Viral Media Sosial

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Minta Masyarakat Tak Terprovokasi-Minta Aparat Segera Bertindak

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Ajak Masyarakat Jaga Kondusifitas dan Minta Aparat Segera Bertindak

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
VIRAL MEDIA SOSIAL - Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat bisa menahan diri serta tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang terkait pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered baru-baru ini.  

Secara kelembagaan, pertama kali ia berkomunikasi dengan Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulteng dan langsung mendapatkan respon yang baik.

“Setelah itu, kami bersama BMA Sulawesi Tengah melakukan silaturahmi dengan Toma Oge Sulawesi Tengah, Longki Djanggola. Saya meminta untuk dibuka peradilan adat untuk mengadili dan menghukum orang ini. Alhamdulillah, Bapak Longki Djanggola merespon dan memberikan dukungan,” katanya.

Sejauh ini, kata dia, pihaknya sudah merampungkan semua hal yang berkaitan dengan peradilan adat yang akan dilaksanakan nanti, seperti materi-materi aduan yang akan disampaikan dirinya sebagai To Pangadu.

“BMA sudah menyepakati peradilan adat itu akan dilaksanakan pada tanggal 10 April 2025,” ujarnya. 

Sebagai To Pangadu (Pengadu), dirinya sangat berharap agar majelis hukum adat menjatuhkan hukum yang seberat-beratnya kepada Fuad Plered.

Terkait keberadaan Teradu (Fuad Plered) yang berada jauh dari wilayah Sulteng, baginya tidaklah menjadi masalah. Menurutnya, dalam peradilan adat sendiri, apakah Teradu hadir atau tidak hadir, putusan majelis akan tetap dikeluarkan. 

Lebih lanjut ia mengatakan, masyarakat Tanah Kaili memiliki sarana bagi orang-orang yang melanggar tatanan norma adat.

Menurutnya, tatanan nilai tidak boleh dilanggar dan ada sanksinya, yaitu Salambivi, kemudian Salakana. Bahkan, kata dia, untuk kategori Salakana, bisa mencapai tataran  Salakana Bangu Mate.

“Inilah yang saya minta agar sanksi yang dijatuhkan nanti adalah sanksi atas pelanggaran Salakana Bangu Mate, berupa Givu. Sanksi Givu itu yang paling berat itu hukuman putus leher,” tegasnya.

Ia menyatakan, ketika sudah ada putusan dari peradilan adat dan yang bersangkutan tidak melaksanakannya, menurutnya juga tidak ada masalah.

Sebab, kata dia, karena berbicara pada tataran norma, maka hukumannya juga bisa berupa fisik, bisa juga abstrak.

“Abstrak dalam hal ini, misalnya majelis hakim nanti memutus putus leher. Ya karena dia tidak hadir di persidangan adat, tentu pelaksanaan itu tidak akan terealisasi. Tetapi secara nilai, di mata masyarakat di wilayah keadatan Tanah Kaili, orang ini sudah mati. Mati bersama-sama dengan ujaran kebencian yang dia lakukan di ruang publik,” tutupnya.

Arifin juga menjelaskan pentingnya menggelar peradilan adat, karena sosok Guru Tua sendiri telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Kaili. Guru Tua bahkan menikahi putri Kaili dan melahirkan anak-anaknya.

“Artinya, Guru Tua itu adalah bagian dari To Kaili, sehingga ketika ia dihina harkat dan martabat, kehormatan dan kemuliaannya, maka kami masyarakat Kaili marah,” katanya.

Baginya, Guru Tua adalah tokoh pejuang dan tokoh pembaruan yang sudah mengabdikan hidupnya sepanjang hidup.

Guru Tua telah membangun pendidikan, di mana sampai hari ini ribuan pesantren dan madrasah telah berdiri, juga telah memberi pencerahan kepada masyarakat di mana ia berada.

“Tadinya masyarakat kita ada yang masih animisme, kemudian beliau datang membawa cahaya keilahian. Maka wajar jika kami marah kalau ulama kami dihina,” pungkasnya.

Fuad minta maaf

Sadar bahwa uccapannya dikecam banyak pihak, Fuad Pleret akhirnya menyampaikan permintaan maafnya melalui Channel Youtubenya

Dia menerangkan bahwa dia tidak bermaksud mengumpat Guru Tua dengan sebutan 'monyet'

Namun, dia sejatinya hanya ingin menjelaskan alasan dia menolak pengajuan Guru Tua sebagai pahlawan nasional

"Merespons para kiai-kiai pendukung kajian tesis batalnya nasab Balawi dan pihak-pihak lain terkait yang memperkuat mempertanyakan pernyataan saya tentang pengusulan pahlawan nasional Guru Tua, Idrus bin Salim Al Jufri, di mana kiai-kiai mempertanyakan maksud pernyataan saya yang menyebut istilah menyoet itu, saya perlu klarifikasi," ujar Fuad Pleret

Fuad mengaku hanya tidak setuju jika Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional

Sebab, menurutnya, hal tersebut tidak memenuhi syarat karena tidak tercatat perihal perjuangan fisik yang bersangkutan melawan penjajah

Jika benar Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional, Fuad menyebut bahwa hal itu sebagai 'akal-akalan' semata

"Kemudian saya juga membaca berita, Menteri Sosial Gus Ipul menyatakan semangat pengangkatan pahlawan nasional kali ini adalah mikul dhuwur mendem jero, semangat merangkul, saya curiga walaupun tidak memenuhi syarat, baik dari sisi warga negara dan dokumen tertulis perjuangan fisik, akan tetapi akan diangkat sebagai pahlawan nasional," terang Fuad Plered.

"Saya menganggap upaya itu sebagai sebagai upaya akal-akalan seperti orang Yahudi di masa lalu yang diberitakan Alquran bahwa orang Yahudi mensiasati larangan Tuhan agar mereka tidak memburu ikan di hari Sabtu.

Lalu mereka menyiapkan perangkap di hari Sabtu dan memburunya di hari lainnya. Akhirnya Tuhan mengatakan, jadilah kalian semua monyet yang hina," kata Gus Guad Plered. 

Fuad Plered menegaskan, ucapan monyet itu itu tidak ditujukan untuk guru Tua, tapi ditujukan kepada kelompok  yang berusaha mensiasati aturan  agar Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional

 "Walaupun kemudian, jika apa yang saya nyatakan itu dianggap menghina, kepada pihak-pihak yang terkait saya menyatakan memohon maaf, semata-mata apa yang saya nyatakan tentang usulan pahlawan nasional itu adalah untuk menjaga kewibawaan pemerintah dan dalam upaya menjaga kebesaran nama pahlawan yang telah berjuang kemerdekaan bangsa dan demi ketinggian martabat bangsa Indonesia," ujar Fuad Plered.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved