Raperda KTR
Pramono Ingin Sahkan Raperda Kawasan Tanpa Rokok, Pengusaha Warteg Khawatir Tutup Usaha
Pemprov DKI Jakarta akan sahkan Raperda KTR (Kawasan Tanpa Rokok), hal ini bikin resah pengusaha warteg. Sebab kondisi akan tambah berat.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengusaha warteg saat ini sedang resah, karena Pemprov DKI Jakarta akan segera mengesahkan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Salah satu kawasan yang dilarang untuk merokok adalah warteg.
Sementara konsumen makanan di warteg umumnya perokok.
Menurut Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, pasca pandemi hingga saat ini, 25.000 warteg se-Jabodetabek telah tutup.
Baca juga: Wali Kota Jaktim Ajak ASN Makan di Warteg 21, Pemilik Sebut Jadi Langganan Artis dan Pejabat
Jumlah ini mewakili perkiraan sekitar 50 persen dari total 50.000 warteg yang eksis sebelumnya.
Warteg adalah singkatan dari Warung Tegal. Ini adalah jenis usaha warung makan yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah, dan menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau.
Warteg umumnya menyajikan makanan khas rumahan yang beragam, dan menjadi pilihan populer bagi banyak kalangan, terutama pekerja dan pelajar.
Menurut Mukroni, pedagang warteg memilih tutup karena kondisi ekonomi yang semakin berat.
Baca juga: Gas Elpiji 3 KG Sulit Didapat, Cerita Mantoyo Pengusaha Warteg yang Kini Memasak Pakai Kayu Bakar
"Dengan kondisi tahun ini, pelambatan ekonomi, posisi warteg dilema," ujarnya kepada Wartakotalive.com, Selasa (29/7/2025).
"Imbas daya beli menurun, konsumen menurun karena PHK terjadi di mana-mana, pabrik-pabrik berguguran," imbuhnya.
"Karena kondisi yang makin berat ini, merugi terus, pedagang warteg dilema, akhirnya memilih tutup," lanjut Mukroni.
Baca juga: Baim Wong Makan di Warteg PA Jakarta Selatan, Bercanda Sebut Fotonya Minta Dipajang
Dia mengungkapkan Jakarta sebagai salah satu pusat sebaran warteg, juga semakin banyak yang tutup.
Mukroni berharap Pemprov DKI Jakarta sensitif dengan kondisi ini dan semakin berat dengan hadirnya rancangan peraturan yang mengekang seperti adanya wacana Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok.
Dalam rancangan peraturannya, pasal 14 menyebutkan larangan merokok di restoran dan rumah makan.
Keberadaan pasal ini pun membebani operasional warteg yang selama ini sudah tertekan.

“Ini menambah beban pemilik warteg. Sulit bertahan di tengah kondisi ekonomi sekarang ini, ditambah lagi dengan rancangan aturan seperti ini,” ungkap Mukroni.
Menurutnya, keberadaan larangan merokok di warteg akan semakin membuat warteg sepi, sama saja dengan meniadakan konsumen.
Aturan ini juga akan sulit ditegakkan di lapangan, cenderung justru memberikan kesempatan munculnya oknum-oknum di lapangan, yang lagi-lagi akan semakin memberatkan pedagang warteg.
“Konsumen warteg umumnya perokok, dan pedagang warteg untuk menambah pendapatannya juga menjual rokok," ucapnya.
"Benahi dulu ekonominya. Jangan ada peraturan yang semakin menekan dan membebani pedagang kecil," ujarnya lagi.
"Yang dibutuhkan sekarang ini, solusi bagaimana warteg bisa tumbuh kembali, ekonomi membaik," katanya.
Dia menjelaskan warteg sebagai usaha ekonomi kerakyatan, sedang dalam posisi bertahan.
Mukroni menjelaskan, pendapatan warteg turun hingga 90 persen, karena berkurangnya jumlah pelanggan, terutama dari pekerja kantoran dan buruh yang terkena dampak PHK dan kebijakan bekerja dari rumah.
Belum lagi ditambah biaya sewa yang terus semakin naik membuat pemilik warteg tidak mampu memperbarui sewa, terutama di Jakarta, di mana harga sewa lebih tinggi daripada di daerah sekitarnya.
"Warteg sudah terus berguguran karena terkena imbas ekonomi rakyat kecil yang semakin sulit," katanya.
"Jangan sekadar buat aturan. Makin banyak aturan tapi ekonomi tidak dibenahi, masyarakat tidak bisa makan. Jangan bikin sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan,” jelasnya.
Mukroni menilai pemaksaan larangan-larangan dalam Raperda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) mustahil diimplementasikan.
"Sangat sulit melaksanakan aturan dengan larangan-larangan dalam Raperda KTR dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, tolong ditunda dulu," ucapnya.
"Masyarakat sudah ngos-ngosan. Pedagang kecil ini kalau tidak jualan, bisa mati," imbuhnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berjanji Raperda KTR tak akan memberatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Karena bagaimanapun bagi saya para pelaku UMKM, itulah yang harus mendapatkan perlindungan,” kata Pramono saat dijumpai di Jakarta Barat.
Pramono pun ingin meskipun peraturan ini disahkan, jangan sampai hanya menguntungkan masyarakat menengah ke atas, namun merugikan masyarakat menengah ke bawah.
"Jangan kemudian membuat perda untuk membuat masyarakat middle up sehat, tapi di bawahnya malah nggak sehat," tandasnya.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
raperda KTR
Kawasan Tanpa Rokok
Pramono
warteg
Pengusaha warteg
Ketua Koordinator Warteg Nusantara Mukroni
Dugaan Malapraktik RSI Pondok Kopi Belum Ada Kesepakatan Damai |
![]() |
---|
PGN Pastikan Pasokan Gas ke Jawa Barat dan Sumatera Kembali Stabil |
![]() |
---|
Demi Senangkan Anak, Warga Kedoya Sewa Angkot Rp 300 Ribu untuk Liburan ke TMII |
![]() |
---|
Curhat Pedagang Pasar Barito Jaksel, Terancam Digusur Paksa di Tengah Sepinya Pembeli |
![]() |
---|
Keributan Antarwarga Terjadi di Jasinga Bogor, Dilaporkan Ada Korban Meninggal dan Luka-luka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.