Di akhir pernyataannya, Gilbert menyinggung soal lahan di Pulogebang, Jakarta Timur yang dibeli 2018 lalu, namun bermasalah.
Gilbert menduga, pembelian lahan yang bermasalah di sana juga melibatkan PT Adonara, seperti kasus pembelian tanah di Pondok Ranggon.
“Masalahnya ini berkaitan dengan kasus yang kita buka. Karena setahu saya itu juga PT Adonara kan? Karena jumlahnya 3,4 hektare, kemudian kasus tersebut sudah terjadi tahun 2018. Lalu kenapa terulang lagi di Pondok Ranggon dan Munjul,” katanya.
Senada dengan anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI Eneng Malianasari yang juga geram dengan sikap Sarana Jaya.
Baca juga: KPK Tetapkan Dirut Sarana Jaya sebagai Tersangka, Pemprov DKI Buka Peluang Beri Pendampingan Hukum
Eneng mengaku, telah berulang kali mengingatkan Sarana Jaya agar memaparkan data-data lahan yang dibeli berserta seluruh aset milik Sarana Jaya.
“Ini yang kami kecewakan, tadi sudah saya sampaikan sebelum rapat dimulai. Ini pak, biar rapatnya enggak bolak-balik, tolong lengkapi datanya karena kami rapat serius loh, bukan sekadar rapat datang dengan bahan yang apa adanya,” ujar Eneng.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Dirut Perumda Sarana Jaya Indra Sukma Arharrys menyatakan, bakal memaparkan data-data tersebut secara tertulis kepada Komisi B.
“Saya coba sampaikan, apabila memang nanti bapak inginkan surat, kami akan sampaikan secara tertulis pak,” kata Indra.
Baca juga: PD Pembangunan Sarana Jaya Tunggu Perkembangan dari Penyidik, Indra Sukmono Arharrys Plt Dirut
Dalam kesempatan itu, Indra memaparkan pihaknya telah melakukan pembelian lahan seluas 66 hektar di Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
Rinciannya, 51 hektar lahan dibeli di Jakarta Utara dengan alokasi dana Rp 1,5 triliun, dan 15 hektar dengan alokasi Rp 735 miliar.
“Mohon izin pak karena adanya keterbukaan informasi di kami, kami mohon izin kami bisa smapaikan secara tertulis saja pak," kata Indra. (faf)