WARTAKOTALIVE.COM, KARAWANG----- Jaksa penuntut umum (JPU) menarik tuntutan 1 tahun penjara kepada Valencya atas dugaan KDRT dan pengusiran terhadap mantan suaminya Chan Yu Ching (45) dalam agenda sidang replik jaksa di Pengadilan Negeri Karawang pada Selasa (23/11/2021).
Jaksa penuntut umum yang langsung dihadirkan oleh Kejaksaan Agung, Syahnan Tanjung sebagai jaksa muda utama
Lalu, Fadjar jaksa madya, Erwin Widhiantono, Guntur Wibowo, Harry Prihariyanto dan Perry Kurnia.
Jaksa menyatakan tidak terbukti bersalah dan tuntutannya ditaril atau batal demi hukum.
Baca juga: Tim Formula E Operation Sudah Tiba di Jakarta, Langsung Tinjau Sejumlah Lokasi untuk Sirkuit
Berikut isi replik dari jaksa penuntut umum:
Majelis Hakim yang terhormat, Sdr. Penasehat Hukum terhormat, Dan pengunjung sidang yang kami hormati,
Setelah kami menguraikan fakta-fakta yang didapatkan dari Keterangan Saksi, Ade Charge, Ahli, Barang Bukti, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa, kemudian tuntutan pidana yang diajukan Penuntut Umum pada tanggai 11 Nopember 2021 maupun pembelan yang di ajukan terdakwa dan Penasehat Hukum pada tanggal 18 Nopember 2021 telah dilaksanakan yang pada hakikatnya merupakan dialogis jawab menjawab terakhir dalam proses pemeriksaan.
Dalam pasal 182 ayat (1) terhadap tuntutan pidana yang di ajukan Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa atau Penasehat Hukum berhak mendapatkan kesempatan mengajukan pembelaan atas pembelaan itu Penuntut Umum berhak pula mendapat kesempatan mengajukan jawaban atau Replik (counterplea).
Baca juga: Valencya Terdakwa Marahi Suami yang Mabuk Dituntut Satu Tahun Penjara Jalani Sidang Replik Siang Ini
Dan atas Replik ini Terdakwa atau Penasehat Hukum berhak mendapat kesempatan untuk mengajukan Duplik atau Jawaban kedua kali (rajoinder).
Sekalipun Tuntutan Pidana terhadap terdakwa telah selesai kami bacakan dan menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana kekerasan Psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf b UU No23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan menghukum Terdakwa VALENCYA Alias NENGSY LIM anak dari Suryadi selama 1 (satu) tahun penjara dan membebankan biaya perkara sebesar Rp.2000.(dua ribu rupiah) namun “tidak ada larangan" menurut ketentuan per-undang-undangan Jaksa Penuntut Umum dapat memperbaiki Tuntutan yang telah dibacakan didepan persidangan “selama masih dalam ruang lingkup pembuktian”.
Namun perubahan Tuntutan tersebut tidak ' mempengaruhi putusan majelis hakim yang akan menjatuhkan pidana seadil-adilnya terhadap diri terdakwa.
Perubahan Tuntutan tersebut didasarkan pada subjektifitas Penuntut Umum dan tidak dilandasi pada keadaan objektifitas dimana kehidupan sosial Terdakwa VALENCYA Alias NENGSSY LIM anak dari Suryadi yang kami pandang dari sudut sosiologis dan paikologis dari tekanan atau perbuatan saksi Korban yaitu suaminya sendiri mendorong terjadinya pertengkaran dan perselisihan yang berkepanjangan dan berpengaruh pada traumakhitis pada jiwa anak-anak Terdakwa.
Baca juga: Kepsek Sebut 3 Murid Penganut Saksi Yehuwa Tak Mau Hormat Bendera dan Tolak Nyanyi Lagu Kebangsaan
Dengan alasan demikian maka terhadap penanganan perkara Terdakwa VALENCYA Alias NENGSY LIM anak dari Suryadi diambil alih oleh Jaksa Agung Republik Indonesia sebagai perwujudan dari pelaksanaan kewenangan asas “Dominus Litis" sebagai pemilik atau pengendali perkara dengan konsekuensi bahwa Pengendalian Kebijakan Penuntutan di suatu negara harus dilakukan di satu tangan yakni di bawah kendali Jaksa Agung selaku Penuntut Umum Tertinggi.
Sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan menyebutkan bahwa: “Jaksa Agung adalah Penuntut Umum Tertingg”, dan lebih lanjut disebutkan dalam ayat (2) untuk kepentingan penuntutan perkara Jaksa Agung dan JaksaJaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya memberi petunjuk-petunjuk, mengkoordinasikan dan mengawasi alat-alat penyidik dengan mengindahkan hierarchie, dan pengawasan disebutkan dalam ayat (3) Jaksa Agung memimpin dan mengawasi para Jaksa dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI kewenangan Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi tetap melekat sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1): "Jaksa Agung adalah pemimpin dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan kewenangan kejaksaan, maka Jaksa Agung juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bilang penuntutan", Artinya, Jaksa Agung bukan hanya pimpinan tertinggi di Institusi Kejaksaan melainkan juga pimpinan tertinggi dalam bidang penuntutan di Institusi mana pun yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang.
