Viral Media Sosial

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Minta Masyarakat Tak Terprovokasi-Minta Aparat Segera Bertindak

Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Ajak Masyarakat Jaga Kondusifitas dan Minta Aparat Segera Bertindak

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
VIRAL MEDIA SOSIAL - Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat bisa menahan diri serta tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang terkait pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered baru-baru ini.  

Komisariat Wilayah (Komwil) Alkhairaat Kaltara bahkan sudah melaporkan Muhammad Fuad Riyadi, salah satu tokoh agama di Tanah Air ke Polda Kaltara karena dianggap melakukan penistaan.

Pria yang akrab disapa Gus Fuad Plered ini dilaporkan atas pernyataannya yang dinilai menista pendiri Alkhairaat Al Habib Idrus Bin Salim Aljufrie atau yang akrab disapa Guru Tua.

Laporan disampaikan melalui sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) Polda Kaltara pada Sabtu (29/03/2025) lalu.

Tampak hadir sejumlah pengurus Komwil Alkhairaat.

Bahkan termasuk ketua PW NU Kalimantan Utara, Alwan Saputra yang juga merupakan pengurus Alkhairaat.

Abnaul atau alumni Alkhairaat se- Kalimantan Utara menyatakan protes keras terhadap atas ucapan Gus Fuad Plered yang dinilai tidak bermoral, terkait usulan Guru Tua yang pernah bermukim di Sulawesi Tengah itu, sebagai calon Pahlawan Nasional.

"Pengangkatan Pahlawan Nasional secara legal formal dimulai dari usulan daerah kepada Menteri Sosial (Mensos) RI untuk selanjutnya ditetapkan oleh Presiden untuk merepresentasikan semangat kepahlawanan dan cermin keteladanan serta merupakan kebhinekaan Indonesia," kata salah satu alumni pesantren Alkhairaat asal Kaltara, Asnawi Arbain, Selasa (01/04/2025).

Asnawi mengungkapkan, usulan untuk menjadikan Alhabib Idrus bin Salim Al Djufrie telah melalui prosedur yang semestinya. 

Bahkan secara resmi telah diusulkan lima gubernur di Indonesia. Salah satunya Gubernur Kaltara, Zainal A Paliwang, karena secara historis perjuangannya mendirikan lembaga pendidikan ditemukan di Kaltara, tepatnya di Bulungan pada 1940 saat Sultan Jalaluddin bertahta sebagai Sultan Bulungan.

"Jadi wajar kalau beliau diusulkan menjadi pahlawan nasional. Termasuk jika  Kaltara ikut mengusulkan," ungkapnya.

 Asnawi menegaskan, usulan tersebut telah melalui proses kajian dan pertimbangan yang matang. Sehingga keraguan terhadap keabsahan dasar usulan tersebut merupakan sikap merendahkan dan berasal dari kebencian, serta dipenuhi oleh perasaan arogansi.

"Tidak ada hak dan kapasitas orang yang dari provinsi lain ikut campur dan merecoki usulan tersebut," bebernya.

Menurutnya, di negara kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada yang merasa berhak dominan, sehingga berhak pula ikut mencampuri urusan daerah lain, atau merasa lebih pribumi dari yang lain, apalagi dengan menggunakan simbol daerah. Menggunakan terminologi china sipit, imigran yaman dan istilah rasis lainnya.

"Semua tindakan tersebut mencerminkan sifat yang memecah belah masyarakat, arogan, dominan, dan penuh perasaan superior. Kami, sebagai pribumi asli Indonesia, mencintai tanah air ini dan memiliki hak yang sama di negeri ini," imbuh dia.

Ia meyakini keputusan dari tim penilai yang dibentuk untuk menentukan seseorang sebagai pahlawan nasional, didasarkan pada perjuangan yang memiliki keobjektifan historis, dapat dianggap sebagai konspirasi dari pihak-pihak subjektif.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved