Viral Media Sosial

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Minta Masyarakat Tak Terprovokasi-Minta Aparat Segera Bertindak

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Ajak Masyarakat Jaga Kondusifitas dan Minta Aparat Segera Bertindak

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
VIRAL MEDIA SOSIAL - Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat bisa menahan diri serta tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang terkait pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered baru-baru ini.  

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat bisa menahan diri serta tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang terkait pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered baru-baru ini. 

"Meski menimbulkan kegelisahan di tengah publik, saya mengimbau agar masyarakat tidak terpancing emosi atau narasi-narasi yang berpotensi memecah belah persatuan dan tetap menjaga ketenangan serta tidak terprovokasi," tegas Asrorun Niam Sholeh pada Sabtu (12/4/2025).

"Stop penghinaan atas nama SARA, jangan beri ruang untuk saling benci," kata dia lagi.

Menurut dia, dalam situasi seperti ini, penting untuk mempercayakan sepenuhnya proses penanganan kepada aparat penegak hukum. 

"Jangan main hakim sendiri, percayakan kepada penegak hukum. Jika main hakim sendiri justru berpotensi memperkeruh suasana dan merugikan banyak pihak," tuturnya.

Dalam hal ini, lanjut dia, aparat penegak hukum diharapkan memiliki sensitivitas terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). 

"Langkah-langkah penegakan hukum perlu segera diambil secara profesional dan transparan, guna memberikan rasa keadilan serta menenangkan keresahan publik," ujarnya.

Selain itu, Asrorun Niam Sholeh berpesan agar aparat hukum perlu bergerak cepat mengambil langkah hukum atas dugaan tindak pidana SARA, agar masyarakat yang menjadi korban merasa memperoleh keadilan.

Serta untuk memberikan efek jera terhadap setiap upaya provokasi yang berpotensi merusak harmoni dan persatuan. 

"Kesan lamban dan pembiaran akan menjadi bensin yang bisa menyulut api kekerasan horizontal," tambahnya.

Oleh karena itu, Asrorun Niam Sholeh mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas dan mencegah perpecahan. 

"Mari jaga persatuan dengan mengedepankan akal sehat, hukum, dan rasa saling memaafkan, menghormati di tengah perbedaan, serta tidak menyebarluaskan konten provokatif yang dapat memperkeruh keadaan," pungkasnya.

Bantah Hina Alhabib Idrus, Fuad Pleret Minta Maaf usai Dipolisikan dan Diburu Anggota Alkhairaat

Salah seorang penolak nasab Balawi, Fuad Pleret kini diburu ribuan anggota Alkhairaat

Fuad Pleret dianggap menghina Alhabib Idrus bin Salim Al Djufrie, seorang ulama besar yang sedang diusulkan sebagai pahlawan nasional

Komisariat Wilayah (Komwil) Alkhairaat Kaltara bahkan sudah melaporkan Muhammad Fuad Riyadi, salah satu tokoh agama di Tanah Air ke Polda Kaltara karena dianggap melakukan penistaan.

Pria yang akrab disapa Gus Fuad Plered ini dilaporkan atas pernyataannya yang dinilai menista pendiri Alkhairaat Al Habib Idrus Bin Salim Aljufrie atau yang akrab disapa Guru Tua.

Laporan disampaikan melalui sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) Polda Kaltara pada Sabtu (29/03/2025) lalu.

Tampak hadir sejumlah pengurus Komwil Alkhairaat.

Bahkan termasuk ketua PW NU Kalimantan Utara, Alwan Saputra yang juga merupakan pengurus Alkhairaat.

Abnaul atau alumni Alkhairaat se- Kalimantan Utara menyatakan protes keras terhadap atas ucapan Gus Fuad Plered yang dinilai tidak bermoral, terkait usulan Guru Tua yang pernah bermukim di Sulawesi Tengah itu, sebagai calon Pahlawan Nasional.

"Pengangkatan Pahlawan Nasional secara legal formal dimulai dari usulan daerah kepada Menteri Sosial (Mensos) RI untuk selanjutnya ditetapkan oleh Presiden untuk merepresentasikan semangat kepahlawanan dan cermin keteladanan serta merupakan kebhinekaan Indonesia," kata salah satu alumni pesantren Alkhairaat asal Kaltara, Asnawi Arbain, Selasa (01/04/2025).

