WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Draf rancangan Undang-undang KUHP dibuka kepada publik.
Dalam draf itu, diatur pula pasal-pasal terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Berdasarkan draf RUU KUHP yang didapatkan Tribunnews, hal itu termaktub pada Bab II yang mengatur Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: Bantah Bikin Daftar Pegawai KPK yang Harus Diwaspadai, Firli Bahuri Mengaku Tak Punya Kepentingan
Awalnya diatur pasal yang akan dikenakan kepada orang yang menyerang diri presiden maupun wakil presiden.
Ancaman pidana lima tahun menanti bagi yang melanggar pasal ini.
Hal itu tercantum dalam Pasal 217 yang berbunyi :
Pasal 217
Setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Kemudian pasal yang menjerat orang apabila menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden maupun wakil presiden tercantum dalam Pasal 218. Pasal itu berbunyi:
Pasal 218
(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Sementara, pasal 219 mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial.
Baca juga: Buruh Bangunan Tewas Ditembak OTK di Papua, Aparat Sempat Diberondong Tembkan Saat Evakuasi Korban
Kemudian ada pula Pasal 219, yang mengatur pelanggaran pidana jika menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden maupun wakil presiden menggunakan tulisan atau gambar melalui sarana teknologi informasi.
Ancaman pidana paling lama yang dikenakan kepada pelanggar adalah hukuman bui selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan. Pasal 219 tersebut berbunyi:
Pasal 219
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum;
Memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden;
Dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Namun, dalam pasal selanjutnya dijelaskan tindakan pidana tersebut hanya bisa diproses hukum apabila ada aduan yang langsung dilakukan oleh presiden dan wakil presiden sendiri.
Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Segera Disahkan
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, RUU KUHP mendesak disahkan.
Ia berharap RUU KUHP bisa disahkan tahun ini.
"Mari kita buat resultante baru, kesepakatan baru."
Baca juga: Perpres 47/2021 Terbit, MenPANRB Kini Bisa Dibantu Wakil Menteri
"Ini sudah tinggal sedikit lagi, agar misalnya tahun ini, KUHP kita yang baru sudah disahkan,” ujar Mahfud MD, Kamis (4/3/2021).
Menurutnya, pada waktu menjelang pembentukan kabinet baru yang ramai penolakan terhadap beberapa UU, ia termasuk yang mendukung agar RUU KUHP segera disahkan.
Pada 20 September 2019, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP, setelah mahasiswa menggelar aksi besar-besaran menolak pengesahan rancangan undang-undang tersebut.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi III DPR Bilang Panglima Selanjutnya Harus dari AL, Begini Kata UU TNI
Para mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menolak sejumlah pasal kontroversial dalam RUU itu.
Menurut Mahfud MD, jika terdapat hal-hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, semestinya tak lantas membuat batal disahkan.
Perbaikan, kata Mahfud MD, bisa dilakukan melalui legislative review atau judicial review.
Baca juga: BREAKING NEWS: Pileg dan Pilpres 2024 Disepakati Digelar pada 28 Februari, Pilkada 27 November
"Soal salah, nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review."
"Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan."
"Maka, menurut saya kita harus mempercepat ini, sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki,” tutur Mahfud MD. (Vincentius Jyestha)