Dan Jaksa Agung juga diberikan hak dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI maupun penjelasannya mengatakan penyampingan perkara (deponering) dalam proses pidana adalah sebagai pengecualian dari azas legalitas demi kepentingan umum (Pasal 35 sub c) adalah sebagai berikut. yang dimaksud dengan “kepentingan umum" adalah kepentingan bangsa dan negara dimana kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan azas oportunitas, hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Pengaturan tersebut pada hakikatnya merupakan cerminan dari pelaksanaan prinsip single prosecution system, yang berarti tidak ada lembaga lain yang berhak melakukan penuntutan kecuali berada di bawah kendali Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi negara.
Prinsip single prosecution system tercermin dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Nomor : 16 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa “kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan 'en een ondeelbaar”, artinya, penuntutan harus ada di satu lembaga, yakni Kejaksaan agar terpeliharanya kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampikan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerjanya.
Bahwa berdasarkan asas “nolle prosequi" Jaksa Agung demi kepentingan umum dapat menentukan penuntutan suatu perkara pidana baik sebelum maupun selama persidangan, mengakibatkan penuntut umum menolak untuk melanjutkan perkara terhadap terdakwa.
Majelis Hakim yang terhormat, Sdr. Penasehat Hukum terhormat, Dan pengunjung sidang yang kami hormati,
Bahwa apa yang dikemukakan diatas bila dihubungkan dengan program Jaksa Agung, salah satu penanganan perkara adalah pendekatan semangat "Restorative Justice” sebagaimana PERJA Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengehentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yang ditujukan pada pelaku, korban, keluarga serta masyarakat atas terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku serta jalan penyelesaian dan pertanggung jawaban pelaku dalam penyelesaian perkara pidana yang telah terjadi.
Restorative Justice sebagai proses mencapai keadilan dengan jalan kesepahaman antara kedua belah pihak yang bertikai dengan syara-syarat harus dipenuhi sebagaimana tertuang dalam PERJA Nomor 15 Tahun 2020, akan tetapi terhadap perkara VALENCYA Alias NENGSY LIM anak dari Suryadi “idak penah memohon dan mengajukan” upaya Restorative Justice agar terlaksananya perdamaian.
Dari uralan-uraian tersebut diatas, Penuntut Umum menyatakan unsur-unsur Pasai Dakwaan yang disangkakan kepada Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan meskipun tuntutan bebas demi hukum tidak diatur secara Imitatif dalam KUHAP akan tetapi Penuntut Umum dapat saja menentukan sikapnya melakukan Penuntutan Bebas Demi Hukum “sebelum” Hakim Memutus Bebas terhadap suatu perkara dan dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dikehendaki dalam Pasai 191 KUHAP.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan mengacu pada Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Demi Keadilan dan Kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jaksa Agung Republik Indonesia selaku Penuntut Umum Tertinggi Negara, Menarik Tuntutan Penuntut Umum yang telah dibacakan pada hari Kamis tanggal 11 November 2021 terhadap diri Terdakwa VALENCYA Allas NENGSY LIM anak dari Suryadi dan selanjutnya menuntut:
1. Menyatakan Terdakwa VALENCYA alias NENGSY LIM anak dari SURYADI tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam Iingkup rumah tangga sebagaimana Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Membebaskan Terdakwa Terdakwa VALENCYA alias NENGSY LIM anak dari SURYADI dari segala jenis tuntutan.
Menyatakan barang bukti:
-1 (satu) lembar kutipan akta perkawinan No 28/A-/2000 tanggal 11 Februari 2000 oleh Kantor Catatan Sipli Kotamadya Pontianak.
- 1 (satu) lembar asii surat keterangan dokter dari Siloam Hospital tertanda tangan dr. Cherry Chaterina Silitonga , SpKj., tanggal 20 Juli 2020,
- 6 (enam) lembar print out percakapan whatsupp atas nama Valencya dengan Heri,
dikembalikan kepada Sdr. Chan Yung Chin.
- 2 (dua) buah fiashdisk berwarna putih bermerk Toshiba 18gb dan 329b yang isinya adalah rekaman telpone dengan rekaman cctv di ruko. dikembalikan kepada Siri. Valencya.
Baca juga: Sutikno Minta MUI Jangan Cari Panggung Bentuk Tim Siber untuk Bela Anies, Seakan-akan Timses 2024
4. Membebankan biaya perkara kepada negara,
Demikian tuntutan pidana ini yang dikemukan dalam Replik Penuntut Umum atas pledoi dari Terdakwa maupun dari Penasehat Hukum VALENCYA alias NENGSY LIM anak dari SURYADI yang dibacakan dan diserahkan pada sidang hari ini Selasa tanggal 23 November 2021.
Selanjutnya kami serahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan Bathin kepada Majelis Hakim yang Mulia dalam menjatuhkan Putusan dalam perkara ini dengan seadil-adiinya. (MAZ)