Asnawi mengungkapkan, usulan untuk menjadikan Alhabib Idrus bin Salim Al Djufrie telah melalui prosedur yang semestinya. 

Bahkan secara resmi telah diusulkan lima gubernur di Indonesia. Salah satunya Gubernur Kaltara, Zainal A Paliwang, karena secara historis perjuangannya mendirikan lembaga pendidikan ditemukan di Kaltara, tepatnya di Bulungan pada 1940 saat Sultan Jalaluddin bertahta sebagai Sultan Bulungan.

"Jadi wajar kalau beliau diusulkan menjadi pahlawan nasional. Termasuk jika  Kaltara ikut mengusulkan," ungkapnya.

 Asnawi menegaskan, usulan tersebut telah melalui proses kajian dan pertimbangan yang matang. Sehingga keraguan terhadap keabsahan dasar usulan tersebut merupakan sikap merendahkan dan berasal dari kebencian, serta dipenuhi oleh perasaan arogansi.

"Tidak ada hak dan kapasitas orang yang dari provinsi lain ikut campur dan merecoki usulan tersebut," bebernya.

Menurutnya, di negara kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada yang merasa berhak dominan, sehingga berhak pula ikut mencampuri urusan daerah lain, atau merasa lebih pribumi dari yang lain, apalagi dengan menggunakan simbol daerah. Menggunakan terminologi china sipit, imigran yaman dan istilah rasis lainnya.

"Semua tindakan tersebut mencerminkan sifat yang memecah belah masyarakat, arogan, dominan, dan penuh perasaan superior. Kami, sebagai pribumi asli Indonesia, mencintai tanah air ini dan memiliki hak yang sama di negeri ini," imbuh dia.

Ia meyakini keputusan dari tim penilai yang dibentuk untuk menentukan seseorang sebagai pahlawan nasional, didasarkan pada perjuangan yang memiliki keobjektifan historis, dapat dianggap sebagai konspirasi dari pihak-pihak subjektif.

"Tidak layak untuk ada subjektivitas, terlebih jika penilaiannya dilakukan oleh seseorang yang tidak kompeten dalam membahas usulan tersebut, terutama jika menggunakan kalimat yang mencerminkan keadaan mental yang tidak stabil. Menggunakan narasi yang bersifat rasis tanpa dasar adalah tidak pantas," ungkapnya.

Guru Tua, ujar dia, adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kebijaksanaan, kejernihan pikiran serta ketegasan sikapnya dalam mendukung Bung Karno dan menolak DI/TII, serta dalam teladan kehidupannya, pembangunan madrasah, dan jejak perjalanan dakwahnya.

"Kebijaksanaan dari para Guru Tua untuk negeri ini tidak bisa lagi diragukan," tandasnya. 

Tak akan tinggal diam

Sementara itu, Komisariat Wilayah (Komwil) Alkhairaat Sulawesi Tengah (Sulteng), telah menyatakan sikap akan menempuh jalur peradilan adat untuk memproses ujaran kebencian dan penghinaan yang dilakukan Fuad Plered terhadap Pendiri Alkhairaat, Guru Tua (Habib Idrus bin Salim Aljufri).

Langkah ini ditempuh oleh Komwil Alkhairaat Sulteng, karena sampai saat ini, kasus ujaran kebencian Fuad Plered melalui akun YouTube itu, tak kunjung diproses melalui jalur hukum formal. 

 Padahal sejumlah komwil, komda dan abnaul khairaat sudah melaporkannya ke pihak kepolisian.

Sikap serius ini ditunjukkan oleh Ketua Komwil Alkhairaat Sulteng, Arifin Sunusi, dengan intens melakukan komunikasi bersama Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulteng dan Pengurus Besar (PB) Alkhairaat.

Arifin Sunusi bersama Sekjen PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang dan Ketua PB Alkhairaat, Asgar Basir Khan, telah melakukan pertemuan, guna merumuskan poin penting yang akan diajukan dalam persidangan adat nanti.

Hadir pula Sekretaris BMA Sulteng, Ardiansyah Lamasitudju dan sejumlah anggotanya, antara lain, Siti Norma Mardjanu dan Syuaib Jafar, Dr Nisbah, beserta sejumlah jajaran pengurus besar Alkhairaat lainnya, seperti Ashar Hasyim dan Suhban Lasawedi.

 Ketua Komwil Alkhairaat Sulteng, Arifin Sunusi, yang ditemui usai pertemuan, informasi tentang kanal YouTube yang berisi ujaran kebencian, penistaan, bahkan penodaan kepada Guru Tua, membuatnya marah dan merasa perlu melakukan sesuatu untuk memperingatkan pelaku (Fuad Plered).

“Dia tidak boleh berbicara di jagat media sosial secara sembarangan, apalagi yang isinya ujaran kebencian, rasis, dan dapat memecah belah keharmonisasian berbangsa bernegara,” kata Arifin, Kamis (03/04/2025) di ruang rapat PB Alkhairaat. 

Langkah pertama yang ia tempuh adalah berdiskusi dengan Sekjen PB Alkhairaat untuk mencari jalan keluar dalam menangani perkara tersebut.

“Jalan keluar itu tidak melalui jalur hukum formal seperti yang dilakukan oleh sahabat-sahabat komwil, komda dan abnaul khairaat lainnya. Saya meminta untuk menempuh jalur peradilan adat untuk menghukum orang ini,” katanya.

Setelah mendapat persetujuan, ia pun melakukan komunikasi-komunikasi dengan pemangku adat di wilayah keadatan Tanah Kaili.

Secara kelembagaan, pertama kali ia berkomunikasi dengan Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulteng dan langsung mendapatkan respon yang baik.

“Setelah itu, kami bersama BMA Sulawesi Tengah melakukan silaturahmi dengan Toma Oge Sulawesi Tengah, Longki Djanggola. Saya meminta untuk dibuka peradilan adat untuk mengadili dan menghukum orang ini. Alhamdulillah, Bapak Longki Djanggola merespon dan memberikan dukungan,” katanya.

Sejauh ini, kata dia, pihaknya sudah merampungkan semua hal yang berkaitan dengan peradilan adat yang akan dilaksanakan nanti, seperti materi-materi aduan yang akan disampaikan dirinya sebagai To Pangadu.

“BMA sudah menyepakati peradilan adat itu akan dilaksanakan pada tanggal 10 April 2025,” ujarnya. 

Sebagai To Pangadu (Pengadu), dirinya sangat berharap agar majelis hukum adat menjatuhkan hukum yang seberat-beratnya kepada Fuad Plered.

Terkait keberadaan Teradu (Fuad Plered) yang berada jauh dari wilayah Sulteng, baginya tidaklah menjadi masalah. Menurutnya, dalam peradilan adat sendiri, apakah Teradu hadir atau tidak hadir, putusan majelis akan tetap dikeluarkan. 

Lebih lanjut ia mengatakan, masyarakat Tanah Kaili memiliki sarana bagi orang-orang yang melanggar tatanan norma adat.

Menurutnya, tatanan nilai tidak boleh dilanggar dan ada sanksinya, yaitu Salambivi, kemudian Salakana. Bahkan, kata dia, untuk kategori Salakana, bisa mencapai tataran  Salakana Bangu Mate.

“Inilah yang saya minta agar sanksi yang dijatuhkan nanti adalah sanksi atas pelanggaran Salakana Bangu Mate, berupa Givu. Sanksi Givu itu yang paling berat itu hukuman putus leher,” tegasnya.

Ia menyatakan, ketika sudah ada putusan dari peradilan adat dan yang bersangkutan tidak melaksanakannya, menurutnya juga tidak ada masalah.

Sebab, kata dia, karena berbicara pada tataran norma, maka hukumannya juga bisa berupa fisik, bisa juga abstrak.

