Kompol Putra menceritakan, rumah bedeng yang terbuat dari papan menjadi tempat dirinya menghabiskan masa kecil di Bangka Belitung.
Rumah yang pinggirannya sudah berlubang itu, menjadi pemandangan biasa bagi Putra kecil. Menurut Putra, tempat tinggalnya itu bahkan sudah reyot dan usianya jauh lebih tua dari usia ibundanya.
Bahkan, saking reyot dan berlubangnya, Putra mengaku kerap mendengar suara tetangga yang mengobrol atau sekadar kentut.
"Rumahnya itu memiliki atap yang terbuat dari seng yang sudah karatan, papan-papan yang sudah bolong, sehingga jangankan berbicara, tetangga kami mengeluarkan kentut pun kami bisa mendengarnya," jelas Putra.
Bagaimana tidak, saat itu keluarganya tak memiliki biaya untuk merenovasi rumahnya.
Ayahnya yang bekerja serabutan, menjadi salah satu penyebabnya.
"Bapak saya tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, tapi punya keahlian tangan untuk membuat perlengkapan yang berasal dari kayu, misalnya lemari, jendela, pintu, semua keahlian di bidang pertukangan," ujar Putra.
"Tapi kami tidak punya modal untuk membuat usaha sendiri, sehingga pemasukan hari-hari tidak menentu.
Akhirnya Bapak saya kerja serabutan memasang instalasi listrik, kemudian bekerja sebagai kuli bangunan," imbuhnya.
Saking Miskinnya, Putra Tak Sanggup Beli Mi Instan Rp 350
Selain tak mampu memperbaiki rumah, Putra bahkan pernah tidak bisa makan mi instan yang waktu itu harganya hanya Rp 350.
Putra kecil hanya bisa mencium harum mi instan dari dapur tetangga, tanpa mampu menyesapnya.
"Pernah ada satu waktu, pada saat ada tetangga yang masak Indomie goreng yang aromanya kemana-mana, sebagai anak yang masih berusia kelas dua SD atau kelas tiga SD, pada saat itu saya meminta ke ibu saya 'Bu tolong lah beliin, kayaknya aromanya itu enak sekali,'" kata Putra.
"Tapi ibu saya saat itu enggak punya uang, ia bilang untuk menunggu bapak saya pulang bekerja di pemotongan kayu di hutan, tapi dia pulang biasanya tiga bulan sekali," kata Putra mengenang hari itu.
Namun Putra menyebut, meskipun ayahnya pulang, belum tentu ia membawa uang.