WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua KPK, Firli Bahuri, mengatakan pihaknya tak hanya menerapkan sanksi pidana berupa penjara kepada pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Namun, lanjut Firli, yang utama adalah menyita aset atau harta yang dimiliki untuk efek jera.
Menurut Firli, KPK sudah beberapa kali mengungkap pejabat yang melakukan TPPU.
Pernyataan itu buntut dari laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) tentang adanya pejabat yang menyamarkan hartanya ke pacar hingga keluarga.
Baca juga: Presiden Jokowi Imbau Masyarakat Tetap Tenang, Sistem Kesehatan Siap Hadapi Lonjakan Omicron
"Yang disampaikan PPATK itu yang sudah diungkap KPK," ujar Firli dalam keterangannya, Kamis (3/2/2022).
Salah satu TPPU ke pacar dan keluarga yang dibongkar KPK ada pada kasus mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Wawan Ridwan.
Wawan memberikan uang kepada mantan pramugari Garuda Indonesia Siwi Widi Purwanti untuk menyamarkan hartanya.
Firli mengatakan instansinya selalu mendalami aliran dana dalam perkara korupsi yang ditanganinya.
Semua harta yang disamarkan pasti dipermasalahkan melalui TPPU oleh KPK.
Baca juga: GANJIL Genap Jakarta Jumat 4 Februari, Ada 13 Ruas Jalan yang Bisa Dilalui Pelat Genap
"Untuk memaksimalkan kerugian negara. Setahu saya, kita selalu menerapkan TPPU kepada para pelaku korupsi,” ucapnya.
“Apalagi terhadap tersangka yang cukup bukti bahwa harta miliknya berasal dari tindak pidana korupsi," kata Firli.
KPK bakal terus menggali dugaan TPPU dalam penanganan kasus korupsi yang ditangani.
Langkah itu dilakukan agar pelaku korupsi kapok.
"Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi tidak hanya untuk pemidanaan badan, tapi hal penting juga adalah pengembalian kerugian keuangan negara. Dengan begitu, akan timbul efek jera," ucap Firli.
Sebelumnya, PPATK menemukan beragam modus yang dilakukan pejabat dalam melakukan TPPU.
Salah satunya dana haram itu dialirkan ke pacar atau teman perempuan.
"Jadi, bukan hanya kepada keluarga, tapi mohon maaf, misalnya kepada pacar, atau kepada orang lain yang palsu, dan segala macam, itu yang kita sebut dengan nominee," tutur Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Ivan menjelaskan fenomena tersebut bukan temuan baru.
Petugas hukum telah mengungkap sejumlah kasus TPPU ke teman perempuan.
Baca juga: Jelang Persija Vs Arema FC: Riko Simanjuntak Sembuh, Giliran Coach Sudirman Positif Covid-19
Ivan Yustiavandana menyebutkan beberapa kasus transaksi ke pacar di antaranya dilakukan orang pajak dan beberapa kasus di KPK.
Komisi III DPR memang meminta PPATK menjelaskan sejauh mana lembaga itu memonitor aliran uang ke kerabat pejabat.
Menurut DPR hal ini penting dilakukan untuk mencegah pencucian uang.
Sementara itu, Mantan Kepala PPATK Yunus Husein dalam Program Kompas Petang menyebut transfer dana dari pejabat negara ke kolega bukanlah hal baru untuk modus pencucian uang.
Transaksi mencurigakan seperti ini juga saat dirinya masih menjadi ketua PPATK.
Baca juga: Dokter Erlina Burhan Prediksi Sistem Kesehatan Bakal Kembali Kewalahan Akibat Varian Omicron
Sejumlah koruptor diketahui mentransfer uang mereka ke sejumlah kolega, hal ini diungkap KPK dalam beberapa kasus korupsi di tanah air.
Laporan Keuangan Mencurigakan
Semenata itu, PPATK mengatakan sepanjang 2021 pihaknya menerima sebanyak 73 ribu laporan transaksi keuangan mencurigakan.
"Ini jumlah yang sangat besar," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Ivan lebih lanjut menjelaskan soal laporan transaksi dari dan ke luar negeri hingga 19,7 juta.
"Sebanyak 2,4 juta laporan transaksi keuangan tunai, dan 39.000 laporan transaksi penyedia barang dan atau jasa. PPATK juga menyampaikan 1.104 laporan hasil analisis termasuk di dalamnya mendukung program fit and proper seleksi jabatan pimpinan tinggi," ucapnya.
Selain itu, dikatakan Ivan, PPATK juga telah menyampaikan 24 laporan hasil pemeriksaan, 23 rekomendasi kebijakan dan pelaksanaan pendidikan serta pelatihan anti pencucian uang kepada 240 penyidik TPPU.
Di masa pandemi, dikatakan Ivan, pihaknya menerima laporan transaksi mencurigakan dalam jumlah yang tidak sedikit.
"Tahun 2021, PPATK menerima tidak kurang dari 10 ribu laporan transaksi per jam, artinya PPATK masih dihujani laporan dari pihak pelapor," kata Ivan.