“Abstrak dalam hal ini, misalnya majelis hakim nanti memutus putus leher. Ya karena dia tidak hadir di persidangan adat, tentu pelaksanaan itu tidak akan terealisasi. Tetapi secara nilai, di mata masyarakat di wilayah keadatan Tanah Kaili, orang ini sudah mati. Mati bersama-sama dengan ujaran kebencian yang dia lakukan di ruang publik,” tutupnya.

Arifin juga menjelaskan pentingnya menggelar peradilan adat, karena sosok Guru Tua sendiri telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Kaili. Guru Tua bahkan menikahi putri Kaili dan melahirkan anak-anaknya.

“Artinya, Guru Tua itu adalah bagian dari To Kaili, sehingga ketika ia dihina harkat dan martabat, kehormatan dan kemuliaannya, maka kami masyarakat Kaili marah,” katanya.

Baginya, Guru Tua adalah tokoh pejuang dan tokoh pembaruan yang sudah mengabdikan hidupnya sepanjang hidup.

Guru Tua telah membangun pendidikan, di mana sampai hari ini ribuan pesantren dan madrasah telah berdiri, juga telah memberi pencerahan kepada masyarakat di mana ia berada.

“Tadinya masyarakat kita ada yang masih animisme, kemudian beliau datang membawa cahaya keilahian. Maka wajar jika kami marah kalau ulama kami dihina,” pungkasnya.

Fuad minta maaf

Sadar bahwa uccapannya dikecam banyak pihak, Fuad Pleret akhirnya menyampaikan permintaan maafnya melalui Channel Youtubenya

Dia menerangkan bahwa dia tidak bermaksud mengumpat Guru Tua dengan sebutan 'monyet'

Namun, dia sejatinya hanya ingin menjelaskan alasan dia menolak pengajuan Guru Tua sebagai pahlawan nasional

"Merespons para kiai-kiai pendukung kajian tesis batalnya nasab Balawi dan pihak-pihak lain terkait yang memperkuat mempertanyakan pernyataan saya tentang pengusulan pahlawan nasional Guru Tua, Idrus bin Salim Al Jufri, di mana kiai-kiai mempertanyakan maksud pernyataan saya yang menyebut istilah menyoet itu, saya perlu klarifikasi," ujar Fuad Pleret

Fuad mengaku hanya tidak setuju jika Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional

Sebab, menurutnya, hal tersebut tidak memenuhi syarat karena tidak tercatat perihal perjuangan fisik yang bersangkutan melawan penjajah

Jika benar Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional, Fuad menyebut bahwa hal itu sebagai 'akal-akalan' semata

"Kemudian saya juga membaca berita, Menteri Sosial Gus Ipul menyatakan semangat pengangkatan pahlawan nasional kali ini adalah mikul dhuwur mendem jero, semangat merangkul, saya curiga walaupun tidak memenuhi syarat, baik dari sisi warga negara dan dokumen tertulis perjuangan fisik, akan tetapi akan diangkat sebagai pahlawan nasional," terang Fuad Plered.

"Saya menganggap upaya itu sebagai sebagai upaya akal-akalan seperti orang Yahudi di masa lalu yang diberitakan Alquran bahwa orang Yahudi mensiasati larangan Tuhan agar mereka tidak memburu ikan di hari Sabtu.

Lalu mereka menyiapkan perangkap di hari Sabtu dan memburunya di hari lainnya. Akhirnya Tuhan mengatakan, jadilah kalian semua monyet yang hina," kata Gus Guad Plered. 

Fuad Plered menegaskan, ucapan monyet itu itu tidak ditujukan untuk guru Tua, tapi ditujukan kepada kelompok  yang berusaha mensiasati aturan  agar Guru Tua diangkat sebagai pahlawan nasional

 "Walaupun kemudian, jika apa yang saya nyatakan itu dianggap menghina, kepada pihak-pihak yang terkait saya menyatakan memohon maaf, semata-mata apa yang saya nyatakan tentang usulan pahlawan nasional itu adalah untuk menjaga kewibawaan pemerintah dan dalam upaya menjaga kebesaran nama pahlawan yang telah berjuang kemerdekaan bangsa dan demi ketinggian martabat bangsa Indonesia," ujar Fuad Plered.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved