WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan atas rekomendasi Ombudsman mengenai temuan maladministrasi pada penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Pimpinan KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers pada Kamis (5/8/2021) mengatakan, lembaga antirasuah menegaskan tidak dapat diintervensi lembaga mana pun, termasuk Ombudsman.
"Kami tidak ada di bawah institusi lembaga apa pun di republik ini, sehingga mekanisme memberikan rekomendasi kepada atasan KPK."
Baca juga: Tes Wawasan Kebangsaan Dibilang Maladministrasi, KPK Kirim Surat Keberatan kepada Ombudsman
"Atasan KPK ini langit-langit, lampu, jadi atasan KPK sebagaimana Undang-undang KPK yang dalam melaksanakan tugasnya tidak tunduk pada institusi apa pun, tidak terinvensi ke insitusi apa pun," ucap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Atas dasar itu, KPK melayangkan surat keberatan kepada Ombudsman atas laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) berisi temuan malaadministrasi dalam peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Yang jelas kami tegaskan, KPK sebagaimana Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 3 mengatakan, bahwa KPK memang dalam rumpun eksekutif tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi tidak tunduk ke lembaga apa pun."
Baca juga: Kejaksaan Agung Segera Pecat Pinangki Usai Dieksekusi ke Lapas, Tak Terima Gaji Sejak September 2020
"KPK itu independen, ini kami tegaskan," kata Ghufron.
Menurut Ghufron, KPK menyampaikan keberatan tersebut berdasarkan Pasal 25 Ayat 6b Peraturan Ombudsman Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan.
Terkait dengan solusi dari perbedaan pandangan KPK dan Ombudsman dalam pelaksanaan alih tugas pegawai KPK sebagai ASN tersebut, komisi antikorupsi pun menyerahkannya ke Ombudsman.
Baca juga: Arief Poyuono Tantang DPR Keluarkan Mosi Tidak Percaya dan Bentuk Pansus Penanganan Covid-19
"Apa yang dilakukan Ombusman kami hormati untuk melakukan fungsinya, dan kami juga melakukan hak kami menyatakan keberatan ke Ombudsman."
"Bagaimana tindak lanjut keberatan ini, silakan tanya ke Ombudsman seperti apa ketentuannya."
"Karena rezim pelaporan dan pemeriksaan ada di Ombudsman, silakan tanya ke Ombudsman solusinya seperti apa," tutur Ghufron.
Baca juga: Kemenag Dorong 608.806 Masjid dan Musala di Indonesia Dijadikan Sentra Vaksinasi Covid-19
Dalam konferensi pers tersebut, Ghufron menyebutkan ada 13 butir keberatan KPK terhadap temuan maladministrasi yang disampaikan Ombudsman pada 21 Juli 2021.
"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan, dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis."
"Kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman," papar Ghufron.
Baca juga: Pedagang di Terminal Kampung Rambutan: Baru Kali Ini Saya Benar-benar Merasakan Susah Cari Uang
Berikut ini 13 poin keberatan KPK:
1. Pokok perkara yang diperiksa Ombudsman merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan;
2. Ombudsman melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan;
3. Legal Standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman;
4. Pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman bukan perkara pelayanan publik.
5. Pendapat Ombudsman yang menyatakan ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakan tidak didasarkan bahkan bertentangan dengan dokumen, keterangan saksi, dan pendapat ahli dalam LHAP;
6. Pendapat Ombudsman yang menyatakan “pelaksanaan rapat harmonisasi tersebut dihadiri pimpinan Kementerian/Lembaga yang seharusnya dikoordinasikan dan dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan.
Penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi tersebut;
7. Fakta hukum Rapat Koordinasi Harmonisasi yang dihadiri atasannya yang dinyatakan sebagai maladministrasi, dilakukan juga oleh Ombudsman dalam pemeriksaan;
8. Pendapat Ombudsman yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi Rancangan Peraturan KPK melalui Portal Internal KPK bertentangan dengan bukti;
9. Pendapat Ombudsman berkaitan tentang “terdapat Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak relevan.
Karena, tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekuensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.
10. Pendapat Ombudsman yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti;
11. Pendapat Ombudsman yang menyatakan bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021, karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum;
12. Pendapat Ombudsman berkenaan dengan Berita Acara tanggal 25 Mei 2021.
Bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 Pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan Presiden tersebut.
Dan telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang terhadap kepastian status dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil dalam hubungan kerja, tidak berdasar hukum;
13. Tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP. (Ilham Rian Pratama)