Berita Jakarta

Anak-anak di Pemukiman Pemulung Kembangan Jakbar, Swasta Terpentok Biaya—Negeri Tak Diterima

Kampung pemulung di RW 03 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, menjadi potret keterbatasan yang tak terbantahkan di tengah kota metropolitan Jakarta. 

Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
KETERBATASAN - Kampung pemulung di RW 03 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, menjadi potret keterbatasan yang tak terbantahkan di tengah kota metropolitan Jakarta. Nasib anak-anak yang sekolah di kampung tersebut menjadi masalah di tengah keterbatasan. 

WARTAKOTALIVE.COM, KEMBANGAN — Sebuah pemukiman yang karib dikenal sebagai kampung pemulung di RW 03 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, seakan menjadi potret keterbatasan yang tak terbantahkan di tengah kota metropolitan Jakarta. 

Di kampung tersebut, tak terhitung berapa banyak hilir mudik kendaraan pengangkut sampah yang lewat dan masuk ke dalam gang-gang kecil yang kiri kanannya diisi oleh tumpukkan sampah.

Mulai dari sampah plastik, kertas, hingga sampah besi, dipisahkan dalam karung-karung besar, sebelum akhirnya ditumpuk hingga menggunung.

Jangan bayangkan rumah-rumah warga di sini berdinding tembok yang dingin apabila tersapu hujan.

Saat memasuki kawasan ini, sisi kanan dan kiri jalan lebih banyak menampilkan dinding-dinding seng yang telah berkarat, dipotong seadanya, serta usang.

Sekilas, rumah warga tak akan nampak lantaran tingginya gunungan sampah daur ulang.

Namun apabila berjalan masuk dan membelah tumpukkan sampah, mata akan dapat melihat potret kehidupan warga di tengah keterbatasan dan asa yang mungkin hampir terputus.

Rumah-rumah mereka yang hanya berukuran kurang lebih 3 meter, nampak berdempetan dengan rumah lainnya. 

Jangankan garasi, pemandangan halaman rumah mereka bukanlah tanaman hijau yang rindang, melainkan sampah yang kadang kala menimbulkan aroma kurang sedap.

Baca juga: Tak Sebatas SMA Swasta, Madrasah dan Pesantren Diminta Ikut Program Sekolah Gratis di Jakarta

Namun seakan sudah terbiasa dengan aromanya, para ibu-ibu yang bermukim di sini justru memilih mengobrol di teras rumah. Tak jarang, mereka juga menyuapi sang anak di area yang cukup berdebu.

Beberapa dari warga bahkan ada yang mengobrol sembari tangannya terampil memisahkan sampah-sampah botol atau sendok plastik sebelum dikirim ke pengepul.

Kampung pemulung ini bertambah pilu, lantaran akses jalan menuju kawasan ini rusak. Ada banyak kubangan air serta tanah yang berubah belok lantaran tercampur sampah dan lumpur.

Kala kendaraan pengangkut lewat, siapapun warga yang melintas bisa terkena cipratannya. Cipratan berwarna cokelat kental dengan aroma sampah yang cukup menyeruak. 

Meski sudah terbiasa, warga sekitar juga tetaplah manusia yang memiliki harapan hidup lebih baik. Terutama untuk anak-anaknya, yang diharapkan tak mengikuti jejaknya.

Salah satu warga bernama Sukara, menyebut jika ia memiliki tiga orang anak. Satu di antaranya masih bersekolah di bangku sekolah dasar (SD), sementara dua lainnya sudau berumah tangga.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved