Berita Regional
Perusahaan Tekstil di Semarang Jateng Kejam pada Karyawan, tidak PHK, Tiap Bulan Digaji Rp 1.000
Perusahaan tekstil di Semarang, benar-benar kejam. Karyawan tak di PHK, tapi dgaji Rp 1.000 per bulan. Modus apa ini?
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kabar tak mengenakan datang dari Jawa Tengah, ada sebuah perusahaan tekstil menggantung nasib ratusan karyawannya.
Berdasarkan ulasan Kompas.com, perusahaan tekstil itu berada di Gempol, Jati, Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah.
Seorang karyawan bernama Bakdi (50), berani mengungkapkan masalah yang dialaminya.
Menurut Bakdi, dia bersama teman-temannya yang lain mengalami nasib tragis setelah dirumahkan pada Februari 2025.
Baca juga: Rencana Prabowo Bentuk Satgas PHK Dinilai Bentuk Kehadiran Negara Berikan Perlindungan
Ia kini hanya menerima upah sebesar Rp 1.000 per bulan, meskipun telah bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 1995.
Dalam perbincangan di rumah ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Gas Bumi dan Umum (SPKET), Danang Sugiyatno, Jumat (3/5/2025), Bakdi menjelaskan bahwa dirinya dirumahkan dengan alasan efisiensi.
Bakdi mengaku telah bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 1995 di bagian weaving.
Namun, pada Februari 2025, ia dirumahkan dengan alasan efisiensi.
Baca juga: DPR RI Khawatir Ada PHK Massal Imbas Kenaikan Tarif Impor Ala Donald Trump
Sejak saat itu, status Bakdi di perusahaan menjadi tidak jelas.
Ia masih berstatus sebagai karyawan, namun tidak lagi dipekerjakan.
Ia juga tidak menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) secara resmi.
Karena kondisi tersebut, Bakdi hanya menerima gaji sebesar Rp1.000 setiap bulan.
"Hampir 30 tahun sejak 1995 - sekarang. Seribu rupiah baru tahun ini. Satu bulan dapat seribu," ujarnya.
"Alasan dibayar seribu itu dirumahkan dan juga tidak dipekerjakan di perusahaan, tidak diberhentikan. Istilahnya digantung," jelasnya.
Bakdi mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut baru diterapkan perusahaan dalam setahun terakhir.
Ia menyebutkan, ada sekitar 200 karyawan lain yang mengalami nasib serupa.
Umumnya, para pekerja itu telah mengabdi selama 20 hingga 30 tahun.
"Ada sekitar 200-an orang, rata-rata sudah bekerja selama 20-30 tahun," kata dia.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Bakdi kini beralih profesi menjadi buruh bangunan.
Ia harus menafkahi istri dan seorang anak yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Sementara itu, Danang Sugiyatno menyebutkan bahwa ada sekitar 100 orang di perusahaan tersebut yang juga melaporkan kejadian serupa. Mereka belum menerima surat PHK secara resmi.
"Mereka itu belum di-PHK, jadi pembiaran. Status mereka itu mengambang," ujarnya.
Menurut Danang, para karyawan tersebut mulai dirumahkan sejak tahun 2024.
Sebelumnya, mereka masih menerima gaji sebesar 25 persen sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 5 Tahun 1988.
Namun, sejak September 2024 hingga Januari 2025, mereka hanya menerima gaji Rp1.000 per bulan.
"Rekan-rekan yang dibayar itu siap bekerja semua, tetapi perusahaan tidak mempekerjakan. Berarti harus dibayar full kecuali ada kesepakatan tertentu," tegasnya.
Kasus ini telah sampai pada tahap putusan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Usulan Pemakzulan Dedi Mulyadi Akan Disampaikan ke DPRD Jabar, SP3JB Klaim Punya Argumen Kuat |
![]() |
---|
Fortinet Accelerate Asia 2025 Surabaya, Hypernet Technologies Perkuat Ekosisitem Keamanan Digital |
![]() |
---|
Tiga Bakteri Lolos Skrining Tim Gizi BGN, Jadi Penyebab Ratusan Siswa di Sleman Keracunan |
![]() |
---|
Kepala Desa Cianaga Ketahuan Bohong, Ibu Anak Tewas Karena Cacingan Bukan ODGJ |
![]() |
---|
Viral Guru di Lampung Ancam Cekik Siswa di Tengah Upacara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.