Saksi Sebut Tarif Rp 2 Miliar yang Dipasang Fredrich Yunadi untuk Setya Novanto Paling Murah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fredrich Yunadi menggugat mantan kliennya, Setya Novanto beserta istri, Deisti Astriani, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terkait biaya jasa hukum alias fee pengacara Fredrich yang tak kunjung dilunasi Setya Novanto.

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Sidang gugatan advokat Fredrich Yunadi atas kliennya, Setya Novanto dalam kasus pelunasan fee, Rabu (17/2/2021), menghadirkan saksi fakta bernama Mujahidin.

Saksi yang merupakan rekan kerja Fredrich ini mengatakan, fee yang disepakati dengan Setnov merupakan tarif paling murah selama pihaknya menangani kasus.

Menurutnya, fee yang biasa diterima dirinya bersama Fredrich melebihi angka Rp 5 miliar.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 44 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jawa Tengah Masih Dominan, Jakarta Ada 5

Sedangkan untuk mengurus persoalan kali ini, Setnov dan Fredrich hanya menyetujui Rp 2 Miliar per surat kuasa.

"Sepengetahuan saya yang pernah menangani kasus bareng, Pak Fredrich fee-nya ada 5 M per surat kuasa, pasti bervariasi."

"Dan ini yang paling murah saya rasa, yang lain di atas 5 M," kata Mujahidin dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: LIVE Streaming Misa Rabu Abu 2021 di Keuskupan Agung Jakarta, Tahun Ini Ditabur Tak Dioles

Fredrich, lanjut Mujahidin, awalnya mengajukan Rp 3 miliar kepada mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, untuk per satu surat kuasa, sebelum akhirnya disepakati hanya sebesar Rp 2 miliar.

Dalam kasus ini, kata Mujahidin, terdapat 10 surat kuasa yang dibuat oleh Fredrich terkait kasus korupsi KTP-el.

Kendati demikian, Setnov baru membayarkan fee sebesar Rp 1 miliar. Dirinya diberi mandat Fredrich untuk menagih sisa uang yang telah disepakati ke Setnov.

Baca juga: Pesan Gembala Prapaskah 2021 dari Uskup Agung Jakarta: Wabah Ini Bukan Hukuman Allah

"Awalnya minta Rp 3 M per satu kasus, tapi terakhir diputuskan Rp 2 M per satu surat kuasa."

"Satu surat kuasa itu satu permasalahan, itu belum dibayar, baru Rp 1 M saja, itu buat tanda jadi pas awal-awal," ungkapnya.

Dirinya juga mengaku kecewa atas sikap Setnov, di mana pihaknya merasa sudah memasang badan untuk kasus Setnov. Namun, hingga kini belum ada pelunasan fee yang disepakati.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 15 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Papua Terbanyak, Disusul Nias dan Maluku Utara

Sebelumnya, Fredrich Yunadi menggugat mantan kliennya, bekas Ketua DPR Setya Novanto beserta istri, Deisti Astriani, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Gugatan yang diajukan Maret 2020 lalu itu terkait biaya jasa hukum alias fee pengacara Fredrich yang tak kunjung dilunasi Setya Novanto.

Dinukil dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Jumat (6/11/2020), perkara tersebut bernomor 264/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL tertanggal 20 Maret 2020.

Baca juga: Mahfud MD Bilang Rizieq Shihab Ingin Pulang Terhormat Meski Seharusnya Dideportasi karena Overstay

Fredrich meminta majelis hakim menetapkan tergugat I, yakni Setya Novanto dan tergugat II, Deisti Astriani, melakukan perbuatan wanprestasi karena tidak membayar seluruh biaya jasa kuasa hukum.

"Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya."

"Menyatakan sah secara hukum kesepakatan pembayaran biaya Jasa Kuasa Hukum antara PENGGUGAT dan TERGUGAT I dan TERGUGAT II," demikian sebagian isi gugatan yang dikutip Tribunnews.

Baca juga: Gatot Nurmantyo Dapat Bintang Mahaputera, Mahfud MD: Tak Diberi Curiga, Dikasih Dibilang Mau Bungkam

Fredrich juga meminta majelis hakim menghukum Setya Novanto dan Deisti membayar segala kerugian kepada fredrich sebesar Rp2.250.000.000.000 dengan rincian sebagai berikut:

1. Kerugian Materiel:

-14 Legal Action (upaya hukum) x Rp2.000.000.000 per-Legal Action (tiap upaya hukum) = Rp28.000.000.000 – Rp1.000.000.000 yang sudah dibayar = Rp27.000.000.000;

Baca juga: Mahfud MD: Rizieq Shihab Bukan Khomeini, Pengikutnya Tidak Banyak

- 2 persen x Rp27.000.000.000 per bulan bilamana dihitung dengan nilai investasi suku bunga bank, terhitung sejak somasi disampaikan dan diterima Tergugat I pada bulan Oktober 2019 hingga putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.

2. Kerugian Immaterial:

Total Rp2.256.125.000.000 dari perincian:

Baca juga: Jaksa Agung Divonis Bersalah oleh PTUN, Jamdatun: Kami akan Banding Keputusan yang Tidak Benar

- 1 bulan pidana kurungan = Rp62.500.000 x 90 bulan (total masa pidana kurungan PENGGUGAT) = Rp5.625.000.000;

- Uang tunai pembayaran denda sebesar Rp500.000.000

- Kehilangan pemasukan nafkah sebesar Rp25.000.000.000 perbulannya x 90 = Rp2.250.000.000.000

Baca juga: Jurus Baru Lawan Covid-19, Pemkab Bekasi Ajak Warga Terapkan 3W

Dan bilamana perlu dengan cara lelang terhadap harta kekayaan TERGUGAT I dan TERGUGAT II, baik yang diletakkan sita jaminan maupun harta kekayaan lainnya sesuai ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku:

1. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk tunduk mentaati dan patuh melaksanakan putusan ini;

2. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 untuk setiap harinya, apabila TERGUGAT I dan TERGUAGAT II lalai memenuhi dan melaksanakan isi putusan ini;

Baca juga: Gatot Nurmantyo Dianugerahi Bintang Mahaputera, Deklarator KAMI: Cara Jinakkan Orang Beda Sikap

3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah diletakkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara ini terhadap:

- Sebidang tanah dan bangunan dengan luas 290m2, yang terletak di Perum Tanah Kebon Jeruk Kav. Blok A 1, berdasarkan Sertipikant Hak Guna Bangunan No. 381 Tahun 1987, Surat Ukur Nomor : 105/5442/1986, atas nama Pemegang - Hak RADEN SETYA NOVANTO / TERGUGAT I ;

- Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Wijaya XIII, No. 19, RT 003/RW 003, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160.

Baca juga: Gedung dan Hotel di Jakarta Boleh Ajukan Proposal Gelar Resepsi Pernikahan, Wajib Protokol Covid-19

Dengan batas depan Jalan Wijaya XIII, samping kiri, Jl Panglima Polim II, belakang Jalan Wijaya XIV, atas nama Pemegang Hak RADEN SETYA NOVANTO/TERGUGAT I ;

4. Menyatakan putusan atas perkara a quo dapat dijalankan terlebih dahulu (uitverbaar bij vorrad) meskipun TERGUGAT I dan TERUGAT II, melakukan upaya hukum banding, kasasi , peninjauan kembali dan verzet;

5. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini.

Baca juga: 3M Vaksin Paling Aman Tangkal Covid-19, Tak Ada Efek Sampingnya

Fredrich Yunadi divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Ia terbukti merintangi penyidikan korupsi proyek KTP-el.

"Menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan tersangka korupsi."

Baca juga: Hadapi Banjir, Pemkab Bekasi Bakal Lebarkan Sungai dan Bentuk Satgas Bebas Sampah Plastik

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 7 tahun denda Rp500 juta atau diganti pidana kurungan 5 bulan," ucap Hakim Saifuddin Zuhri, Kamis (28/6/2018).

Majelis hakim menolak segala nota pembelaan atau pleidoi Fredrich dan tim kuasa hukum.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga mencantumkan hal yang memberatkan terhadap Fredrich Yunadi.

Baca juga: Mencoba Menyalip dari Kiri, Pemotor Tewas Terlindas Truk Trailer di Jalan Akses Marunda

Yakni, tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, serta kerap kali mencari-cari kesalahan saksi.

"Terdakwa juga menunjukan sikap dan tutur kata kurang sopan selama persidangan," kata hakim.

Sedangkan hal yang meringankan, Fredrich belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan.

Baca juga: Marwan Batubara Minta Gatot Nurmantyo Tolak Bintang Mahaputera dari Jokowi

Fredrich sebelumnya dituntut oleh jaksa pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 600 juta.

Dalam dakwaan disebutkan, Fredrich Yunadi melakukan upaya perintangan, di antaranya memesan kamar inap Rumah Sakit Medika Permata Hijau, sebelum kecelakaan mobil Setya Novanto terjadi pada Kamis 16 November 2017.

Padahal, mantan Ketua DPR itu harus memenuhi panggilan penyidik KPK atas kasus korupsi KTP-el.

Baca juga: Dinobatkan Jadi Menteri Berkinerja Terbaik Versi Survei Indo Barometer, Prabowo Tak Nyaman

Selama di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Fredrich Yunadi juga bertindak tidak kooperatif dengan mengusir tim satuan tugas KPK.

Sikap berbeda diberikan Fredrich terhadap kumpulan orang diduga simpatisan Novanto. (Rizki Sandi Saputra)

Berita Terkini