.

Sudah Jadi Polisi, Putra Sebut Polisi Profesi yang Mulia Tapi Antara Surga dan Neraka

Meski tak pernah bercita-cita jadi seorang polisi, Putra mengakui jika seorang polisi adalah suatu profesi yang mulia jika dikerjakan dan dilaksanakan dengan baik. 

Terlebih, Putra memang banyak bergelut di dunia reserse, sehingga lebih sering menangani kasus kriminal. 

Kendati begitu, Putra mengibaratkan posisi polisi sebagai orang yang berada di tepian jurang, sebab memiliki tanggung jawab yang besar.

"Saya menyadari sampai saat ini sebenarnya ada banyak kasus yang tidak bisa dihadapi, tidak bisa diungkap yang yang korbannya orang-orang susah," jelas Putra.

"Saya tidak mampu untuk menyelesaikannya karena banyak hal yang menjadi faktor keterbatasan," kata Putra.

Ia menjelaskan, salah satu contohnya seperti kasus pencurian motor yang sebagian besar korbannya adalah warga yang susah (dari segi ekonomi).

Namun rupanya, tugas polisi pun susah, sebab pencarian tersebut layaknya mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tidak tahu mulai dari mana.

"Sehingga saya harus lebih berusaha maksimal lagi, banyak masyarakat menjadi korban kejahatan yang belum mampu saya bantu," ungkap dia. 

Bahkan perwira polisi yang sudah 15 tahun berkelana itu mengaku, tak berharap putra pertamanya meneruskan karier beliau.

Menurutnya, menjadi polisi itu berada di antara surga dan neraka.


"Saya berharap anak saya membangun kariernya di luar polisi, sebagai pengusaha atau apapun. Tapi saya tidak memaksakan jika memang suatu hari dia berminat untuk menjadi polisi," ujar Putra.

"Karena menurut saya, selain profesi ini adalah profesi yang mulia, juga kami berada di jurang antara surga dan neraka. Jika kami bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, maka Insya Allah surga akan menjadi balasannya. Tapi sedikit saja kami salah, maka kami akan masuk ke neraka dan saya tidak mau anak-anak saya berada di jurang seperti saya," imbuh dia.

Hal Mengesankan Sepanjang 15 Tahun Jadi Perwira

Tak banyak yang tahu, seorang polisi rupanya memikul tanggung jawab yang berat. 

Putra mengaku, sepanjang perjalanannya berkarier, hal yang indah menurutnya selain bisa makan di restoran, ia juga merasa bahagia apabila dapat menyelesaikan sebuah permasalahan.

Terlebih, kasus tersebut dialami oleh masyarakat kecil seperti dirinya dahulu.

"Pernah ada seorang petani bawang dari Jawa Timur dari Jawa Tengah yang ditipu, dia jual beli bawang, dia kirim bawangnya sampai ke Jakarta. Setelah sampai Jakarta, ternyata bawangnya dibawa kabur oleh penipu," ucap Putra.

"Saya dan anggota saya berhasil menangkap pelaku itu, punya rasa kepuasan tersendiri yang tidak bisa saya ceritakan," jelas Putra.

Sisi Lain Polisi yang Tak Banyak Orang Tahu

Citra polisi sempat terguncang akhir-akhir ini, bahkan pernah bertebaran di sosial media #percumalaporpolisi. 

Menjawab hal tersebut, Putra menceritakan hal lain yang tidak banyak orang tahu mengenai profesinya itu.

Menurut Putra, masyarakat kerap menyamakan profesi polisi layaknya di film-film. Usai membuat laporan, maka pelakunya bisa langsung tertangkap, apapun kejahatannya. 

Pasalnya, polisi memiliki teknologi canggih seperti Criminal Scientific Investigation.

"Jadi masyarakat berpikir bahwa apapun yang dilaporkan ke polisi, itu bisa langsung diungkap. Apabila dia kehilangan motor, maka polisi bisa mencari dan besoknya bisa ketemu," jelas Putra.

Padahal, lanjut dia, saat masyarakat melaporkan kehilangan. Pihaknya pun kebingungan tatkala memulai pencarian dan melacak keberadaan pelaku.

Sebab terlalu banyak jalur yang dilewati dan terlalu banyak kemungkinan terkait keberadaan motor tersebut. 

"Mangkanya saya bilang, (tugas polisi) seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Nah itulah yang masyarakat tidak paham, jadi masyarakat tuh tahunya apabila sudah lapor polisi, besok atau seminggu motor itu bisa ketemu. Padahal kan tidak semudah itu," tandasnya. (m40)

Berita Terkini